9

15 4 0
                                    

Jangan lupa vote dan Coment nya. Enjoy!















VOTE AND COMENT























_____


"Please, dengerin Gue dulu Bunga!" Apa ini akhir dari persahabatannya dengan Bunga?

"Mau Lo apa si?! Please kasih Gue waktu" Bunga sudah banjir dengan Air mata. Ia benar-benar kesal, Bunga membenci dirinya karena menjadi orang bodoh, tentu ia juga membenci Daniel dan Adsila. Ia merasa seperti boneka sekarang. Selama ini ia di permainankan oleh sahabat dan orang yang ia suka.

"Dengerin Gue sebentar dulu" Sama hal nya dengan Bunga, wajah Adsila juga sudah basah dengan air mata.

"DENGERIN APA? LO MAU BILANG GUE BODOH?! CUKUP SIL! Lo memposisikan Gue bener-bener sebagai penjahat Lo tau"

"Bukan gitu Bung. Gue nggak bermaksud kayak gini" Kacau, pikiran Adsila sudah kacau. Ia bingung menjelaskan nya dengan Bunga seperti apa.

"Apa?! SEMUA UDAH JELAS. LO SUKA SAMA DANIEL, DAN DANIEL MANFAATIN PERASAAN GUE BUAT DEKETIN LO! LO MAU MEMPERJELAS APA LAGI! KALAU LO KASIAN SAMA PERASAAN GUE? ATAU MAU MENERTAWAKAN KEJADIAN INI? Lepasin tangan Gue Sil. Gue benar-benar muak liat Lo. Lo nggak tau gimana perasaan Gue yang dijadikan boneka sama kalian, karena Lo selalu dapat perhatian dan kasih sayang yang Gue mau." Bunga menghentakkan tangannya dan akhirnya terlepas dari cekalan Adsila, ia langsung menghentikan taxsi yang kebetulan lewat.

Adsila menangis sejadi-jadinya, bukan ini yang ia maksud. Bila seperti ini ia tak akan mau mendengarkan apa yang akan dikatakan Daniel. Sudah hancur persahabatan nya.

"Sil Lo nggak papa?" Alvez datang, lebih tepatnya Alvez mengikuti mereka dan mendengarkan pertengkaran kedua sahabat ini.

"Bunga, Al" Alvez menarik Adsila kedalam pelukannya. Mencoba menenangkan perempuan ini.

"Biarin Bunga tenang dulu Sil, dia butuh waktu"

Di lain sisi...

"Maksud Lo ngomong kayak gitu apa bangsat!"

Bugh!

Yaa, Gavin masih menghajar Daniel, dan laki-laki itu tidak berniat membalasnya sama sekali atau menghindar. Orang-orang di restoran juga sudah berusaha melerai mereka, tapi Gavin terlalu diselimuti dengan amarah.

"Banci Lo!" Satu pukulan terakhir untuk Daniel.

"Gue kecewa sama Lo Dan. Dengan semudah itu Lo hancurin persahabatan ini demi ke'egoisan Lo itu! Bisa-bisanya Lo tega kayak gitu sama Bunga dan Adsila. Jangan pernah harap Lo bisa balik" Gavin meninggalkan Daniel yang terkapar lemas. Seluruh wajahnya penuh dengan memar dan darah segar yang mengalir dari ujung bibirnya serta hidungnya. Orang-orang sekitar langsung mencoba membantu Daniel tapi ia menolaknya.

_____

Kejadian semalam benar-benar di luar perkiraan mereka semua. Adsila berusaha menghubungi Bunga berkali-kali, tapi tak digubris oleh sahabat nya. Gavin menyuruh nya istirahat begitu'pun dengan Alvez.

Adsila menuju fakultas Bunga untuk menemui perempuan itu, ia benar-benar tidak bisa membiarkan hubungan nya hancur begitu saja dengan sahabatnya. Adsila menunggu di salah satu tempat yang biasa Bunga lewati. Dan ya, perempuan itu muncul.

"Bung bisa ngomong bentar?" Adsila menahan tangan Bunga.

"Lepas. Gue benar-benar nggak mau denger apa yang keluar dari mulut Lo. Basi Sil" Adsila melepaskan tangan Bunga perlahan. Air mata nya jatuh lagi, Bunga lalu meninggalkan nya. Adsila benar-benar tidak mau meninggalkan persahabatan ini.

"Adsila? Lo ngapain di sini?" Alvez menghampiri perempuan itu.

"Lo nangis lagi?"

"Ikut Gue" Alvez membawa nya ke suatu tempat, ia harus menenangkan perempuan ini.

Taman kota. Tempat pertama yang terlintas dalam pikiran Alvez dan tempat mereka berada sekarang. Alvez membawa Adsila ke taman kota untuk menyegarkan pikiran nya, taman yang hijau, melihat anak-anak tertawa.

"Gue nggak tau sebenernya harus ngomong apa sama Bunga. Gue mau dia nggak salah paham aja, tapi kayak nya nggak akan kayak gitu" Ucap Adsila.

"exactly, posisi kalian bertiga salah. Bunga butuh waktu Sil buat menerima ini semua, buat dia ngerti. Karena pasti nggak mudah buatnya. Walaupun nanti nya akan ada kemungkinan terburuk" Alvez memandang wanita yang duduk tepat di sebelah nya. Masih dengan kebiasaan menundukkan kepala nya dengan rasa khawatir.

"Harus nya dari awal Gue nggak pernah mengutarakan perasaan Gue sama Daniel, harus nya Gue nggak suka sama Daniel" Adsila merasa ini semua salah nya. Ia yang memulai nya.

"Lo ingat Gue pernah ngomong kalau perasaan itu nggak bisa di kendalikan sekalipun Lo pemilik nya kan? Harus nya sekarang Lo ngerti itu. Mau orang yang Lo suka udah berkeluarga, punya pacar, kalau Lo suka Lo mau kayak gimana? Otak sehat Lo akan mencoba buat melupakan atau nggak suka lagi sama orang itu. Tapi perasaan Lo? Nggak akan semudah itu Sil. Lo nggak bisa menyalahkan perasaan itu" Ucap Alvez lagi.

"Gue harus gimana Al? Bunga satu-satu nya orang yang mau berteman sama Gue... Kemungkinan terburuk yang Lo maksud tadi apa?"

"Lo yakin mau denger? Ini cuman menurut pikiran Gue aja, dan semoga nggak terjadi" Adsila menganggukan kepalanya menatap Alvez serius.

"Dia nggak akan balik lagi jadi sahabat Lo," Alvez menjeda ucapan nya.

"Gue nggak pernah percaya dengan kata-kata ataupun kalau ada yang melontarkan pertanyaan ini. Kalau kalian disuruh milih sahabat atau pacar, kalian pilih siapa? Rata-rata 80% orang akan milih sahabat dengan alasan pacar bisa di cari lagi, tapi sahabat yang setia kayak dia nggak bisa dicari lagi. its a bullshit" Alvez terkekeh.

"Nyatanya kalau Lo lagi berhubungan atau punya perasaan sama orang. Lo akan mencoba sampai mendapatkan dia. Karena disaat itu Lo cuman mau dia nerima atau tau perasaan Lo, karena itu perasaan bukan akal sehat Lo. Dan Gue melihat itu ada di Bunga. Mungkin iya dia butuh waktu, tapi kalau nyatanya waktu yang dia butuhkan hanya untuk menyalahkan Lo karena suka sama mantan nya? Bunga termasuk 80% orang itu" Wow. Sebenarnya Alvez kaget ia bisa mengatakan itu.

"Kenapa orang-orang itu milih pacarnya? Gue rasa mereka cukup pintar untuk milih sahabat atau pacar" Balas Adsila bingung.

"Kalau mereka cukup pintar kenapa banyak kasus pacar di bunuh karena cemburu, sahabat yang mencelakai teman nya karena merebut pacar nya? toxic relationship. Mau Lo berusaha segimana pun buat menyadarkan sahabat Lo, dia akan milih pacar nya. Semua jawaban dia, memilih sahabat itu berarti bohong, approve? Mau dengan alasan Lo punya waktu banyak sama Gue, sedangkan pacar Gue belum. Lo harus bisa nerima Gue dengan pacar Gue karena dia orang baru di hidup Gue, It all doesn't matter. Kenapa Lo yang nggak bisa ngasih pengertian ke pacar Lo kalau Gue sahabat Lo? Ini semua hanya tentang perasaan dan logika aja Sil" Alvez menatap Adsila, ia menepuk kepala perempuan itu. Alvez tau Adsila tidak ingin itu terjadi, tapi Alvez juga tidak bisa mencegahnya. Di sini ia hanya bisa menghibur dan menjaga Adsila saja.

"Mulai sekarang kalau ada masalah Lo bisa cerita sama Gue. Kalau Lo percaya Bunga nggak kayak gitu Lo bisa kasih dia waktu walaupun cukup lama. Ah! Lo juga harus jawab perasaan Lo sama Gue! Tapi nanti aja hehehe" Alvez akan menunggu sampai Adsila menerima perasaan nya.

"Maaf belum bisa jawab pertanyaan itu, but makasih Al buat semua nya" Sore itu mereka menghabiskan waktu berdua di taman, berbincang-bincang ringan dengan canda tawa. Alvez ingin Adsila melupakan masalah nya sejenak, walau hanya sementara.

DesistirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang