47. Sampai di Singapura

100 6 0
                                    

-_Kebahagiaan adalah sebuah anugerah yang sangat luar biasa_-

***

Tirani berkali-kali mengecek tasnya. Dia meyakinkan agar tidak ada barang yang tertinggal satu pun.

"Udah? Ngga ada yang ketinggalan?" Zulfa datang dari arah pintu dan bersandar.

Tirani membalikkan badan dan mengangguk. "Ngga ada, Ce."

"Ayo, kita makan dulu."

Di meja makan, Meggy dan Zetri sudah menunggu. Mereka berdua tersenyum ketika dua gadis itu mengambil tempat duduknya.

Tirani duduk dengan gelisah di kursinya dan itu tidak lepas dari pandangan Meggy. "Ada apa, Ra?"

Mendongakkan kepala, Tirani terdiam sejenak. "N-ngga papa kok, Om."

"Kamu khawatir pada kedua orang tuamu?"

Pertanyaan Meggy tak meleset. Dari gelagat yang sejak tadi Tirani tujukan, gadis itu memang mengkhawatirkan keluarganya. Terutama Mama dan Papanya. Sejak semalam, sejak Meggy membicarakan keberangkatannya ke Singapura. Hari ini adalah hari tepat dimana keluarganya akan berkunjung ke tempat Orang Tua dari Meggy dan juga Meysha. Awalnya Tirani menolak akan keberangkatan itu bersama mereka, namun Zetri terus memaksa dan mengatakan jika ia akan bertemu keluarganya disana.

Tak bisa mengelak, Tirani mengangguk pelan. Toh, apa yang diucapkan oleh Meggy memang benar apa adanya.

Meggy menghela napas pelan. "Jangan khawatirkan mereka, Tirani. Mereka akan baik-baik saja. Kita akan bertemu disana."

"Ra, lagian kamu kenapa sih lebih mikirin orang lain daripada mikirin diri kamu sendiri?" celetuk Zulfa tak lama kemudian mendapati pelototan tajam dari kedua orang tuanya.

Zulfa meringis. "Ngga. Maksud gue bukan gitu, Ra. Tapi gini, lo fokus aja sekarang sama diri lo sendiri. Oke," sambung Zulfa cepat karena tak mau mendapat omelan pedas.

Tirani yang memiliki hati lembut nan kalem hanya bisa tersenyum sebagai balasan.

"Ya sudah, ayo selesaikan makannya."

***

Kakinya sudah menapak dinegri orang. Tirani menatap bangunan yang terjulang tinggi disekitarnya. Dia akan menghabiskan waktu kurang lebih seminggu disini. Semoga saja tidak akan ada kesedihan-kesedihan yang terjadi.

"Kakek! Nenek!"

Sebuah pelukan hangat Tirani dapatkan dari sepasang orang tua itu. Melepas rindu karena bertahun-tahun tidak bertemu.

Tirani memeluk keduanya sangat erat. Menghirup aroma dari Kakek dan Neneknya dalam. "Tirani rindu," lirihnya.

Neneknya terkekeh. "Cucu Nenek udah besar, ya."

"Cucu Kakek udah pinter sekarang. Tambah cantik juga." Kini Kakeknya yang menghibur Tirani.

Air mata Tirani tak terbendung. Pelukan itu seolah meluapkan sesuatu yang selama ini selalu ia tahan. Ah, Tirani sangat lemah berhadapan dengan mereka.

Zetri dan Zulfa sudah tersenyum sejak tadi melihat Tirani yang sangat memeluk rindu Kakek Neneknya. Meggy tersenyum tipis. Meggy merasa lega karena membawa Tirani jauh dari orang tuanya.

"Jangan menangis. Kau sangat jelek jika menangis, Cucuku." Sang Nenek melerai pelukan dan menghapus air mata Cucunya lembut. "Apa yang harus kau tangisi? Kau seharusnya bahagia."

"Nenek, itu adalah air mata bahagia. Tirani bahagia bisa bertemu dengan Kakek dan Nenek." Zulfa berdiri tepat disamping Nenek. Menggoda Tirani.

Mereka terkekeh pelan. "Benarkah jika itu tangis harumu, Cucuku?" tanya Kakek memegang kedua pundak Tirani.

TIRANI [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang