15. Forever

21.8K 670 4
                                    

Selamat malam readersku yang baik hati, readersku yang hobi ngomen, readersku yang cuma baca tanpa vote dan komen. Ini adalah part terakhir dari WAITING FOR BABY. Dimana udah aku bilang jauh-jauh hari cuma ngepost lima belas part aja. Akhirnya sampai juga di akhir cerita ya.
Untuk informasi dan menjawab pertanyaan beberapa readers, aku ga bakal buat cerita tentang teman-teman Jeje Aldo. Siapapun itu. Jadi mohon maaf karena aku ga bisa nurutin maunya kalian.
Aku ucapkan terima kasih sebesar-besarnya buat readers yang mau nungguin sequel ini, mau nungguin perpartnya, mau nungguin sampe tamatnya WFB ini. Aku terharu banget. Tapi aku mohon dengan sangat untuk tidak mengopi dan mempost sembarangan di media sosial lain seperti yang terjadi pada beberapa cerita di wattpad (alhamdulillah ceritaku belum ada yang jahatin dan aku rasa ga bakal ada yang mau jahatin sih soalnya ceritaku ga bagus2 banget wkwk)
Udah itu aja. Happy reading guys! Aku dedikasikan akhir cerita ini buat jomblo-jomblo diluar sana. Tambah satu pesan : walaupun sekarang kita masih sendiri dan rasanya label jomblo itu jelek banget di indonesia, percayalah suatu hari nanti kita bakal dapat seseorang yang benar-benar akan mencintai kita apa adanya. Suami yang baik buat kita. Jodoh yang bener2 jodoh, yang ga cuma dijadiin pacar trus putus. Percayalah, kebahagian bersama pasangan itu bakal ada suatu hari nanti (kaya Jeje yang jomblo lama nungguin jodohnya dateng).
Okey, SALAM JOMBLO!

"Al, tolongin!" rengekku pada Aldo yang duduk santai di tepi kolam. Dia bangkit dan menggenggam tanganku menuju tangga kolam berenang.

"Hati-hati licin sayang," ujarnya mengingatkan. Aku menjawab hanya dengan langkah pelan dan penuh kehati-hatian. Susah juga menatap kakiku sendiri ketika perut sudah sebuncit ini.

Aku mendesah lega ketika tubuhku sepenuhnya berada didalam kolam berenang. Dinginnya air memeluk tubuhku, menyenangkan.

"Masih bisa berenang dengan perut sebesar itu?" tanya Aldo yang siap siaga disebelahku. Sama sepertiku yang hanya memakai bra tali bunga-bunga serta celana dalam yang senada, Aldo hanya memakai bokser pendeknya dan bertelanjang dada. Memang hari ini aku tiba-tiba mau sekali berenang, mengingat juga dad dan mom -yang entah kenapa jadi pengen ikut dad- sedang tidak dirumah. Dad harus ke Jepang untuk beberapa pekerjaannya.

Aku mengambang, bersama perut buncit tujuh bulanku. Aldo yang tampak sedikit cemas, memegang pinggangku. Perlahan aku menggerakan tanganku sehingga sedikit demi sedikit aku bisa meluncur di kolam berenang.

"Oke, tampaknya kau masih bisa sendiri." Aldo melepaskan tangannya dan beranjak dari tempatnya berdiri. Membawa tubuhnya ke atas kolam renang dan duduk ditepinya.

"Hey, apa aku masih seksi dengan bikini ini?" tanyaku yang sedang berenang pelan kearahnya. Dia mengangkat muka dari ponselnya. Memandangku dengan satu alis naik.

"Tidak. Jangan narsis!"

"Nah, benarkan sayang. Ayahmu itu tidak ada baiknya jadi pria." Kuelus perutku yang rasanya benar-benar berat. Berhenti berenang, aku berjalan ke arah Aldo yang kini masih menatapku dengan bibir yang menyunggingkan senyum.

"Setidaknya aku adalah ayah yang baik buat anak-anakku nanti."

"Anak-anak kita," ralatku. Kini aku sudah berada tepat didepannya. Berada tepat diantar kedua kakinya dengan perut buncit yang menghalangi kami.

"Ya, anak-anak kita." Aldo menunduk dan berusaha mengecup bibirku. Tapi aku menoleh kesamping sehingga dia membatalkan niatnya.

"Sesibuk apa ayah sehingga tidak nau menemani bunda berenang?" Ku angkat satu alisku. Berdiri bersidekap didepan dada.

"Jadi bunda cemburu sama pekerjaan ayah?" Aldo menyeringai. Di lemparkannya ponselnya ke rumput didekat kolam, lalu turun. Aku harus mundur beberapa langkah untuk memberinya ruang.

Waiting BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang