Bab 7

379 98 25
                                    

Perempuan berambut sepunggung itu berjalan dengan langkah gontai menuju ke ruang kerjanya. Sambil sesekali menguap. Kantung mata menghitam dan raut lelah sangat jelas terlihat di wajah. Beruntung, ia cantik. Mau sekacau apapun bentuk yang diperlihatkan, tetaplah ia selalu tampak jelita.

Walaupun dengan kondisi mengantuk, ia masih berupaya untuk sadar. Ia mengerjap dan menggosok kelopak putihnya agar bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapannya, walau berefek hanya sesaat. Karena hasrat ingin tertidur pulas jauh lebih mendominasi dalam dirinya saat ini.

Hinata terduduk paksa di kursi putarnya. Ia merobohkan kepala yang masih terasa berat di atas meja kerja.

Mei Terumi yang sudah datang dan duduk di kursi pun terkejut, melihat tampilan Hinata seperti zombie.

"Hei, ada apa, Hinata ?" tanya Mei Terumi khawatir. Ia menghampiri meja kerja Hinata dan menepuk-nepuk pipi sahabat baiknya.

Hinata menggeliat."Aku --" Hinata segera menutup mulutnya yang membuka lebar alias menguap,"... masih mengantuk, Mei.." racau Hinata pelan, ia kembali menempelkan kepalanya di depan komputer. Ia ingin membuka kelopak matanya tapi terasa sangat berat dan keadaan ini cukup menyiksa dirinya. Belum lagi rasa pegal yang melanda di sekujur tubuh, membuat ia sangat membutuhkan istirahat yang cukup sekarang.

Melihat kondisi Hinata yang seperti itu, Mei Terumi menghela napas panjang."Memang apa yang kau lakukan, Hinata ? Tak biasanya kau seperti ini." Mei Terumi mengambil kursinya dan duduk di sebelah Hinata. Ia menyibak helaian indigo yang menutupi separuh wajah cantik sahabatnya, memperhatikan wajah kantuk Hinata yang begitu menggemaskan.

Hinata mengerjap pelan, ia mencoba sedikit mengangkat kepalanya yang masih berdenyut nyeri."Bos sialanmu itu, memberikanku ... " Hinata menjeda ucapannya karena kembali, mulutnya terbuka paksa, saking ngantuknya. Kepalanya menggeleng lemah."Banyak pekerjaan. Aku pulang hingga jam 11 malam,"racau Hinata, layaknya orang kebanyakan minum minuman beralkohol.

Hinata berupaya mengumpulkan kesadaran walau hanya 20 persen saja. Punggungnya berpindah posisi menjadi tegak, kedua kelopak matanya mulai sedikit terbuka. Tangan kanannya terkepal jua untuk menepuk-nepuk pundak, lalu mengusap tengkuk. Disertai lenguhan kecil.

"A-apa ? b-bos sialan ?" Mei Terumi berujar takut, ia menoleh ke arah pintu masuk ruangan. Siapa tahu nanti ada yang lewat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Mei Terumi tak ingin terlalu jauh memikirkan sebuah asumsi yang hinggap di kepalanya. Oleh karena itu, sebuah ide brilian terlintas di otak wanita berambut coklat sepunggung itu.

"Aku akan membuatkan kopi untukmu. Sementara ini kau butuh asupan kafein yang cukup. Ingat, kau sudah berada di kantor, Hinata," saran Mei sekaligus mengingatkan keadaan sahabatnya agar tersadar. Ia tersenyum lembut ke arah Hinata yang masih berusaha untuk menegakkan punggungnya susah payah.

Hinata mengangguk lemah."Terserah, Mei.." Hinata membalas singkat. Dalam hitungan detik, ia kembali menenggelamkan wajah cantiknya di atas meja kerja.

Mei Terumi hanya menggelengkan kepala dan mengulas senyum maklum. Ia beranjak pergi dari ruangan itu dan bergegas untuk membuat kopi di pantry.

.
.
.

Naruto masih sibuk memeriksa beberapa berkasnya. Tadi pagi, ia mengadakan briefing secara mendadak kepada seluruh karyawan Kitsune Ramen Food. Hanya satu sosok yang tak terlihat oleh safir birunya, yaitu Hyuuga Hinata. Kepalanya terus menggeleng keras, ia tak ingin mengingat kejadian tadi malam. Wajah cantik nan polos saat Hinata tertidur terus membayangi pikirannya, bahkan saat pria itu sudah tiba di apartemen mewah miliknya sendiri. Naruto sulit untuk memejamkan kedua kelopak mata sewarna madunya hingga beberapa jam lamanya. Tak bisa dipungkiri, jika mengingat hal demikian, gemuruh di jantungnya tak bisa dihentikan.

Comfort table (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang