Setelah kejadian malam itu, semua perlahan berjalan dengan lancar. Adsila menyibukkan diri untuk lomba nya, walaupun sesekali ia masih berusaha menemui Bunga dengan hasil yang tidak baik. Daniel hilang bak ditelan bumi. Alvez dan Gavin yang sekarang mengisi hari-hari nya, menemani bila sedang lelah berlatih.
Tapi setelah hari kompetisi datang Adsila tidak pernah lagi terlihat. Tenang saja, Adsila memenangkan kompetisi. Tapi entah mengapa Adsila mengurung diri, tak memberikan kabar apapun kepada Gavin dan Alvez. Tidak masuk kuliah selama tiga hari. Alvez dan Gavin sudah menghubungi nya sebisa mungkin tapi selalu di tolak. Dan di kamar nya lah Adsila sekarang berada.
"Sil, kamu udah makan?" Raska juga dari kemarin sudah mencoba membujuk adik nya, dan hasil nya pun nihil. Tapi setidaknya Raska tau apa yang di alami dan alasan Adsila menggurung diri.
Saat kompetisi selesai dan Adsila menerima penghargaan, ternyata saat mengganti baju nya Melinda tetap memarahi hanya karena menurut Melinda gerakan Adsila itu kurang menghayati dan tidak sepenuh hati. Ibu nya juga bilang kalau ia memenangkan kompetisi karena lawan nya yang memang masih dibawah Adsila atau tidak sepadan. Adsila kira ia akan mendapatkan pujian atau semacam nya. Tapi Melinda bersikeras untuk menambah waktu latihan nya, dan jika di kompetisi selanjutnya Adsila tidak bisa maksimal Melinda akan memindahkan nya ke luar negeri.
"Tenang aja Abang yang ngomong sama Mama, Kamu makan dulu ya. Gavin sama Alvez ngirimin makanan banyak banget nih, ada Ice cream matcha loh... Sayang tau, kamu udah tiga hari nggak temu matcha nggak kangen? Abang tunggu di ruang makan ya, Mama udah pergi ke kantor" Tepat saat Raska akan meninggalkan pintu kamar Adsila, gadis itu membuka nya.
"Adsila mau ica cream nya" Raska terkekeh dengan ucapan Adsila. Memang matcha selalu menjadi penolong bila mood Adsila tidak bagus. Mereka berdua turun ke bawah menuju ruang makan, tapi saat Adsila membuka kulkas, ia tak mendapatkan Ice cream matcha nya, Adsila hanya melihat tumpukan sayur dan juga buah segar.
"Abang, mana Ice cream nya?" Tanya Adsila.
"Ada di luar" Adsila mengerutkan dahi nya, tapi ia segera keluar. Saat itu juga Adsila tak mendapatkan ice cream matcha nya, melainkan Alvez yang sudah menunggu.
"Yuk, Gue udah izin sama Bang Raska kok"
"Hah? Tapi Gue belum ganti baju" Adsila memakai baju rumahan, dengan celana training hitam dan baju polos yang sedikit kebesaran, jangan lupakan sendal jepit ungu nya.
"Nggak papa. udah cantik kok" Adsila yang masih bingung dan ragu hanya diam di tempat sampai akhirnya Alvez menarik tangan nya untuk masuk ke dalam mobil.
_____
Kedua remaja ini sudah berada di kedai Ice cream kesukaan Adsila, dengan semangkuk ice cream matcha tentunya yang sudah hampir habis di lahap Adsila. "Pelan-pelan Sil, Gue nggak akan minta kok" Alvez memperhatikan gadis yang di depan nya, rasanya sudah lama sekali ia tak melihat nya, terlebih senyuman manis yang terukir di bibir itu. Alvez ingin menanyakan banyak hal, tapi ia takut menyakiti perasaan Adsila. Sebenarnya Alvez dan Gavin mengetahui kondisi Adsila setelah mendesak Raska dengan menelpon nya setiap hari, meneror nya dengan pesan-pesan aneh yang membuat Raska akhirnya buka mulut.
Setelah menghabiskan semangkuk ice crema penuh, Adsila membersihkan mulut nya lalu memandangi jendela dengan napas berat. "Maaf karena mengabaikan semua pesan dan telpon yang Lo kirim" Adsila membuka suaranya.
"Gue nggak tau mau ngomong apa... Selama ini Gue cuman bisa nyusahin kalian dengan masalah Gue tanpa mau tau apa yang kalian rasain. Sampai akhirnya Gue yang menghancurkan semua nya" Alvez menatap Gadis di depan nya lebih dalam.
"Gue yang mau kalau Lo ada masalah tell me please, cari Gue. Sampai akhirnya Lo pelan-pelan terbuka sama Gue, I am very happy Sil. Jadi jangan pernah merasa keberatan. Gue sama Gavin ngerti sama kondisi Lo sekarang. Lo cukup menyemangati diri Lo sendiri biar Gue yang ada di belakang kalau Lo lelah" Adsila terdiam berusaha menahan air mata nya. Sekali lagi ia merasa bersalah dengan Alvez.
Jangan pernah mengatakan Adsila tidak mengetahui perasaan Alvez. Adsila tau dan Adsila paham betul akan hal itu. Makanya selama tiga hari itu ia menghilang membiarkan Alvez meninggalkannya. Adsila belum bisa memahami perasaan nya terhadap Alvez, ia tidak ingin membuat harapan palsu atau semacam nya. Adsila pun takut bila ia bersandar dengan Alvez, laki-laki itu akan meninggalkan nya secara tiba-tiba.
"Makasih Al udah dateng dengan tiba-tiba, sorry"
"Udah ah sedih nya. Lo tau nggak si selama tiga hari Gue selalu berduaan sama si kunyuk tanpa alasan. Aneh banget sumpah, masa kaki Gue tiba-tiba nyamperin dia ke fakultas nya begitu pun sebalik nya, kita jalan bareng buat nyari sepatu main games bareng. Sumpah Gue merinding" Alvez menceritakan segalanya saat tiga hari terakhir.
"Tapi kan di balik itu semua ada hikmah nya, Lo jadi bisa deket sama Gavin" Akhirnya senyuman bahkan tawa hangat Gadis itu ia lihat lagi, senang rasanya. Ia tak ingin senyuman itu hilang dari wajah nya. Alvez mampu menunggu selama apapun untuk ia mendapatkan jawaban atas perasaan nya, tapi bila melihat nya sedih Alvez rasa ia tak bisa.
"Jangan pernah kehilangan senyuman itu lagi Sil,"
"Lo boleh melakukan apapun, asal senyuman itu tetap ada. Gue bahagia kalau Lo bisa tersenyum kayak gitu, kedengaran nya alay. Tapi Gue serius akan hal itu" Adsila merasakan perasaan hangatnya menjalar ke seluruh tubuh nya.
"Mmm, Lo belum pernah membuka tentang diri Lo. Kalau di ingat sebenarnya Gue nggak tau apapun tentang Lo, Al"
"Nanti aja, nanti kalau semua sudah lebih tenang dan waktunya pas"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desistir
أدب المراهقينAdsila Tamana, seorang gadis yang tidak pernah menyuarakan isi hati nya. Adsila selalu setuju dengan semua keputusan orang-orang di dekatnya, ia takut bila menolak akan terjadi keributan atau masalah karena keputusan dari diri nya. Sampai Alvez lak...