| part 5

15.5K 1.3K 45
                                    

Mata Ardi terpaku menangkap sosok cewek yang sedang sibuk di pantry apartemen miliknya. Cewek itu sedang memasak sesuatu untuknya, tentu saja.

Namun itu sedikit mengganggu Ardi, sebab cewek itu ialah Cindy Arabella. Babunya selama satu semester. Ardi dapat melihat Ara yang kesusahan karena rambut yang mengganggu, sepertinya Ara akan mengikat rambutnya itu.

Seharusnya Ardi diam saja bukan malah menghampiri Ara. Ini bukan hal yang ia inginkan. Harusnya dia duduk menunggu dimeja makan bukan malah membantu Ara.

"Biar gue bantu," ucap Ardi tanpa sadar sudah berdiri dibelakang Ara. Ia sendiri terkejut dengan ucapannya.

Ara tersentak karena Ardi berada dibelakangnya. Cewek itu tampak gugup saat Ardi meraih sejumput rambutnya dan mulai mengikatnya. Sekalipun pemula, ikatan Ardi cukup rapi.

"Makasih." Ara berucap.

Ardi tak membalas ia malah bertanya pada Ara. "Masak apa?" tanya Ardi santai.

"Hah?" Mendadak Ara gugup karena Ardi masih berada dibelakangnya. Buru-buru Ara menjawab, "Sup ayam."

Ardi mengangguk dan berjalan ke meja makan. Ardi bisa melihat Ara yang menghela napas lega. Ia duduk dikursi dan memperhatikan Ara yang memasak.

Entah mengapa, sejak kejadian tadi siang Ardi merasa Ara berbeda. Ardi masih menatap Ara lekat saat gadis itu menoleh dan mendapati Ardi tengah menatapnya, Ara memalingkan wajah dengan cepat.

"Nggak mungkin, kan gue kangen sama Ara?"

Sialan. Sialan. Sialan. Ardi mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa pemikiran seperti itu terlintas dalam benaknya. Ardi menatap punggung Ara yang masih membelakanginya. Tiba-tiba terlintas pikiran, jadi pengen meluk.

"Udah mateng belum sih." Suara ketus Ardi menyapa pendengaran Ara.

Bukan ini yang Ardi inginkan. Ia hanya terlalu marah dengan pikirannya hingga nada suara terdengar tak bersahabat.

Ara mendelik dengan lirikan sebal. Padahal baru saja berbunga-bunga sebab Ardi berlaku baik, namun luntur saat sikap Ardi kembali muncul. Baru juga semenit berlalu.

"Sabar. Matengin ayamnya dulu, lo mau makan yang mentah?" Ara balas ketus.

Sialan. Ardi kembali mengumpat dalam hati. Mulut dan hatinya berjalan tidak sinkron.

"Buruan gue laper." Tuh, kan.

Ara berbalik lalu menatap murka pada Ardi. "Makan aja tuh ayam mentah." Ara berujar sewot.

Dalam hati, Ardi memuji Ara yang menggemaskan saat marah. Ini gue kenapa sih?

"Ck."

Ardi berdecak membalas Ara. Ia kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju sofa ruang tengah. Lebih baik ia menonton tv daripada terlibat perdebatan dengan Ara. Ardi hanya tidak sanggup jika berlama-lama satu ruangan dengan Ara. Iblis dalam diri Ardi berontak ingin menerkam gadis itu.

***

Ara sudah anteng duduk dibangku kembali mengerjakan tugas Ardi bersama Romi, Sang Tutor. Kali ini materi tugasnya adalah Aljabar. Masih ingat bukan, Ara lemah dalam hitungan. Jangan sampai kejadian minggu lalu terulang, otaknya mempermalukan ia didepan Romi.

"Selesai," ujar Ara lega. "Nih periksa." Ara menyodorkan hasil kerjanya pada Romi.

Romi menerimanya lalu fokus memeriksa jawaban Ara. Romi berdecak kagum sebab kali ini Ara menjawab dengan benar tanpa teledor.

"Ini seriusan lo yang ngerjain Ra? Tumben lo bener semua?" tanya Romi terheran-heran.

"Udah gue bilang gue ini temennya Einstein." Ara berujar bangga.

Ardi & Ara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang