BAGIAN 12

97 92 41
                                    

"Panas banget cuy, kek simulasi api neraka." keluh Andre-teman sekelas Sherill dan 3A, sembari mengibas-ngibaskan tangannya di sekitar leher.

"Ya lu calon penghuninya," celetuk Aksa santai sembari mengunyah permen karet favoritnya, ia juga duduk dengan cara menaikkan kedua kakinya di meja.

"HEH KECEBONG, MULUT LO YE, GUE GAMPAR JUGA LO!" kesalnya dengan mata yang dibulatkan.

Aksa hanya mengejeknya dengan bibir yang seakan mengatakan 'nyenyenye' sedangkan Andre yang sudah sangat paham dengan teman sekelasnya itu hanya mencebik kesal.

Lagi-lagi jamkos, sepertinya guru sudah bosan bertemu dengan murid di kelas ini, karena tidak ada satupun kabar mengenai guru tersebut yang tidak masuk mengajar, mereka akhirnya asik dengan dunia mereka masing-masing.

Sekarang saja, Aksa dengan kegabutannya hanya mengunyah permen karet yang sudah habis sekitar 10 bungkus permen karet dengan rasa berbeda-beda.

Jika kalian menanyakan Arsen, Alaska, maupun Sherill jawabannya mereka sedang tidak bersama satu sama lain. Jika Sherill, ia berada di pojok kelas dekat tembok dengan Ocha, apalagi jika bukan menonton music video terbaru dari salah satu grup K-Pop favorit mereka, yaitu Treasure-yang baru saja debut sekitar 6 bulan yang lalu.

Sedangkan Arsen, yang Aksa ketahui adalah ia pergi ke rooftop untuk tidur, Arsen adalah tipikal orang yang tidak akan bisa tidur jika keadaan di sekitarnya berisik. Lagipula, rooftop milik sekolahnya itu berbeda seperti rooftop pada umumnya, maksudnya tidak terlalu panas.

Ngomong-ngomong soal Arsen, ia sudah mulai pulih meskipun ia selalu merasa tulangnya seakan patah, namun begitulah Arsen, ia tidak suka menjadikan lukanya alasan dan memanjakannya.

Dan Alaska, seperti biasa ia berada di perpustakaan jika kelas sedang kosong begini, ia lebih suka memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang berguna, daripada melakukan hal yang tidak penting, contohnya seperti Aksa.

"Permisi, ada yang namanya Sherill?" tanya seseorang melongok dari depan pintu kelas yang terbuka.

"SHERILL!!"

"Hah apa?" tanya Sherill berdiri sembari membersihkan roknya.

"Ada yang nyariin nih!"

"Iya iya," dengan cepat Sherill berlari kecil menuju pintu dan menemui seseorang yang sedang mencarinya.

Aksa yang melihat itu hanya menautkan kedua alisnya, lantas membuat balon dari permen karetnya, ia sedikit penasaran sebenarnya tapi ia juga tidak peduli.

"Lo anak PMR, 'kan ya?" tanya orang tersebut dengan wajah panik.

Sherill mengernyit heran. "Gue udah keluar dari PMR, kenapa emang?"

"Please, tolong gue. A-anu.. temen gue tadi jatoh dari motor, di UKS gak ada siapa-siapa, yang gue tau cuma lo anak PMR, tolong yaa, gue ada urusan lain." ujarnya, memohon.

Sherill menjadi tak enak hati untuk menolak, apalagi temannya tersebut baru saja jatuh dari motor, itu bukan sesuatu yang bisa dinggap biasa, lagipula ia juga masih ingat pembelajaran PMR untuk mengatasi orang yang jatuh dari motor.

"Yaudah deh, gue susul kesana." katanya sembari berlari kecil meninggalkan orang tersebut.

"Thanks, Rill!"

Sesampainya di UKS, ia segera mencari keberadaan orang yang dimaksud, benar saja disana hanya ada satu lelaki dengan perawakan tinggi, ia merasa familiar dengan sosok itu.

"Hai.. lo-"

"Sherill ya?" tanyanya.

"Aldo?"

Lelaki yang baru saja Sherill panggil Aldo tersebut tertawa kecil. "Iya, gue Aldo, lo tau gue darimana?"

Sherill kelabakan menanggapi pertanyaan Aldo. "Ah.. lo, 'kan famous, siapa sih yang gak kenal lo?"

Lagi-lagi Aldo tertawa kecil menanggapi ucapan Sherill.

Tanpa mengatakan apapun, Sherill dengan cepat mengambil P3K dan berjalan santai menghampiri Aldo yang sudah meringis kesakitan di kursi panjang milik UKS. "Kok bisa?" tanya Sherill sembari membersihkan luka Aldo di bagian kaki.

"Apanya? AW-"

Sherill mendongak, jadi posisinya, Aldo duduk di kursi panjang tersebut sedangkan Sherill berjongkok di lantai berhadapan langsung dengan kaki putih Aldo, maksudnya agar lebih mudah mengobatinya.

"Eh sorry-sorry.. sakit ya?" tanyanya cemas.

Aldo dengan cepat menggeleng, "Enggak kok, cuma kaget aja." katanya sembari terkekeh geli melihat wajah panik Sherill yang justru membuatnya gemas.

Sherill mengangguk, lantas kembali sibuk mengobati lutut Aldo, sebenarnya ini luka serius, jika tidak segera diobati mungkin akan infeksi. "Maksud gue, kenapa bisa lo jatoh dari motor?" tanyanya lagi.

"Ya gitu, cuma kecelakaan biasa, gue nya juga gak hati-hati sih, jadi gak liat ada orang nyebrang dan gue ngerem mendadak, jadi ya gini." ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari Sherill yang mungkin jika dilihat hanya terlihat rambutnya saja karena ia sedang menunduk.

Sherill mengangguk, lalu mengangkat kepalanya menatap Aldo. "Lain kali hati-hati," selama beberapa detik tatapan mereka terkunci satu sama lain, hingga Sherill berujar. "Udah nih, jangan dilepas dulu perbannya, tunggu sampe kering."

Aldo mengangguk, lantas tersenyum.

Setelah selesai, Sherill merapihkan P3K milik UKS dan menyisakan Betadine dan plester. Ia berdiri untuk menyimpan alat-alat keselamatan tersebut pada tempat semula dan kembali menghampiri Aldo, kini ia duduk di sebelahnya.

"Sini," Sherill menyuruh Aldo untuk duduk menyerong dan menghadapnya.

Aldo menurut, lantas Sherill memberikan sedikit Betadine pada dahi Aldo dan berhasil membuat sang empunya meringis kesakitan.

Selama Sherill sibuk menutup lukanya dengan plester, Aldo diam-diam tersenyum kecil sembari terus memperhatikan wajah Sherill.

"Plis jangan diliatin mulu, gue degdegan banget anjir."

Sebenarnya Sherill sudah ber misuh-misuh ria dalam hati, namun ia harus tetap menjaga imejnya di depan lelaki tampan pujaan SMA Gardana itu.

"D-do, lo kenapa liatin gue gitu banget sih? Ada yang salah ya sama muka gue?" tanyanya mencoba membuat Aldo sadar jika ia terus menatap Sherill secara terang-terangan.

Aldo menggeleng kecil, lantas tersenyum. "Lo cantik."

"Meninggal aja gue bangsat."

"H-hah?" Sherill merasa pipinya memanas.

Aldo tertawa melihat mimik wajah Sherill, lucu. "Becanda elah, eh tapi beneran lo cantik."

"Apaan sih lo!"

Aldo tergelak. "Cie salting."

Sherill mendelik, walau hatinya berantakan. "Bodo, nih udah. Gue balik ke kelas ya?" pamitnya pada Aldo.

Aldo mengangguk dan membiarkan Sherill keluar dari UKS. "Sherill.. semoga kita ketemu lagi." gumamnya sembari tersenyum kecil.

Dan tanpa disadari keduanya, seseorang sudah mengintai mereka dari sela-sela jendela sejak tadi dengan tatapan yang tak bisa diartikan, seperti tatapan tidak suka (?) padahal ia yang terlihat tidak peduli tadi.

TBC

Kali ini gak sampe 1k+ word, enjoy aja lah yaa, agaknya kita akan memulai konflik hihi

One Heart, Three LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang