Pagi-pagi sekali, Kara sudah mendapati Mamanya merapihkan baju-bajunya. Dan pagi-pagi sekali, ponselnya sudah bergetar menandakan ada pesan masuk.
Refal <3: aku di depan, sayang.
Membaca pesan tersebut, Kara segera membersihkan diri dan menghampiri Refal. Laki-laki itu masih duduk di atas motor besarnya yang terparkir di depan pagar rumah. Kara menghela nafas, menyiapkan mental.
"Pagi." ucap Kara.
Refal memandanginya dari atas hingga bawah. "Pagi."
"Mau masuk dulu?" tawar Kara.
"Di sini dulu. Aku mau ngomong sama kamu." jawab Refal.
"Pagi-pagi banget-"
"Ya, karna kamu berangkatnya juga pagi ini kan? Ya jadi aku di sini pagi ini, bela-belain biar bisa ngobrol sama kamu."
Kara bungkam. Menunggu Refal lanjut berbicara.
"Kamu serius mau nginep di rumah Keenan? Dua minggu?"
Kara mengangguk. "Ya gimana, Ref-"
"Bukan gimananya, Ra. Kamu kan bisa jelasin ke Mama. Mama kan juga tau kamu punya pacar. Masa nggak ngerti, sih. Kamu paham perasaan aku nggak sih, Ra?"
"Dari banyak rumah, temen-temen kamu yang lain, sahabat kamu yang lain, kenapa harus rumah Keenan, Ra. Bukan aku nggak percaya. Tapi kamu tinggal sama cowok lain, Raa. Aku harus gimana?" Refal meraih tengan Kara.
"Kamu nggak percaya sama aku, Ref." akhirnya, berhasil keluar dari mulut Kara. Dan Kara menyesalinya.
"Aku? Nggak percaya sama kamu? AKU RA?! Aku berusaha, Ra! Tapi kamunya kayak gini!" Refal mengeraskan genggamannya membuat Kara mengulum bibir menahan sakit.
"Duh, anjing." Refal memalingkan wajah, mengumpat. "Jangan asal kalau ngomong." pelan, tapi penuh penekanan. Refal kembali menatap Kara. Mata laki-laki itu berhasil menusuk hatinya. Ingin menangis di tempat saja rasanya.
"Gue minta alamat rumah Keenan."
***
Tidak ada yang bisa Kara lakukan selain mengikuti kemauan orang tuanya. Bukannya Kara tidak berusaha untuk mengubah pikiran orang tuanya. Kara sudah jelaskan sebisanya supaya orang tuanya mengerti kalau Refal tidak baik-baik saja dengan keputusan keduanya. Namun sekeras apapun Kara berusaha, kata-katanya tak sanggup membuka pintu hati kedua orang tuanya.
"Kalau ini keputusan Mama dan Papa, harusnya Refal mengerti, Ra. Papa juga paham rasanya jadi Refal. Tapi Papa kan sudah pikirkan ini sama Mama. Karna Mama sempat dekat sekali sama Ibunya Keenan, jadi ngobrolnya enak kalau kamu ada apa-apa." jelas Papa ditengah perjalanan menuju rumah Keenan.
"Ngerti ya, sayang. Mama kan juga udah jelasin ke kamu dari kemarin." Mama menambahkan. "Refal marah banget?"
Kara menghela nafas. "Udahlah nggak usah di bahas Ma, Pa. Kara di sini kok. Sama Mama Papa. Berangkat ke rumah Keenan."
"Iya, makasih udah ngerti ya, sayang. Tapi inget ya Ra, ya. Bener kata Papa tadi. Kalau ini sudah keputusan Mama Papa, harusnya Refal bisa mengerti." ulang Mama.
Kara tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok, lusa, dan hari-hari kedepannya. Yang jelas, Kara kelewat khawatir. Bagaimana ia menghadapi hari di depan.
Sudah beberapa bulan semenjak Kara memulai hubungan dengan Refal. Satu yang paling Kara pahami, Refal sungguh cemburuan. Barang sedikit saja bertemu dengan cowok lain, Refal pasti akan protes. Mendiami Kara hampir seharian, membuat perempuan itu ikut bete sendiri. Kara tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selama Kara menginap di rumah Keenan.
Berhentinya mobil tepat di depan sebuah rumah, membuat Kara menoleh. Rumah itu, rumah yang setiap weekend Kara hampiri untuk mengantar Keenan pulang dari rumahnya. Sedikit banyak yang berubah. Tanaman-tanaman di depan rumah jauh lebih rindang dari pada yang dulu. Semua lebih baik. Orang tua Keenan bahkan memperluas rumah sehingga terlihat lebih nyaman. Kara rindu rumah ini.
Seorang remaja laki-laki membuka pagar rumah lebar-lebar membiarkan mobil Papa memasuki pekarangan rumah. Keenan. Laki-laki itu mengusap wajahnya, membuat Kara tertawa. Laki-laki itu baru bangun tidur. Wajahnya yang polos apa adanya, tak berekspresi itu membuat Kara gemas sendiri.
Setelah beberapa saat Kara memperhatikannya dari dalam mobil, Keenan membalas tatapannya. Laki-laki itu tersenyum, melambaikan tangan.
Detik itu, tepat saat Keenan tersenyum, semua beban dalam pundaknya seakan jatuh berserakan. Kara tidak peduli lagi dengan apapun yang ia tinggalkan di rumah, termasuk apa yang sedang terjadi antara dirinya dengan Refal. Kara tidak sabar menghabiskan waktu dengan Keenan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Therefore She is Dodging The Bullet
Short Storycerita tentang Keenan yang menyimpan rasa bertahun-tahun lamanya.