suka

14 0 0
                                    

Kara terbangun dari tidurnya, merasakan sakit yang sungguh pada pipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kara terbangun dari tidurnya, merasakan sakit yang sungguh pada pipinya. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia tiba pada kasurnya.

"Ah." Kara berhenti bergerak. Semakin ia berusaha untuk memikirnya, semakin terasa sakit kepalanya.

Tok tok.

"Ya.." Kara berusaha bersuara sekuat tenaga.

Pintu kamarnya terbuka sedikit, memunculkan Ibu Keenan yang sedang mengintip. "Halo, cantik. Tante boleh masuk?"

Kara mengangguk. Tak lama, ia tersenyum, melihat Keenan berusaha mengintip di belakang Ibunya.

"Hahaha, iya itu Keenan khawatir. Mau jengukin kamu tapi takut ganggu katanya. Keenannya boleh masuk? Ini Tante bawan teh hangat sama bubur buat sarapan. Nanti di makan, ya?"

"Boleh, masuk aja. Makasih banyak Tante, maaf repot." ujar Kara pada Ibu Keenan. Wanita paruh baya itu mengangguk sebelum meninggalkan keduanya di kamar Kara dengan pintu terbuka.

"Sopan banget."

Keenan menoleh. "Siapa? Gue?"

Kara tertawa. "Pake ngetok dulu, masuk aja. Ini rumah lo."

"Ya, nggak gitu lah. Ngga ada yang tau di dalem lo lagi ngapain." Keenan kikuk.

"Lo kenapa bangun gitu? Tidur aja. Nanti gue yang bantuin lo makan. Dan um.. kalau lo mau yang manis-manis, nanti gue bawain. Tapi lo makan dulu yang bener ya. Gue tau lo butuh es krim untuk naikkin mood."

Kara menaikkan alisnya, mendengarkan.

"Ini." Keenan menyodorkan sebuah ponsel. "Kemarin jatuh terus batrenya habis, jadi gue cas-in pake charger gue. Udah nyala, batrenya 100. Tapi ngga gue buka-buka kok, sumpah." kedua jarinya membentuk huruf V.

"Itu," keduanya menoleh pada TV di sebrang kasur Kara. "Ada Disney+, ada Netflix, TV channel biasa juga ada. Netflix dan Disney+ udah gue masukin akun gue, lo tinggal pilih profile lo, udah gue bikinin juga walaupun gue gatau selera film lo. Lo bisa nonton apapun yang lo mau hari ini. Lo nggak perlu keluar kamar, karena kaki lo luka karena jatuh kemarin. Jadi, kalau lo perlu apa-apa, lo boleh panggil gue aja."

Kini, alis Kara mengerut. "Lo ngapain repot-repot? Lo lebih sakit dari gue." melihat pipi Keenan yang membiru, Kara pikir harusnya laki-laki itu tidak berada disini.

"Nggapapa, udah dirawat Ibu. Sekarang gue yang rawat lo." Keenan tersenyum. "Lagian siapa yang izinin lo untuk protes? Hari ini lo nggak boleh khawatir tentang satu hal pun."

"Satu lagi. Kalau boleh..." Keenan menggantungkan kalimatnya. "Kalau boleh sih ya.."

"Apa?"

"HP lo gue sita dulu hari ini. Gue yakin lo akan dapet chat-chat gajelas dari Refal yang bikin lo tertekan dan kepikiran. Gue ngga mau itu terjadi sama lo hari ini. Jadi, kalau boleh, gue ambil dulu HP lo untuk hari ini dan gue nggak akan membiarkan apapun mengganggu lo. Gue janji akan matiin HP lo dan simpen HP lo dengan baik, gue nggak akan ikut campur apa-apa dengan buka HP lo. Boleh?"

"Hah...." Kara bingung sendiri.

"Kalau nggak boleh juga gapapa, really. Gue cuman mau hari lo baik hari ini." ucap Keenan tulus.

Kara dapat lihat dengan jelas kekhawatiran Keenan pada wajahnya. Aneh, Kara tidak terbiasa. Namun ia dapat lihat bahwa Keenan sungguh tulus melakukan semua ini. Keenan sungguh peduli padanya.

Benar, Refal sudah pasti akan mengganggunya melalui chat ataupun telfon. Kara tidak tau Keenan akan berfikir sejauh itu untuknya.

Kara tersenyum, menyodorkan ponselnya. "Boleh Keenan. Bilang nyokap gue untuk tanya apa-apa melalui lo atau nyokap lo, ya?"

"Yeay!" seru Keenan. "Okay, sekarang, gue bantu lo makan ya?"

Kara menatap Keenan tak berkata-kata. Mata laki-laki itu berbinar, entah untuk apa.

***

"UNO!" seru Kara.

Keenan tertawa. "Hahaha, lo menang lagi."

Kini keduanya duduk di atas karpet di samping ranjang Kara, meghadap satu sama lain, bermain UNO. Tidak tahu kenapa, Keenan senang sekali hari ini. Ia benar-benar menghabiskan waktunya hari ini bersama Kara. Menyiapkannya sarapan bersama ibu, mengambilkannya cemilan, bahkan untuk membantunya mengambil ini dan itu, Keenan sama sekali tidak keberatan. Ia justru merasa diandalkan.

"Nan, lo suka sama gue ya?"

Gila. Tanpa aba-aba.

Keenan, dengan hebohnya, mencoba menahan ekspresinya. "Gak jelas, anjrit."

"Sumpah kayak, lo baik banget sama gue, gue bingung." Kara tertawa tanpa beban. Seperti tidak sedang serius dengan perkataannya.

"Kok lo baru sadar Ra? Gimana sih." Keenan menjawab dengan nada yang sama.

"Lo jangan kayak gitu, gue udah punya pacar tau." ledek Kara.

Keenan tertawa. "Somboong."

"Lagian lo kenapa nggak punya pacar?" tanya Kara.

"Loh, kan sukanya sama lo." jawabnya, berusaha acuh tak acuh.

"Kalo gue nggak suka sama lo gimana?"

"Ya.. udah? Dari dulu juga gue suka dan lo nggak suka?" jawab Keenan sekenanya.

"Hah?"

Panik.

"Hahahahha, nggak usah jadi aneh, ah. Lo duluan anjing yang bahas ini." balas Keenan tertawa.

Kara memukul bahu Keenan. "Lo tai banget, sumpah."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Therefore She is Dodging The BulletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang