"Sa, ayah berangkat dulu ya? Kamu cepet siap-siap terus sekolah," ujar seorang pria paruh baya yang dibaluti dengan jas khusus yang biasa dipakai seorang direktur di sebuah perusahaan, ia terlihat sangat terburu-buru karena sudah sedikit kesiangan.
Aksa yang baru saja menuruni tangga, berhenti sejenak untuk memperhatikan sang ayah yang sudah siap dan terlihat terburu-buru berangkat ke kantor sedangkan Aksa ingin sekali ber-sarapan dengan ayahnya sekali saja, ayahnya itu selalu saja me-nomer satukan kerjaan dibandingkan dirinya yang butuh seorang teman. Ia ingin marah, sangat.
Setelah ayahnya pergi, ia melirik ke arah meja makan yang masih penuh dengan berbagai makanan yang baru saja dibuatkan oleh Bi Inah-pembantunya. Aksa menghela nafas sejenak, lantas melanjutkan langkahnya untuk berangkat ke sekolah, namun sebuah suara berhasil membuatnya ia menghentikan langkahnya. "Den, sarapan dulu atuh," itu suara Bi Inah yang baru keluar dari area dapur.
Aksa menoleh sekilas, lantas memakai sepatunya asal-asalan. "Udah telat, Bi." katanya dan berlalu dari sana.
Terkadang, seseorang yang paling ceria saja bisa jadi orang yang paling rapuh di dalam. Tawanya seolah menjadi alasan palsu untuknya tetap bahagia dan membagikannya pada orang lain, padahal ia sendiri butuh seorang teman yang benar-benar bisa membuatnya merasa sedikit berharga.
***
Seperti Dejavu, Aksa melihat seseorang yang menghindarinya lagi dengan telapak tangan yang sengaja ia tempelkan dekat pipi sebelah kanan sama persis seperti kemarin, namun bedanya sekarang ia menggunakan Hoodie dan kupluknya yang berwarna biru dengan campuran warna putih.
Aksa lantas tersenyum jahil dan berlari kecil menghampirinya, kemudian merangkul bahunya, "Gimana? Sini aa liat neng," godanya pada gadis tersebut-Sherill.
Sherill masih menunduk, "Diem lo ah!" sinisnya tanpa mengangkat kepalanya.
Jika bukan karena Aksa yang mengancamnya, ia tidak akan mau melakukan ini bersama dengan Alaska. Sekarang ia tidak tahu dimana lelaki bernetra coklat itu pergi, mungkin ke toilet pria. "Haha, galak amat lu! Sini dulu gua mau liat!" katanya sembari meraih dagu Sherill, dan setelahnya ia terbahak.
"ANJIR!! MUKA LO LAWAK BENER BANGSAT! GUA-HAHAHA ANJIR GAKUAT! MUKA LO KAYAK-HAHAHA JOKER PRODUK GAGAL ANJRIT!" katanya sembari terpingkal.
"Aksa!! Ini di koridor!" rengek Sherill sembari menyembunyikan wajahnya.
Benar saja, rata-rata siswa yang berada di koridor langsung menatap Aksa dan Sherill penuh tanya.
Bukannya berhenti Aksa malah semakin dibuat terbahak setelah melihat wajah Sherill yang penuh dengan riasan mencolok, apalagi di bagian pipi dan hidung, persis seperti badut anak-anak.
Aksa meredakan tawanya sejenak, "Lagian, muka lo kocak bgt sat!" katanya, lantas tertawa lagi.
Sherill mendengus, kemudian menghentak-hentakkan kakinya dan berlari menuju kelas dengan wajah yang menunduk.
"Eh, Rill! Tungguin gue!"
***
"Cepat buat barisan! Kalian bukan anak SD lagi, 'kan? Gak bisa namanya mandiri!" ujar seorang pria paruh baya dengan rotan ditangannya.
Siswa-siswi yang tadinya mengobrol ria dengan teman mereka masing-masing, dengan panik berlari ke tengah lapangan untuk memulai jadwal senam pagi yang rutin diadakan setiap hari Sabtu.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Heart, Three Love
Fiksi Remajawhen your best friend loves you one time. *** Ini tentang Arsen, Aksa, dan Alaska yang mencintai sahabat mereka sendiri-Sherill dalam satu waktu. Keempatnya telah bersahabat sejak kecil, namun sejak mereka mengenal cinta dan tanpa sengaja menyukai...