Haloooo
Ulala tinggal satu part lagi dan waiting for baby berakhir!Astaga! Astaga! Jantungku berdegup cepat memikirkan beberapa hal negatif yang menyebabkan kegagalan rencanaku. Pertanyaan 'bagaimana kalau' menghampiri otakku dengan sederet kalimat negatif lainnya.
Oke, tarik nafas, buang, tarik nafas, buang. Oke. Siap!
Ku buka pintu perlahan. Kegelapan melingkupi pandanganku. Ditemani dua lilin yang dibakar api disumbunya, aku melangkah perlahan ketepi ranjang. Sosok pria yang tengah tidur telungkup, menampakan tato namaku dibahu kanannya, tidur bagaikan orang mati.
Aduh, bagaimana ini? Aku jadi kasihan untuk membangunkannya yang baru tidur satu setengah jam yang lalu. Gara-gara menungguiku yang sibuk berselancar didunia maya, yang sebenarnya aku sekalian menunggu jam 12 berdenting. Dan benar saja, karena kecapekan, dia malah tertidur sekitar pukul setengah sebelas malam.
Tapi jika aku menunggu lebih lama lagi, lilin ini akan meleleh dan akhirnya padam. Baiklah, bangunkan saja dia.
Duduk disebelahnya, ku letakan kue kecil berukuran lima belas kali lima belas itu ditangan kananku. Sedangkan tangan kiriku menepuk bahunya pelan.
"Sayang, bangun," ucapku pelan. Tidak butuh lama, dua kali saja menyebutkan kalimat itu, tubuh yang berada disebelahku ini bergerak. Memberikan respon bahwa dia mendengar dan merasakan keberadaanku.
"Selamat ulang tahun sayang," ucapku masih sama pelannya dengan tadi. Kali ini pria itu berbalik dan mengucek matanya, berusaha membuka mata itu semaksimal mungkin.
"Hmm."
Hm? Cuma hm?
"Woi! Hargain aku dong! Sudah susah buka mata sampai jam 12 ini! Cuma di hm-in aja!" Kupukul bahunya berkali-kali dengan tanganku yang bebas dari kue ulang tahun full-chocolate untuknya. Priaku mengaduh dan meminta ampun berulang-ulang.
"Oke sayang oke! Terima kasih banyak sayang!" Priaku, suamiku, Aldo, bangkit dan sepenuhnya menduduki tubuhnya didepanku. Aku mendengus kasar yang hampir saja meredupkan sinar dari lilin tersebut.
Aldo menatap kue yang sudah ku pegang dengan kedua tanganku. Menatapnya lama tanpa berkedip. Tulisan dengan coklat putih bertuliskan 'happy birthday my A' terpampang ditepi kue dengan irisan dark coklat diatasnya.
"Make a wish sayang," ucapku mengingatkannya dengan lilin yang masih bersedia membakar seluruh dirinya. Perkataanku berhasil membuat Aldo melirikku. Dan berlama menatapku dengan intens.
"God, please, let me past my live with her. Let she love me until we got million babies and grandchilds. Let me being the one man in her live. Please God."
Oke. Aku speechless!
Aldo mengedipkan sebelah matanya lalu meniup api yang membakar lilin. Seketika ruangan menggelap. Hanya cahaya dari luar saja yang malu-malu masuk kedalam kamar kami.
Kuraba nakas terdekat untuk menghidupkan lampu meja. "Sebentar sayang.."
Gerakanku terhenti ketika sesuatu menempel dibibirku. Mengecup disetiap sudutnya membuatku tertawa.
"Jangan dihidupkan, biarkan seperti ini sebentar," kata Aldo disela kecupannya dibibirku.
"Oke, tapi kuenya.." Belum selesai aku bicara, tangan lain sudah mengambil kue dan entah kemana kue itu diletakan, yang pasti kue itu sudah menghilang dari tanganku. Bibirnya yang belum beranjak dari bibirku membuatku kembali menelan pertanyaan dimana pria ini meletakan kuenya. Membiarkan ciumannya memabukan kami berdua.
"Aldo! Happy birthday!!" Lampu tengah kamar kami hidup seketika bersamaan dengan suara Mom. Seketika aku dan Aldo menarik wajah kami dan menoleh ke arah pintu yang entah sejak kapan terbuka, kami tidak menyadari sama sekali. Dan wajah yang kulihat menunjukkan wajah geli semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting Baby
Roman d'amoursequel : my A buat para readers setia yang nungguin ini, buat silent readers yang diam-diam nungguin ini dan buat haters yang ngejudge tapi nyatanya baca juga. mungkin ga semenarik di cerita awalnya, karena ini sequel dan bukan cerita mereka mencar...