Take My Name

821 95 36
                                    

This story inspired by yesterday's fansign yang membuat jaesahi mania galau haha. Ini hanya crita yang aku buat dari perspektifku sendiri ketika lihat fansign kmrn.

Enjoy!

--

"I want my surname to be attached to your name just like the roots of a tree attached to the ground. Strong and will not be separated"

--

Suara goresan pensil yang bergesekan dengan kertas terdengar jelas di ruang tengah dorm yang sunyi sore itu. Pemuda asal Jepang dengan surai hitam sedang berkutat dengan dunianya. Sesekali menggigit bibirnya--tampak berpikir--tatkala beberapa goresannya terlihat kurang sesuai. Maniknya melirik jam yang bertengger di dinding. Sejurus kemudian menghela napas panjang.

Dirinya dan kesendirian terkadang bukanlah hal yang baik ketika pikirannya sedang penuh. Menggambar adalah suatu distraksi baginya untuk meredam pikiran-pikiran negatif yang sejak kemarin singgah di otaknya.

"Sahi-ya," panggil seseorang yang tiba-tiba saja sudah berada di ruang tengah dormnya. Terlalu sibuk dengan dunianya sehingga tidak mendengar pintu dorm yang terbuka.

"Ah Junkyu Hyung. Maaf aku tidak mendengar ada yang membuka pintu. Ada apa, Hyung?," ucapnya pelan seraya mengulas senyum yang terkesan dipaksakan.

Junkyu memandang Asahi yang hanya bertanya sekilas kemudian kembali sibuk dengan pensil dan kertas putihnya.

'Dia kenapa?' gumam Junkyu dalam hati. Matanya seketika membulat ketika otaknya mulai menyusun kemungkinan ataupun skenario yang mungkin telah terjadi karena kejadian di fansign kemarin.

"Ada apa kemari, Hyung? Yang lain sedang ada jadwal latihan."

"A-ah begitu ya. Aku ingin bertemu Jaehyuk. Aku kira ia berada di dorm," jawab Junkyu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Hati Asahi berdenyut mendengar jawaban Junkyu namun secepat kilat berusaha menetralkan ekspresinya. Menunjukkan perasaan bukanlah keahliannya.

"Jaehyuk sedang latihan. Mungkin akan kembali sebentar lagi. Mau menunggu sebentar di sini? Mau kubuatkan sesuatu?" tanya Asahi lagi masih dengan kepala yang tertunduk menatap kertas di depannya. Berusaha menyibukkan dirinya agar tidak harus bertemu tatap dengan lawan bicaranya.

Ia yakin dengan sekali tatap maka pertahanannya akan runtuh. Hatinya akan berdenyut sakit lalu air mata sudah pasti menyeruak keluar dari maniknya.

"Aku akan menunggu di sini saja jika itu tidak masalah bagimu."

Asahi menghembuskan napasnya kemudian menatap Junkyu dengan senyum tipis terulas di bibirnya.

"Tentu tidak masalah. Sebentar lagi Jaehyuk akan kembali. Latihannya selesai 5 menit lagi," jawab Asahi sambil melirik jam dinding di ruang tengah.

Junkyu mengangguk pelan kemudian memposisikan dirinya di samping Asahi. Pandangannya tertuju pada hasil gambar pemuda manis itu.

"Kau memang sangat pandai menggambar. Aku iri."

Asahi terkekeh pelan.

Iri?

Bagaimana bisa seorang Junkyu iri dengannya? Bukankah seharusnya sebaliknya?

"Tidak perlu iri, Hyung. Kau sudah memiliki semuanya. Wajah yang tampan sekaligus cute, proporsi tubuh yang sempurna, suara yang indah, selera humor yang bagus. Mungkin seharusnya sebaliknya, Hyung. Aku yang iri padamu. Kau lebih dari segala sisi dibanding diriku."

Kening Junkyu berkerut mendengar jawaban Asahi yang terkesan biasa dan datar namun entah mengapa seperti tersirat makna lain di balik kata-katanya. Hatinya semakin mengatakan ada yang tidak beres. Asahi bukanlah orang yang akan berkata secara gamblang mengenai perasaannya apalagi rasa iri. Asahi bukan orang seperti itu.

JaeSahi Shortfics CompilationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang