5. Badmood

14K 559 5
                                    

Happy sunday!
Ini ada sedikit adegan 18+ nya. Yang otaknya beres, bisa dilangkauin aja yaa.

"Aldo!" kudengarkan suaraku melengking keluar dari tenggorokanku. Melihat kamar yang sudah kosong dengan kasur yang acak-acakan begini membuat hormonku buruk sekali pagi-pagi. Sudah pagi ini kerjaanku bolak balik kamar mandi buat mual-mual tidak jelas, suami malas-malasan, tidak mau bantu bersihin tempat tidur juga, sekarang sudah kabur entah kemana.

Aku menatap horor ke wajahku di cermin meja riasku. Aku terlihat lelah sekali pagi ini. Dasar, disaster morning!

"Aku di dapur sayang!" kudengar teriakan dari luar kamar. Berani-beraninya dia memanggilku seperti itu ketika aku sedang marah-marah begini!

Aku berjalan cepat kedapur dan melihatnya sedang memasak dengan apron abu-abunya, shirtless!

"Astaga Aldo! Mana bajumu?!" Aldo melirikku sebentar lalu kembali melihat masakannya.

"Biasanya juga begini," jawabnya yang ku abaikan dan memilih kembali ke kamar. Menuju lemari pakaian dan mengambil sebuah kaos berwarna hitam polos. Dengan cepat aku ke luar kamar lagi dan menuju dapur.

"Pakai!" perintahku.

"Biasanya juga begini." Aldo mengabaikanku, malah memindahkan roti bakar ke piring.

"Nanti Siti datang melihatmu seperti ini, rahangnya bisa lepas!"

Aldo terkekeh. Dia menunduk dan mengecup bibirku sebentar. "Cemburu eh? Dia tidak akan datang."

"Persiapan! Dia hanya bilang izin dua hari lalu!"

Aldo memutar bola matanya. Diletakkannya piring yang berada ditangannya. Perlahan dia mulai melepas tali apron di leher dan di pinggangnya. Akhirnya terpampanglah perut sempurnanya yang bagaimanapun aku masih susah menelan ludahku karena memandangnya.

Aku baru sadar saat dia merentangkan tangan seperti anak kecil agar aku memasangkan baju untuknya. Tanpa menunggu lama, aku langsung melakukannya. Melihatnya shirtless lebih lama akan membuatku menerjangnya pagi-pagi.

Setelah bajunya terpasang sempurna, Aldo menarik tanganku untuk duduk di kursi. Aku menunggunya mempersiapkan sarapanku sekarang.

"Kamar berantakan, bahan makanan habis, halaman sudah tidak rapi, kau malas sekali!" kataku mulai mencak-mencak saat dia sudah duduk di sampingku. Aldo menutup kedua telinganya membuatku mendengus marah. Ku alihkan pikiranku ke roti bakar didepanku.

"Kenapa marah-marah sih?" tanyanya ketika sudah melepaskan tangan dari telinganya.

"Capek. Dua hari kerjain semuanya sendiri. Kau lupa aku sedang hamil?"

"Maaf sayang, aku akan cari pembantu lain ya?" Aldo mengusap puncak kepalaku dengan lembut. Aku masih mempertahankan wajah cemberutku didepannya.

"Siti mana? Cuma Siti yang bisa mengerti aku!" rengekku. Well, aku merasa hormonku sedang tidak baik. Kerjaanku ngambek dan marah-marah melulu.

"Siti kan bilang tidak bisa datang. Aku cari penggantinya ya?"

Aku menggeleng kuat. "Maunya Siti! Atau nanti kau mau anak kita ileran karena permintaannya tidak dituruti?"

Aldo menaikan sebelah alisnya. "Ini permintaanmu atau anak kita?"

Aku mendengus kesal. Berbohong sekali-kali rasanya tak apa.

"Anak kita! Kau tidak percaya huh?"

Aku melihat Aldo menghembuskan nafasnya. "Oke, tidak masalah. Aku akan mencoba mencarinya."

Waiting BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang