Chapter 15: Pengakuan

5.8K 634 102
                                    

Akward.

Itu satu kata yang menggambarkan kedua sejoli ini sejak tadi. Jaemin hanya duduk diam tak bergeming,  menonton acara televisi dan duduk di ujung sofa dan Jeno sendiri duduk di ujung sofa lainnya.

Pria manis itu sesekali melirik ke arah majikannya yang nampak biasa saja dari keterdiaman ini. Sedang Jaemin rasanya ingin sekali meringkuk dan berlalu pergi dari tempat ini. Jaemin sangat ingin mengangkat pantatnya agar berpindah ke tempat lain, namun ia tidak mengetahui apapun seluk beluk rumah ini. Ingin melangkah keluar— cuaca sedang sangat tidak baik dan mendukung untuk membunuhnya di luar sana.

Diuar sana sedang hujan deras. Jaemin bersumpah pasti ia akan mati kedinginan atau mati tersesat di luar sana. Jaemin menghelakan nafas panjang, memijat keningnya sendiri karena kepalanya berdenyut sakit.

Pikirannya berkecamuk. Ia sangat ingin keluar. Berduaan dengan Jeno disini membuatnya merasa sesak. Entah mengapa kemanapun Jaemin pergi, Jeno selalu mengikuti nya kemanapun secara tidak langsung. Kecuali ke kamar mandi tentunya, tapi tidak mungkin kan jika ia terus-terusan mengurung diri di kamar mandi.

Jaemin menggerutu dan duduk dengan gelisah. Merasa di pandang, Jaemin melirik perlahan dan tersentak kecil ketika Jeno menatapnya dengan dingin. Jaemin mendengus, ia memalingkan muka dan langsung beranjak.

"Mau kemana?"

Langkahnya terhenti. Jaemin membalikan badan untuk menatap Jeno yang masih duduk diam di sofa.

"Aku ingin tidur."

"Tidur? Bahkan ini masih di siang hari Na Jaemin?"

"Lalu aku harus apa?!" Tersulut emosi, Jaemin langsung memalingkan muka. Nafasnya memburu dan kedua alisnya nyaris bertaut karena kedutan di keningnya.

"Ponselku kau rusakan begitu saja, aku ingin keluar tapi sedang hujan deras, dan—" Jaemin gugup secara tiba-tiba. Niatnya ingin mengomel tentang Jeno, namun mendadak ia urung ketika pria itu masih betah menatapnya sedari tadi dengan serius.

"Dan?"

"Dan—" Jaemin menggigit bibir bawahnya sendiri, mengusak tengkuknya yang mendingin. "Aku ingin menonton tapi kau terus menonton acara jelek ini." Sungut Jaemin dengan nada tak terima seraya menunjuk televisi. Jeno beralih menatap televisi dan meraih remote untuk dilemparnya ke arah Jaemin. Pria manis itu langsung dengan sigap menangkap meskipun cukup kewalahan.

"Shit, Jeno Lee. Siapa sebenarnya yang harus marah disini?" Jaemin mendumel ketika Jeno kini berjalan menjauh menaiki tangga.

"Lee Jeno sialan!" Pria manis itu kesal dan kembali melempar remote. Mendadak matanya membesar dan ia terperangah bukan main ketika remote itu mengenai tepat ke kepala Jeno. Pria dominan itu menghentikan langkah. Jaemin langsung bersembunyi di samping sofa.

Jeno berbalik dan meringis memegangi kepalanya yang sakit luar biasa karena lemparan Jaemin. "NA JAEMIN!" Dan ia berteriak karena melihat Jaemin yang sudah menghilang.

Jeno menghelakan nafas. Ia mendekati  tempat dimana Jaemin sebelumnya berada. Pria tampan itu menghelakan nafas ketika melihat bokong Jaemin yang nampak karena pria itu dalam posisi bersujud.

'Plak'

"Aww!!" Jaemin mengusap pantatnya yang dipukul sangat keras. Ia menoleh dengan delikan tajam ke arah sosok yang kini menatapnya tak kalah tajam.

"Jangan mengeluh, kau melakukan hal yang sama pada kepalaku!"

"Ukh, pantat sexy ku. Berani sekali kau menyakitinya!"

Jeno memincingkan kedua matanya. Ia menatap sosok yang terduduk di lantai dengan tatapan aneh.

"Jangan melihatku seperti itu! Jika kau kesini hanya untuk mengajakku bertengkar, lebih baik kita kembali saja ke rumah!" Jaemin akan naik ke kamar dan lewat disamping Jeno. Namun pria itu menahan Jaemin dan langsung mendorongnya hingga punggung itu membentur dinding. Sepasang mata Jaemin terbuka dan memandang pria tampan dihadapannya dengan lekat.

My Beloved Boss [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang