Mereka bertiga masih berada didalam kelas tersebut. Luka Alvez dan Gavin juga sudah di obati oleh Adsila. Gavin menghubungi teman nya yang lain untuk membeli peralatan P3K. Ia enggan menghubungi Bunga maupun Daniel, ia belum siap untuk memberi tau bahwa selama ini Adsila di bully oleh pacar nya sendiri.
"Kenapa Lo nggak pernah ngasih tau Gue Sil?" Tanya Gavin membuka pembicaraan mereka setelah keheningan beberapa menit.
"Yaa karena dia takut Lo bakal lebih milih si Dinda!" Jawab Alvez kesal. Adsila hanya menundukkan kepalanya tidak tau harus berbuat apa.
"Gue nggak sebodoh itu Sil, Gue bisa bedain yang mana salah yang mana benar. Kalau kayak gini Gue berasa jadi penjahat nya"
"Yaa emang Lo penjahat, jadi jangan ngerasa. Tapi itu reality" Balas Alvez lagi. Gavin yang kesal melempar botol alkohol yang tadi di pakai untuk mengobati lukanya.
"Gue nggak ngomong sama Lo kunyuk!"
"Gue nggak mau kalian bertengkar... Gue tau betapa suka nya Lo sama Dinda dari SMA, dan itu juga alasan akhirnya kita sahabatan kayak gini. Gue nggak mau ngerusak kebahagiaan Lo" Adsila akhirnya bersuara. Ia masih menundukkan kepalanya, kalau ia menatap Gavin mungkin bulir-bulir bening itu akan jatuh.
"Gue nggak bisa pungkiri kenyataan nya. Tapi seandainya Gue tau dia ngelakuin itu sama Lo, Gue akan coba ngelepas dia Sil. Gue jadi kayak orang bodoh gini" Gavin mengacak rambutnya gusar. Gavin benar-benar tidak bisa membayangkan betapa tersiksanya Adsila saat mereka harus berkumpul bersama dan ada Dinda juga, seakan-akan semua baik-baik saja. Ia merasa benar-benar bodoh.
"Lo tau Vin, Gue bersyukur bisa kenal sama Lo. Terlepas dari Dinda, Lo tetap Gavin sahabat Gue... Gue masih bingung harus kayak gimana, tapi Let it flow aja. Please, jangan kasih tau Bunga atau Daniel. Gue nggak mau ada gosip yang aneh-aneh" ucap Dinda, Gavin langsung memeluk sahabatnya itu. Dan bulir bening yang ia tahan akhirnya keluar. Adsila tidak bisa mengekspresikan perasaan nya sekarang. Ia tidak tau harus bahagia karena Dinda mungkin tak akan menganggu nya lagi, atau ia harus sedih karena Gavin kehilangan orang yang dicintai.
"Kok nangis sih" Gavin melepaskan pelukannya, ia langsung menghapus air mata Adsila.
"Nggak tau, keluar sendiri air matanya. Gue benar-benar bingung sama keadaan ini, Gue serba salah" Jawab nya.
"Sstt, Dinda nggak akan bisa ganggu Lo lagi kok. Jangan nangis Sil, Gue nggak papa. Lagian masih banyak cewek di luar sana yang bisa Gue pacarin kok" Alvez membanting kotak P3K itu dengan sengaja.
"Gais, Gue masih ada disini. Gue bukan lampu yang digantung terus di liatin karena ada cahaya doang hey! Berasa nonton drama Korea Gue" Ucap nya kesal.
"Ganggu suasana aja Lo kutu!"
"Ah Gue belum kenalin, ini Alvez temen Gue. Emm, dia nolongin Gue waktu Dinda berbuat"
"Owalah, makasih yaa. Tapi Gue nggak suka sama Lo. Sil pokoknya Gue nggak setuju kalau Lo jadian sama Dia yaa, beneran deh. Nih orang aura nya jahat gitu" Cemooh Gavin, Adsila yang mendengar nya sedikit terkekeh.
"Eh Dolphin, Gue nggak butuh restu Lo. Emang Lo bapaknya? Wali nya? Kakak nya? Keluarga aja bukan. Aura jahat, emang Gue kuyang!" Balas Alvez sengit.
"Udah ah, ayo keluar. Gue harus latihan nih" Adsila memotong pembicaraan mereka, karena kalau dibiarkan mungkin bisa sampai malam mereka di sini.
"Gue anter Sil" Ucap Alvez menggenggam tangan Adsila, tapi langsung di tepih oleh Gavin.
"Nggak usah pegang-pegang, Biar Gue yang anter" Bersamaan dengan masuknya pesan di handphone Gavin.
"Kenapa Vin?" Tanya Adsila, karena setelah membuka pesan itu raut wajah Gavin langsung berubah.
"Gue nggak bisa anter Sil, besok Gue ada presentasi jadi temen Gue ngajak kerja kelompok bareng. Sorry" Jawab Gavin merasa bersalah. Gavin benar-benar kesal, kenapa waktunya tidak bersahabat.
"Nah bagus tuh, Adsila biar Gue yang anter" Ucap Alvez dengan bangga.
"Kali ini aja Gue biarin, sampe Adsila pulang ada yang kurang satu, pala Lo Gue jadiin rendang. Hati-hati yaa Sil, kalau si Kutu ini berbuat yang aneh-aneh hubungin Gue ya. Awa Lo macem-macem, duluan Sil" Gavin menatap sini Alvez lalu memberikan isyarat dengan tangan nya yang seperti memotong leher Alvez, lalu ia segera pergi karena teman nya sudah menelpon nya lagi.
"Berangkat sekarang?" Tanya Alvez.
"Yuk, 30 Menit lagi kelas Gue mulai" Jawab Adsila. Mereka berjalan ke parkiran menuju mobil Alvez. Setelah memakai sabuk pengamannya Alvez langsung menancapkan gas mobil nya.
"Lo latihan di tempat lain juga Sil? Setau Gue latihan di kampus aja udah capek banget" Sebenarnya Alvez pun tidak tau pasti. Tapi saat dulu SMA ia harus mempersiapkan untuk pertandingan sepak bola yang mengharuskan latihan beberapa Minggu sekali bagi nya sudah sangat melelahkan. Apalagi Adsila yang harus latihan setiap hari, tidak di satu tempat pula.
"Kalau Gue bilang nggak capek itu bohong... Gue suka aja ngelakuin nya" Adsila memandang keluar jendela. Melihat jalanan yang penuh dengan mobil. Pikiran nya entah kemana, pertanyaan Alvez seketika membekas. Ia pun mempertanyakan nya.
"Soal kemarin, Gue harap Lo bisa mempertimbangkan nya, atau melupakan nya sejenak. Tapi jangan lama-lama. Gue mau tetap kayak gini walau nanti Lo nolak Gue, lagi-lagi Gue bikin situasi aneh kayak gini ya? Nyatain perasaan, ngomong pertimbangan, melupakan. Emang Gue se'absurd ini hehehe" Tidak ada jawaban dari Adsila. Alvez bisa memaklumi nya, ia tidak ingin membuat Adsila terpojok.
"Makasih Al, hati-hati dijalan yaa" Sebelum Adsila keluar dari mobil, Alvez memberikan sebuah payung kepadanya.
"Ramalan cuaca bilang nanti akan hujan. Buat jaga-jaga aja" Adsila mengambil nya lalu segera keluar dari mobil, tapi Alvez masih berdiam di tempat memperhatikan perempuan itu.
Adsila bertemu seorang perempuan paruh baya, Alvez mendengar perempuan itu memarahi Adsila karena ia belum menutup kaca pintu mobil nya, jarak nya pun tidak terlalu jauh."Kamu udah telat 15 menit! Kamu tau alasan Mama nungguin kamu? Ya ini! Kamu pasti bakalan telat lagi. Mama udah minta jam tambahan, jadi kamu bisa latihan dengan waktu lebih. Cepat ganti baju nya" Ujan Melinda tegas, beberapa orang melirik kearah mereka karena suaranya cukup keras.
Alvez yang menyaksikan itu akhirnya mengerti alasan Adsila latihan setiap hari dan tidak ingin pulang telat. Orang yang selalu berekspektasi tinggi olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desistir
Teen FictionAdsila Tamana, seorang gadis yang tidak pernah menyuarakan isi hati nya. Adsila selalu setuju dengan semua keputusan orang-orang di dekatnya, ia takut bila menolak akan terjadi keributan atau masalah karena keputusan dari diri nya. Sampai Alvez lak...