Hasil dari testpack yang sudah Araya gunakan mengejutkan dirinya dan juga keluarganya. Dua garis yang berarti Araya positif hamil. Dugaan bidan itu ternyata benar. Dan harapan Araya jelas tidak terkabulkan sama sekali.
Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana dengan kuliahnya? Tapi yang paling penting, bagaimana dengan keluarganya? Hanya itu yang bisa Araya pikirkan saat ini.
Rasa kecewa dan amarah Disa membuat Araya hanya mampu menunduk sambil bersimpuh di lantai. Tamparan bahkan pukulan yang berkali-kali dia terima dari bundanya tidak lebih sakit daripada kalimat yang keluar dari mulut kedua orang tuanya.
Keduanya menyayangkan apa yang sudah Araya lakukan. Keduanya menyalahkan diri sendiri karena sudah gagal dalam mendidik putri mereka. Hal yang mampu menumbuhkan rasa bersalah yang sangat besar di hati Araya. Padahal dia lah yang bersalah di sini. Bukan Ayah, Bunda ataupun kakaknya.
Tama hanya mampu terdiam dengan pandangan yang menusuk sebelum kalimat bernada tajam keluar dari mulutnya. “Kamu melakukannya dalam keadaan sadar?”
Araya tetap menangis meskipun sudah mendengar pertanyaan dari kakaknya itu. Dia bahkan terlalu malu untuk menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Tama. Dan dia tidak ingin menggeleng untuk membohongi keluarganya.
“Apa kamu diperkosa?” tanya Tama lagi karena belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya yang pertama.
Araya menatap Tama dengan air mata yang terus mengalir. Dia kembali diam, tidak mengangguk ataupun menggeleng. “Maafkan Ara, Kak. Maaf.”
Tama sedikit menunduk. Mencengkram kedua lengan adiknya dengan kuat. “Katakan siapa laki-laki yang sudah menghamili kamu atau kamu harus mengikuti apapun keputusan yang akan kami ambil.”
Araya menggelengkan kepala. Jangankan Tama. Ketika Ayah dan bundanya bertanya sejak tadi, dia tidak mengatakan apapun. Karena Araya tidak mengharapkan apapun lagi dari Dewa. Hubungannya dan lelaki itu sudah berakhir sejak Araya tahu Dewa sudah mengkhianatinya.
Lelaki itu tidak bisa dipercaya. Araya sudah salah dan terlalu dibutakan oleh cinta sehingga berakhir menyedihkan seperti ini. Dan dia menyesali semua yang sudah dilakukannya bersama Dewa.
Tapi mau bagaimana lagi? Semua sudah terjadi. Dan dia tidak bisa memperbaiki masa lalu.
“Maafkan Ara. Ayah, Bunda, Kak Tama. Maafkan Ara.”
“Kamu bukan adik yang aku kenali, Ara. Apa yang salah dari diri kamu sehingga berakhir seperti ini? Apa yang salah dari bimbingan kami selama ini?”
Araya terus terisak. “Maaf, Kak. Maaf.”
“Ayah kecewa sama kamu, Ara. Ayah tidak pernah berpikir bahwa kamu akan seperti ini. Ayah adalah pria yang ternyata sudah gagal menjadi seorang Ayah. Ayah gagal mendidik putri yang selama ini Ayah banggakan.” Gilang mengusap wajahnya. “Ya Tuhan. Kenapa bisa putriku melakukan dosa sebesar ini?”
Araya tetap bersimpuh dengan kepala menunduk. Air mata tetap mengalir dan belum juga berhenti. “Ayah, maafkan Ara.”
Disa terduduk diatas tempat tidur. “Kita harus bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita harus menggugurkan janin itu hanya agar aib ini tidak sampai ke telinga orang-orang. Kita harus bagaimana? Bunda harus bagaimana, Tama? Adikmu ini benar-benar sudah mengecewakan.”
“Bunda, maafkan Ara,” ucap Araya lirih.
Gilang menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bersandar di dinding kamar. Tatapannya sesaat terlihat kosong. Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak yang sudah dewasa, memiliki cucu adalah seperti sebuah keinginan. Tapi itu diharapkan dari anaknya yang sudah menikah. Bukan cucu yang lahir dari dosa putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tied in Love [Tamat]
ChickLitAraya Maharani menyadari rasa ketertarikan kepada sepupunya, Aditya Dewangga. Pemuda tampan yang sayangnya memiliki sikap yang buruk sehingga dipindahkan ke sekolah yang sama dengannya. Cintanya yang bersambut membuat Araya lepas kendali. Semua yang...