Perempuan berambut navy itu sedang duduk di kursi besi yang berada di Taman Kota. Malam ini adalah akhir minggu, banyak para muda mudi ataupun keluarga kecil menghabiskan waktu malamnya di sini. Sekedar melepas rehat, para orang tua tampak tengah mengawasi putra putrinya bermain di wahana yang tersedia di sana. Mulai dari jungkat jungkit, ayunan, seluncuran dan permainan ketangkasan, berbentuk kumpulan besi padat yang dibentuk menyerupai jeruji bola raksasa.
Suasana hangat tercipta, tawa riang, teriakan khawatir dari para orang tua yang menyebut nama anaknya.
"Hati-hati!"
atau
"Awas jatuh, Nak.."
Membuat desiran halus merambat di benak perempuan cantik berusia 29 tahun itu. Dibandingkan hatinya yang menghangat, di sisi lain ia mengulas senyum miris saat melihat interaksi anak-anak dengan orang tuanya sebagaimana seharusnya. Terutama saat ada bocah perempuan yang sangat dimanja oleh Ayahnya. Membalut rasa bahagia dengan saling melempar canda dan berbagi permen kapas. Pemandangan itu sontak membuat Hinata iri.
Sikap bengis dan kejam Sang Ayah terlalu mendominasi ingatan, hingga ia susah untuk sekedar membuka percakapan dengan sosok paruh baya yang memiliki mata sama dengannya. Tak ada yang tersisa selain kecewa.
Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya.
Ayah adalah figur pelindung, memberi rasa nyaman dan aman pada anggota keluarga.
Ayah tak hanya menghidupi tapi juga mengayomi dan mendidik.
Selelah-lelahnya seorang Ayah dalam mencari nafkah, ia akan dengan senang hati meluangkan waktu untuk menemani anak-anaknya bercengkrama. Meluangkan telinga untuk mendengar keluh kesah pasangan hidupnya, mengenai aktifitas yang dilakukan seharian.
Namun sayangnya, Hinata tak mendapat perlakuan demikian dari Hiashi. Bukan kata-kata yang lembut dan menenangkan yang mampir di sepasang rungunya. Melainkan hanya umpatan, hardikan dan makian kasar. Itulah yang kerap kali Hinata dapatkan saat ia tinggal di kediaman orangtuanya. Hingga ia memutuskan pindah karena tidak betah dengan situasi yang selalu sama setiap waktu. Menjadi anak broken home tidaklah mudah untuk dilalui tapi Hinata tetap tegar berdiri, walau sendiri.
Hinata memilih untuk menutup diri dari laki-laki, sampai ia menginjak usia hampir kepala tiga. Bukan karena tidak ada yang ingin bersamanya. Ia hanya takut jika apa yang ia dapat dari Ayahnya, terulang kembali. Luka itu rupanya masih ia bawa.
Hingga detik ini, ia belum dianugerahi lelaki yang sesuai dengan keinginannya. Yang menyayangi setulus hati dan menjadi sosok pelindung untuk dirinya.
.
.
.Tbc
Ini fiksi tahun 2021 ya.
Sempat kutarik karena ada beberapa perbaikan di part aku.
Selamat membaca..
Ini kolaborasi aku dengan Laceena
KAMU SEDANG MEMBACA
Comfort table (End)✔️
FanfictionBerawal dari banyak peristiwa menjengkelkan yang memancing amarah tak terkendali. Pun perdebatan tak terelakkan. Namun di saat yang sama, perlahan rasa rindu datang menyiksa. Bagaimana kisah selengkapnya ? Silakan baca. My collab with @laceena Ini...