Keenan memutar kunci motor, mematikan mesinnya. Sore ini, Keenan dan teman-temannya memutuskan untuk singgah di rumah Rafael. Selain karna rumah Rafael adalah rumah yang paling nyaman dibuat nongkrong, orang tua Rafael juga selalu santai menghadapi mereka yang selalu berisik.
Keenan, Gino, Rafael, dan Bara. Keempatnya sedang menikmati kentang goreng buatan Ibu Rafael. "Kalo mau lagi bilang ya!" seru Ibu Rafael sebelum menutup pintu kamar anaknya.
"Kenapa lagi sih, anjing?" tanya Keenan pada Gino yang sedang uring-uringan di atas kasur.
Gino menghentikan gerakannya sebelum mendongak. "Dina, masa dia ngediemin gue tadi di sekolah." Gino mendengus.
"Bujuk, lah." balas Bara.
"Ih bingung gue. Tadi gue beliin seblak, dia nggak mau."
"Goblok." Rafael melempar bantal ke arah Gino. "Masa gue yang hafal kalo dia nggak suka pedes?"
"Gue jadi Dina juga minta putus, No." Keenan ikut memanasi.
"Serius anjing, gua lupa dah." ujar Gino sebelum segera mengambil ponselnya.
Malas ikut campur, Keenan, Rafael dan Bara sibuk dengan kegiatan masing-masing bersiap kembali mendengar kebucinan diantara Gino dan Dina melalui telfon.
Dari keempatnya, Gino memang yang paling bucin. Keduanya sudah menjalani hubungan sejak kelas sembilan. Keenan jelas paham mengapa keduanya bisa tahan lama. Toh keduanya sama. Sama sama kekanak-kanakan. Selain Gino, Bara sedang dalam proses pendekatan, dan Rafael baru saja putus. Memang hanya Keenan disini yang tidak pernah berkontribusi dalam berbagi cerita pada ranah ini.
Di tengah-tengah pembicaraan Gino dengan pacarnya, ponsel Keenan berbunyi membuat Keenan dan teman-temannya menoleh.
"Kara?" sebut Rafael, membaca nama yang muncul di layar ponsel Keenan.
"Halo, Kara?" ucap Keenan.
"Keenan! Lo jadi kah kerumah gue hari ini?"
Tentu, Keenan tidak lupa.
"Kenapa, Ra? Masih jam 6 kan? Apa gue harus otw sekarang?" tanya Keenan.
"Ng-nggak, nggak. Gue sakit, Nan. Pagi ini badan gue panas. Jadi kayaknya gue harus istirahat."
Alis Keenan mengkerut. Sedikit khawatir, tapi bingung harus berbuat apa. "Udah minum obat?" tanya Keenan. "Gue tetep kesana, ya? Lo mau di bawain apa?"
"Anjir, nggak cerita." umpat Bara.
"Diem." bisik Keenan.
"Nggak usah, Nan. Seriusan nggak usah. Gue udah enakan, cuman butuh istirahat aja."
"Jadi, gue nggak usah kesana?"
"He'eh." balas Kara. "Maafin gue ya, Nan. Segala harus sakit."
"No, gapapa. Cepet sembuh. Serius gue nggak kesana?"
"Serius nggak usah repot-repot. Dah, gue tutup dulu ya, Nan."
Keenan menghela nafas. "Oke."
Tanpa lama, sambungan telfon itu mati. Keenan menatap layar ponselnya yang sudah kembali gelap.
"Lo utang cerita ya, Nan." ujar Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Therefore She is Dodging The Bullet
Short Storycerita tentang Keenan yang menyimpan rasa bertahun-tahun lamanya.