6. Disaster

13.7K 541 9
                                    

Senin, yang ujian sbmptn gimana kabarnya? Amankah?
Lagi nyari bahan buat ujian uas nih, tapi belum ada temen yang punya hardnya, yasudahlah. Ngupdate dulu aja :D

Aku mengerjap kesusahan untuk membuka mata. Kurasakan genggaman di tanganku mengerat dan orang yang menggenggamnya berdiri dari duduknya. Samar, aku melihat wajah mama yang penuh dengan kelegaan.

"Akhirnya kau sadar Je," kalimat selanjutnya yang kudengar setelahku membuka mata. Semuanya terasa asing. Gorden putih, selimut putih, tanganku yang dipasang selang, rasa aneh dihidungku yang ternyata memasang oksigen dan mama yang tampak takut dibalik kelegaannya.

Semua orang pasti akan menanyakan dimana mereka saat terbangun dari tidur saat tidak mengenali daerah itu. Tapi aku tidak terlalu bodoh untuk memahami kalau aku sedang dirumah sakit.

Ku tarik oksigen yang menangkup hidung dan mulutku dengan tanganku yang tidak digenggam mama. Berusaha bangkit, mama membantuku dengan perlahan.

"Ma, apa yang terjadi?" tanyaku setelah menyadari bekas air mata dipipinya. Mama bukanlah tipe wanita rapuh yang akan menangis jika bukan karena hal penting. Mama adalah tipe wanita yang akan menangis jika kehilanganku, Jessy atau tokonya.

"Ma, jawab," desakku melihat mama yang hanya diam mendengar pertanyaanku.

"Aldo akan segera kembali. Dia pergi sebentar untuk makan. Sejak kau tidak sadarkan diri dua hari yang lalu, dia susah sekali disuruh makan. Dia hanya duduk disini memandangimu dan mengajakmu mengobrol."

Well, aku tidak tau harus berterima kasih pada mama telah menjabarkan kebaikan suami tercintaku itu sekarang atau malah kesal karena mama mengalihkan pertanyaanku.

Sebelum aku bisa bertanya lagi, mama mengecup dahiku dan pamit sambil membawa tasnya. Ketika mama berbalik dan akan membuka pintu, pintu terbuka dari luar dan muncullah priaku dengan wajahnya yang kusut. Wajah itu berubah senang kala melihatku.

Mama menahan bahunya yang akan berjalan kearahku. Seperti membisikkan sesuatu, yang disambut anggukan tak berdaya dari Aldo. Setelah mama mengucapkan pamit padaku dan Aldo, mama keluar kamar. Meninggalkan Aldo yang menatapku samar. Senyumnya tadi berubah.

"Hai sayang, kau sombong sekali tidak bangun-bangun untuk menyapaku," katanya berusaha melucu. Entah kenapa bukan hiburannya yang ingin ku dengar sekarang.

"Apa yang terjadi?" tanyaku mengulangi pertanyaanku pada mama. Er, suaraku terasa serak.

Aldo tersenyum samar dan mengambil air mineral yang ada dinakas dan menyodorkannya ke bibirku. Dengan bantuannya aku meneguk air itu dengan pelan.

"Ada apa?" tanyaku lagi setelah air mengalir di kerongkonganku.

"Maaf." Aldo menunduk menatap jemarinya yang menggenggam tanganku. Aku bisa merasakan gurat kesedihan diwajahnya. Tapi tidak ada niatku sama sekali untuk menghiburnya, menurutku ini adalah kesedihan lebih mendalam bagiku.

"Ada apa? Katakanlah, kalian bertele-tele dari tadi!" Aku menaikan suaraku beberapa oktaf. Aldo mengangkat wajahnya dan menatap manik mataku.

"Maaf sayang, aku mungkin kurang sigap untuk menjagamu. Aku masih lalai.."

"Katakan ada apa denganku!" teriakku memotong pembicaraan Aldo yang semakin bertele-tele. Aldo tersentak dan aku melihat jakunnya naik turun menelan ludah.

"Kau keguguran."

Kali ini aku yang tersentak. Marah, sedih, kecewa. Seluruh hal negatif masuk kedalam diriku sekarang.

"Dokter mengatakan ada sesuatu yang salah dalam makananmu. Dan itu meracuni tubuhmu dan merangsang keguguran pada janinmu. Malam itu darahmu yang banyak menunjukkan semuanya. Kita gagal dalam menjaga anak itu."

Waiting BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang