Bab 13

374 100 32
                                    

Sesuai dengan ucapannya waktu itu. Kini, Hyuuga Hinata sudah kembali ke kantornya lagi. Walau masih diliputi rasa jengkel dengan Bosnya, tapi ia tetap menjejakkan kakinya di perusahaan Kitsune Ramen Food. Tempat ia bisa menghabiskan pikiran dan tenaganya. Tempat yang membuat ia merasa nyaman selain di rumah ibunya di Sapporo dan di apartemen sederhana miliknya, di kawasan Tsukiji.

Wajah cantik itu tampak sumringah, di sepanjang perjalanan senyum cantik tak lepas dari parasnya. Setelah 10 menit menghabiskan waktu melangkahkan sepasang tungkai kakinya. Akhirnya, ia tiba di dalam ruangan yang sangat ia rindukan. Namun, sedetik kemudian senyum itu sekejap mata langsung menghilang dari pandangan. Netra rembulannya terbelalak saat mendapat sesuatu yang sudah bertahta cantik, di atas meja kerjanya.

Hinata merotasi bola matanya. Berjalan dengan menghentak kaki menuju kursinya. Ia mendengus setibanya sampai."Apa apaan ini ?!!"geramnya. Ini masih terlalu pagi untuk meluapkan emosi. Tapi memang inilah yang ia lakukan pada detik ini.

"Dasar penjajah !!"gerutu Hinata, kesal bukan main.

Ia menepuk keras sesuatu itu dengan satu tapak tangannya. Meluapkan kekesalan yang semakin menjadi-jadi di sana. Wajah cerianya kini berganti dengan mengerut jengkel. Pagi ini, ia mendapat sapaan hangat dari Bosnya.

Sapaan hangat ? Ya, sapaan hangatnya bukan berupa senyum tampan nan menawan atau ungkapan rindu. Melainkan 2 tumpuk dokumen yang tingginya melebihi PC-nya sendiri.

Hinata memaksa pantat sintalnya untuk duduk di kursi. Ia menarik napas berkali-kali dan menggeleng kepala dengan heran. Ia berpikir, bahwa apa yang diucapkan bosnya waktu itu hanya gertakan belaka. Pria itu lagi-lagi menunjukkan kuasanya. Dengan mewujudkan gertakannya menjadi kenyataan yang harus Hinata hadapi detik ini juga.

Disela-sela kedongkolannya, tiba-tiba iris rembulannya menyipit ke tepi kanan monitor komputer. Terdapat sebuah stikcy note yang tertempel di sana. Kedua alisnya berkerut bersamaan. Ia mengambil paksa secarik kertas putih itu dan membacanya dengan seksama.

-Selamat menikmati pagimu yang menyenangkan. Sering-seringlah libur tanpa alasan, maka aku dengan senang hati akan menambah hukumanmu.-

Lidah Hinata berdecak-decak setelah membaca memo tersebut. Tangannya menarik paksa stikcy note itu, meremas-remasnya hingga menjadi gumpalan bola kecil. Kemudian dilemparkannya ke tong sampah terdekat. Kejengkelan sepertinya betah bercokol lama, enggan untuk berpindah apalagi menghilang.

"Benar-benar penjajah! aarrghhh !!!" Hinata berseru geram.

Ia menghentakkan kedua kakinya berkali-kali ke lantai keramik ruangannya dan mengacak helaian kelamnya yang sudah tertata rapi. Di detik selanjutnya, ia segera tersadar dan berusaha untuk menetralkan amarah sekaligus rasa kesalnya yang tertahan. Hinata menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia melakukannya bukan satu kali, tapi berkali-kali hingga ia merasa tenang dan lapang sendiri.

Ia harus kembali ke realita hidupnya, bahwa ia hanyalah seorang karyawan yang harus mengikuti semua perintah si Bos tanpa banyak protes ataupun membantah. Sialannya lagi, Bosnya kali ini adalah pria yang memiliki arogansi tinggi, angkuh sekaligus menyebalkan yang dibalut dengan paras rupawan bak pangeran incaran para putri bangsawan di Negeri Dongeng.

Hinata menghela napas, ia sudah berada di situasi yang lebih tenang. Ia menarik kursi hingga mendekat ke pinggir meja dan membuka satu per satu dokumen yang ada."Ayo semangat, Hinata. Kau pasti bisa!"seru Hinata bermonolog ria.

Ia mengepalkan tangannya di udara setinggi yang ia bisa, sebentar. Lalu menurunkannya lagi seperti semula. Ia mensugesti dirinya sendiri agar selalu bersemangat, walau hujan badai sekalipun.

Comfort table (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang