Naruto menghirup udara sebanyak yang ia bisa dan menghembuskannya perlahan. Ia membetulkan sedikit dasi serta merapikan jas yang ia kenakan hari ini. Ia juga berdehem pelan untuk mengusir rasa canggung yang tiba-tiba menyerang. Jika berkaitan dengan seorang Hyuuga Hinata, ia selalu ingin tampil mempesona. Hingga suara ketukan pintu menyapa indra pendengarannya dan menghentikan segala aktifitasnya.
"Masuk!"
Seorang gadis cantik dengan rambut gelap sepunggung berjalan pelan menuju ke hadapan bos tampannya. Terselip rasa takut sekaligus canggung di sepasang netra keunguan itu.
Hinata terus meracau dalam hati.
'ada apa lagi ? Apa aku akan dihukum lagi?'Hinata terus berkutat dengan pikiran buruknya sendiri. Tanpa terasa, ia sudah berdiri tepat di depan meja kerja bosnya. Mereka beradu tatap sejenak. Naruto berdehem kembali, entah kenapa rasanya begitu aneh. Karena untuk kali ini ia bekerjasama dengan perempuan yang kerap kali memberinya umpatan dan memancing keributan dengannya.
"Duduklah," Naruto berusaha setenang mungkin, mengatur intonasi bicaranya. Walau debar-debar dirasa cukup kuat menghentak di dalam dada.
Hinata membungkuk sekilas dan mengambil posisi duduk tepat di hadapan bosnya. Hinata tak menampik, selain batinnya meracau tak jelas. Ia juga sedikit tersipu, terutama saat mengingat kejadian di lift saat jam istirahat makan siang tadi.
"A-ada apa, Pak ?" Hinata terbata, ia merunduk takut. "Duh, jangan bilang kalau tugasku mau ditambah lagi."Belum ada aba-aba Hinata langsung mengeluh dengan suara berbisik. Ia melirik ke beberapa file yang sudah bertengger manis di meja kerja bosnya, tepat di depan kedua matanya. Tarikan napasnya semakin memberat.
Naruto menghela napas singkat."Hyuuga Hinata,"Naruto memanggil dengan suara yang lebih lembut dari biasa. Pria ini tampak meremat jemarinya sendiri. Memandang lekat Hinata dengan sepasang safirnya yang menawan.
Merasa namanya disebut, Hinata perlahan mendongakkan kepalanya, hingga pandangan sepasang mata mereka saling bersirobok satu sama lain.
"Kau lihat berkas ini ?"
Naruto menunjuk enam map tulang plastik berwarna hitam yang berisi lembaran kertas tebal di dalamnya. Tatapannya jua tertuju kepada tumpukan benda tersebut. Respon Hinata? Jangan ditanya, perempuan itu susah payah meneguk ludahnya sendiri. Ia ingin saja berteriak tapi kenyataannya, ia hanya berani merutuk dalam hati saja.
'Akh sialan, sialan. Apa lagi ini ?'
"Aku ingin kau mempelajari semua berkas ini. Baca dengan seksama dan teliti," dengan nada memerintah, Naruto juga menepuk tumpukan dokumen itu. Tumpukannya tidak terlalu tinggi, tapi mampu membuat kepala Hinata berdenyut kembali.
"Mempelajari ?" Dahi Hinata mengerut dan alisnya terangkat sebelah karena bingung.
'Hm, tak biasanya,"pikirnya.
"Ya, kau hanya mempelajari berkas ini. Bukan untuk memindahkannya ke komputer atau apapun. Ingat ya, hanya MEM-PE-LA-JA-RI," ujar Naruto sekali lagi, ia menekan setiap kata yang terucap melalui bibirnya.
Terdengar hembusan napas frustasi dari Hinata. Kepalanya mulai berdenyut nyeri.
'Belum selesai yang tadi malah ditambah lagi,'racau batin Hinata jengah.
Hinata menarik napas panjang disertai wajah yang menampakkan kepasrahan."Baiklah."
Secara terpaksa tangan putihnya terulur, mengambil enam map tulang itu dengan wajah tertekuk masam penuh tekanan.
Semua gelagat dan reaksi muka Hinata tak luput dari sepasang mata berwarna biru milik si Bos. Pria itu samar-samar mengulum senyumnya.
Hinata segera berdiri dengan enam map yang sudah ada di dekapannya."Kalau begitu ... Saya permisi, Pak," pamit Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comfort table (End)✔️
ФанфикBerawal dari banyak peristiwa menjengkelkan yang memancing amarah tak terkendali. Pun perdebatan tak terelakkan. Namun di saat yang sama, perlahan rasa rindu datang menyiksa. Bagaimana kisah selengkapnya ? Silakan baca. My collab with @laceena Ini...