Under the Rain

712 86 11
                                    

-notes-
Italic: flashback

.
.
.

Embun meninggalkan pagi. Langit tak cerah hari ini. Awan kelabu mulai berkumpul di langit, pertanda hujan akan turun sebentar lagi.

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun bergelung dalam selimut biru gelapnya dengan kedua tangan menutup keras telinganya.

Ia benci pagi ini. Suara teriakan bersahutan terdengar jelas dari luar kamarnya. Suara Ayah dan Ibunya. Saling berteriak dan menyakiti. Hanya saling berteriak tapi kata-kata juga mempunyai kekuatan untuk melukai.

Tidak hanya pagi ini. Ia benci hidupnya beberapa tahun belakangan. Tidak pernah ada kata-kata manis di antara kedua orang tuanya. Tidak ada lagi acara makan malam bersama. Tidak ada lagi acara pergi liburan bersama.

Sunyi.

Di sela teriakan keras yang mengisi rumah megahnya, nyatanya dunianya terasa sunyi. Seakan terombang-ambing sendiri tanpa pijakan yang pasti.

Pemuda dengan surai hitam kelam itu berusaha bangkit dari tidurnya seraya melangkah menuju beranda kamarnya. Berharap udara luar bisa menjernihkan pikiran dan juga indera pendengarannya.

Ia meregangkan tangannya di udara. Manik kelamnya menatap langit kelabu yang membentang di atasnya. Sejurus kemudian merasakan titik-titik hujan perlahan turun mengenai wajah dan lengannya.

Dirinya enggan beranjak masuk. Ia menengadahkan kepalanya membiarkan butiran hujan membasahi wajahnya. Senyum tipis terpatri di bibirnya.

'Biarlah hujan membawa sedih dan perih hidupku,' lirihnya dalam hati.

Kemudian tertawa miris. Andai bisa semudah itu. Andai butiran hujan bisa membasuh pergi semua rasa sakit dan luka di hatinya yang semakin hari semakin menganga.

Beberapa lama ia berdiri di sana membuat piyamanya kuyup seketika. Suara tawa menyapa telinganya membuat atensinya beralih saat itu juga. Dari atas beranda kamarnya, maniknya menangkap seorang anak laki-laki dengan payung merahnya melompat-lompat semangat di halaman rumah. Sedetik kemudian melemparkan payungnya ke sembarang tempat kemudian berputar-putar sambil tertawa riang.

"Dasar aneh. Mengapa segirang itu hanya karena hujan," gumamnya pelan dengan kening berkerut melihat pemandangan tak biasa pagi ini.

Tak lama maniknya menangkap seorang wanita cantik berlari tergopoh-gopoh menghampiri laki-laki tadi seraya mengambil cepat payung merah yang tadi dilempar begitu saja.

"Asahi! Cepat masuk! Jangan bermain hujan seperti itu. Nanti kau sakit!" seru wanita yang ia duga adalah Ibunya.

Tanpa sadar dirinya tertawa ketika melihat anak laki-laki yang lebih mungil darinya tampak mengerucutkan bibirnya seakan merajuk karena Ibunya mengganggu kesenangannya.

Asahi.

Nama anak laki-laki itu Asahi. Hal pertama yang menjadi sumber tawanya hari ini.

"YOON JAEHYUK! APA KAU GILA BERDIRI DI TENGAH HUJAN SEPERTI ITU?!"

Tawanya lenyap seketika ketika mendengar pintu kamarnya dibuka kasar, menampakkan sosok Ayahnya yang berkacak pinggang dengan mata tajam penuh amarah.

Dengan langkah cepat sosok kepala keluarga itu mendekat ke arahnya dan menarik tangannya kasar.

"Penerus keluarga Yoon tidak ada yang melakukan hal tidak berguna! Penerus bisnis keluarga Yoon tidak ada yang menghabiskan waktu dengan hal aneh!" teriaknya dengan nada tinggi.

JaeSahi Shortfics CompilationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang