11

9 4 0
                                    

Hubungan Adsila dan Alvez semakin hari semakin dekat, mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Senyum Adsila selalu mengembang saat bersama Alvez, Adsila merasa saat bersama Alvez ia bisa melupakan masalah nya sejenak. Walau sesekali terjadi perdebatan karena laki-laki itu selalu memaksa untuk mengantar-jemput saat sedang latihan. Karena jadwal latihan Adsila yang semakin padat, terkadang membuatnya merasa tidak enak dengan Alvez. Tapi laki-laki itu selalu memaksa nya, dan Adsila tidak bisa berbuat apapun karena pasti ia kalah argumen dengan Alvez.

"Iya Sil, Lo selesai jam tiga kan?"

"Iya, Lo nggak perlu jemput kok, nanti Gue naik Taxsi aja" Jawab Adsila di seberang sana.

"Tuh Lo mulai lagi kan. Sebelum jam tiga Gue udah stay disana kok, awas aja yaa sampe Lo naik Taxsi, gak ada penolakkan bye. Semangat latihan nya" Alvez segera memutuskan sambungan nya, ia tau Adsila akan berusaha membujuk nya lagi.

Alvez sedang berada di sebuah Rumah sakit, ia mau mengantarkan makanan dan pakaian bersih untuk ibu nya yang bekerja sebagai seorang dokter karena beberapa hari ini tidak pulang, dikarenakan adanya operasi yang cukup banyak dan memakan waktu. Selain itu Alvez juga melakukan pengecekan kesehatan rutin, yang selalu di paksa Ibunya. Alvez segera menuju ruangan Ibunya setelah melakukan pengecekan kesehatan nya.

Tok, Tok, Tok

"Permisi...Mama, Alvez bawa makanan" Dan tepat pintu terbuka, mata Alvez langsung terbelalak. Ibunya memang sudah bilang masih ada pasien, tapi katanya tidak masalah karena sudah menanyakan kepada pasien yang juga tidak keberatan. Tapi Alvez tidak tau pasien tersebut adalah Raska.

"Bang Raska?!" Jika pasien yang berkonsultasi dengan Ibu nya adalah Raska, berarti?

"Loh kalian saling kenal?" dr. Citra Sintara SpBS. Seorang dokter spesialis bedah saraf. Yang mengartikan ada sesuatu yang salah di kepala Raska. Ya, Raska mengidap kanker otak.

"Alvez anak dokter Citra? Ah, Alvez dan adik saya sangat dekat. Jadi beberapa kali kami sempat bertemu" Alvez masih mematung di depan pintu, tapi setelah tersadar dari lamunan nya ia menaruh bekal dan paperbag berisikan baju di meja terdekatnya, lalu dengan segera melarikan diri, tapi saat akan kabur dari situasi yang membuat nya shock Raska menarik nya ke cafe rumah sakit.

Kedua laki-laki itu duduk berhadapan saling diam. Pikiran Alvez sudah menjelajahi dunia lain, ia benar-benar tidak mengerti situasinya. Sedangkan Raska juga sulit menjelaskan nya seperti apa. Raska mencoba menenangkan dirinya, lalu berbicara dengan setenang mungkin.

"Yang tau ini hanya Mama, dokter Citra, Dan sekarang Lo. Pertama Gue minta Lo jangan kasih tau Adsila. Kedua... Gue minta Lo buat jagain Adsila, terakhir apa yang sekarang Lo pikirin itu semua benar. Gue punya kanker otak stadium tiga" Alvez terpukul dengan segala kenyataan itu, ia masih berharap Raska menyangkal itu semua, ia masih berharap ini hanya mimpi belaka saja. Apa maksudnya Raska meminta nya untuk menjaga Adsila?!

Seolah tau dari tatapan mata Alvez, Raska segera menjawab nya "Iya, waktu Gue hanya setahun, kalau beruntung" Alvez baru mengenal Raska sekitar sebulan, tapi saat menghabiskan waktu dengan Adsila, Alvez tau seberapa berharganya Raska bagi perempuan itu. Tapi, apa semua akan baik-baik saja?

"Maksudnya Bang Raska nggak akan ngasih tau Adsila samp-"

"Iya, nggak akan sama sekali. Gue udah berusaha menutupi ini lebih dari sepuluh tahun. Dan nggak akan Gue hancurkan. Jadi Gue mohon sama Lo" Raska menundukan kepalanya, ia takut menatap Alvez entah kenapa.

"Gue nggak dengar atau lihat apapun hari ini, disini yang terjadi hanya melakukan rutinitas biasa Gue aja. Duluan Bang" Alvez bangun dari duduknya, lalu meninggalkan Raska terlebih dahulu dengan perasaan yang campur aduk. Raska merasa sedikit tenang entah kenapa, tapi ia percaya laki-laki itu akan menjaga adik nya dengan baik lebih dari siapapun, bahkan dari dirinya.

_____

Adsila sudah berada di tepi jalan selama lima belas menit, menunggu kedatangan Alvez yang sedari tadi belum ada kabar. Biasanya Alvez akan mengirimkan pesan bila telat, tapi itu tidak pernah terjadi. Laki-laki itu selalu tepat waktu, tapi apa yang terjadi hari ini?

Tiga puluh menit berlalu, Adsila masih berusaha menghubungi Alvez dan tepat saat itu mobil Alvez berhenti di depan nya. Adsila segera masuk karena berada di pinggir jalan.

"Maaf ya telat, tadi Rumah sakit macet banget"

"Iya nggak papa, tapi tumben Lo nggak ngasih kabar?" Adsila memakai seatbelt nya.

"Handphone Gue lowbat, jadi nggak sempat. Khawatir yaa?" Adsila menatap tajam Alvez.

"Males banget, udah nyetir aja yang bener. Gue hari ini ada janji mau makan malam sama Bang Raska" Dan saat itu Alvez menginjak rem dengan mendadak, membuat kepala Adsila sedikit terbentur Dashboard Mobil.

"Ah maaf Sil, nggak papakan?!"

"Iya, Lo lagi ada masalah?" Alvez diam, ia segera menjalankan mobilnya karena banyak mobil yang sudah membunyikan klakson mereka.

"Lagi pusing aja karena tugas Gue makin banyak, hehehe" Jawab Alvez mencoba setenang mungkin.

"Tuh, Lo tuh kecapean tau! Udah di bilang jangan antar-jemput Gue pake maksa segala. Nan-"

"Ssst, ceramah nya besok aja lagi. Tuh udah sampe rumah" Adsila menghela napas panjangIa tidak tau bagaimana harus menangani laki-laki di depan nya ini.

"Ngeselin. Hati-hati di jalan" Setelah Adsila masuk ke dalam rumah, Alvez baru melajukan mobil nya. Pikiran nya masih berkecamuk. Bagaimana caranya bisa setenang ini, di saat ia mengetahui hal penting bagi seseorang yang ia sayang?



DesistirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang