BAGIAN 01

295 241 175
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Arsen!!"

Gadis berambut panjang di kuncir tersebut terus saja menggedor-gedor pintu berwarna putih yang diketahui jika itu adalah kost-an yang diisi oleh sahabatnya-Arsen.

Sudah sekitar setengah jam ia memanggil-manggil nama Arsen untuk berangkat sekolah bersama. Tapi inilah Arsen, si pembolos dan pembuat onar sekolah yang telat saja tidak dihiraukan olehnya. Meski begitu, Arsen sebenarnya pintar walaupun semakin lama kepintarannya semakin memudar karena ia yang malas belajar lebih giat, tapi ia mengikuti ekstrakurikuler basket dan jago di bidangnya sendiri.

"Arsen bangun!!"

Ngomong-ngomong tentang Arsen, ia tinggal di salah satu kost-an dekat sekolah karena ia adalah seorang anak broken home. Kedua orangtuanya cerai, daripada ia harus memilih salah satu diantara mereka, ia lebih memilih kabur dari rumah dengan pembekalan uang sakunya dan hadiah dari berbagai macam kejuaraan dalam turnamen basket. Ia juga bertetangga dengan Sherill, walau agak jauh.

Semenjak tinggal disini ia merasa aman dan nyaman karena tidak ada lagi yang menanyainya saat ia pulang larut, ia juga tidak harus berbicara banyak pada orang lain. Arsen terkesan tertutup dan dingin pada semua orang.

Ceklek

Arsen mendecak. "Apaansih! Berisik!" katanya sembari menggaruk tengkuknya dan matanya yang sedang ia pertahankan untuk tetap terbuka.

Gadis itu-Sherill melongo melihat sahabatnya yang baru saja bangun tidur, padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. "Elo yang apaan! Ini udah siang, Sen! Siang! Lo liat jam lo tuh!" gertak Sherill kesal sembari menunjuk-nunjuk ke arah jam yang terpampang di tembok ruang tamu Arsen.

Lagi-lagi Arsen hanya mendecak. "Ganggu! Balik sonoh!" ucapnya sembari mendorong pelan tubuh mungil Sherill untuk menjauh dari area kost-an nya, lantas menutup pintunya kembali.

"Arsen!! Sekolah gak lo hah?!" pekik Sherill sembari menggedor pintu tersebut sedikit pelan karena takut mengganggu tetangga lain.

Arsen dan Sherill memang kadang sering berangkat sekolah bersama, lagipula orangtua mereka juga saling mengenal, kebetulan hari ini ayah Sherill berangkat lebih pagi dan berakhir meninggalkan anaknya itu, sedangkan sang kakak-Ravin sedang sibuk mengurus suatu kegiatan di kampusnya sejak pagi. Yah, mau bagaimana lagi ibunya tidak bisa mengendarai apapun.

"Iya, bocil!" jawab Arsen dari dalam.

"Bocil-bocil mata lo bocil!"

***

"Tumben si Sherill sama si Arsen belum dateng," ujar seorang lelaki ber-name tag Aksa pada teman sebangkunya.

Lelaki disebelahnya-Alaska hanya mengedikkan bahu. "Palingan si Arsen bangun siang lagi, terus adu bacot dulu." jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku paket didepannya.

Aksa mengangguk sembari memasukkan permen karet ke dalam mulutnya dan membuat balon, ia melirik sekilas ke arah buku yang tengah menjadi objek satu-satunya mata Alaska. "Ngapain sih lo belajar mulu? Kaga cape apa?" tanyanya sembari merangkul bahu Alaska.

Alaska memang termasuk murid pintar dan berprestasi. Sudah beberapa kali ia selalu menduduki posisi pertama dalam rangking kelasnya, ia juga seringkali mengikuti cerdas cermat yang diadakan oleh sekolahnya maupun olimpiade tingkat kabupaten hingga nasional.

Alaska juga terkenal akan keramahannya, bisa dibilang ia adalah softboy yang banyak disukai kaum hawa, satu hari tanpa senyum saja seperti ada yang kurang menurutnya. Selain itu, ia juga rajin beribadah dan berakhlak baik.

One Heart, Three LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang