Epilog

63.6K 3.4K 183
                                    

“Mas, bangun!”

Panggilan itu disertai dengan goncangan ditubuhnya membuat Dewa mengerang. Rasanya baru sebentar dia menutup matanya dan mengistirahatkan tubuhnya tapi istrinya itu sudah membangunkannya. Apa tidurnya terlalu nyenyak hingga dia tidak sadar waktu? Tapi kenapa dia masih merasa sangat mengantuk sekali?

“Ayo bangun, Mas! Gawat ini,” ucap Araya dengan suara yang terdengar panik.

“Jam berapa, Sayang?” tanya Dewa sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk. Tangannya mengucek matanya sebelum terlepas karena ditarik Araya. Kamarnya yang hanya diterangi lampu nakas yang redup membuatnya tidak bisa melihat wajah istrinya itu dengan jelas.

“Dapur kita kebakaran, Mas! Aku nggak sengaja menyulut api. Maaf.”

Ucapan panik bernada cemas dan juga ketakutan dari suara istrinya membuat Dewa segera bangkit. Dia jelas tidak boleh berleha-leha jika nyatanya ada kebakaran yang bisa saja menghanguskan mereka berdua. Mereka sedang berada di apartemennya saat ini. Dan kebakaran seperti ini tidak pernah ada dalam benaknya. Dewa melangkah cepat keluar kamarnya menuju dapur. Beberapa kali dia tersandung karena apartemennya dalam keadaan gelap.

Dewa terhenti ketika menemukan dapur apartemennya. Dia meraba dinding untuk segera menghidupkan lampu dan memindai sekeliling. Tidak ada api apalagi kebakaran. Tapi kenapa istrinya membangunkannya karena kebakaran?

Apa dia bermimpi?

Dengan kepala yang tertunduk lemah, Dewa melangkah meninggalkan dapur untuk kembali ke kamarnya. Dia jelas sedang bermimpi sekarang. Istrinya mana mungkin ada disini? Bisa-bisanya dia memimpikan Araya yang berteriak kebakaran disaat dia benar-benar merindukan istrinya itu.

Araya kemarin menghubunginya bahwa istrinya itu tidak jadi datang. Dewa yang berniat untuk kesana terpaksa mengurungkan niatnya karena Radev yang memesankan tiket pesawat mengatakan bahwa penerbangan penuh untuk akhir pekan ini. Jadi lah dia terpaksa merayakan hari lahirnya tanpa bersama dengan sang istri.

“Selamat ulang tahun, Mas!”

Ucapan itu terdengar bertepatan setelah Dewa membuka pintu kamarnya. Entah mimpi atau memang kenyataannya, Araya kini ada dihadapannya. Berbalut gaun tidur dengan senyum cantik menghiasi bibirnya. Satu kue berukuran sedang dengan lilin diatasnya berada di tangan istrinya.

“Semoga sehat selalu. Semoga panjang umur. Dan semoga-semoga untukmu dalam hal baik lainnya. Aku harap kamu tetap cinta aku sampai maut memisahkan kita.”

Senyum Araya perlahan surut ketika Dewa mendekatinya tanpa ekspresi. Suaminya itu mengambil alih kue yang ada di tangannya. Meniup lilin lalu meletakkan kue itu ke atas nakas. Seketika ada rasa bersalah yang Araya rasakan. Bisa-bisanya dia membangunkan Dewa di tengah malam padahal dia tahu suaminya itu belum lama tidur.

“Mas?” panggil Araya takut-takut. Dia yakin bahwa Dewa pasti sedang marah karena keusilannya. Dia menatap Dewa yang berbalik dan kembali mendekatinya lagi. “Maaf aku...”

Perkataan Araya tidak selesai dia ucapkan karena Dewa sudah menarik tubuhnya, membuat Araya terkesiap. Dewa menciumnya menuntut, panas dan sedikit kasar. Dewa berjalan maju sambil mendorong Araya untuk melangkah mudur.

Ketika merasa bagian belakang kakinya menyentuh tempat tidur, Araya menjatuhkan tubuhnya perlahan sebelum Dewa yang mendorongnya seperti biasa. Bisa berbahaya jika dia membiarkan Dewa berprilaku tidak sabar pada tubuhnya seperti biasa. Karena mulai hari ini hingga beberapa bulan kedepan, mereka harus berhati-hati terutama ketika bercinta.

Araya melingkari tangannya ke punggung Dewa. Dia mendesah ketika ciuman Dewa turun ke lehernya. Dewa menurunkan tali gaun tidurnya sebelum menghisap kuat tepat didekat tulang selangkanya. Araya tahu kemana mereka akan berakhir.

Tied in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang