Malam ini adalah malam akad pernikahan antara Atha dengan Adiba. Prosesi tersebut dilaksanakan di Masjid Nurul Huda yang letaknya cukup dekat dengan lokasi pesantren. Peristiwa sakral itu tidak disia-siakan oleh para santri untuk ikut andil dalam menjadi saksi nikah antara Ning dan Gus Pondok Pesantren Ar-Roudhah. Tugas para santri terbagi menjadi dua, yaitu bagian berada di pesantren dan berada di tempat suci saat itu.
Sebenarnya, yang menjadi saksi nikah menurut agama mensyaratkan hanya dua orang laki-laki dewasa saja. Jika dihadiri banyak orang itu boleh, setidaknya ada dua orang laki-laki. Alhasil, kondisi Masjid Nurul Huda itu ramai terpenuhi.
Pemuda yang akan mengucap ijab kabul itu terbalut jas dan celana berwarna putih dengan kopiah yang senada. Perasaan gugup melandanya karena takut salah ketika pengucapan ijab kabul nanti. Mulai dari tengah malam, Atha menghafalkan kalimat suci yang didambakan setiap wanita. Dalam hati, dia berdoa semoga Tuhan mempermudahkan segala sesuatu atas kehendak-Nya.
Sebelum berangkat menuju ke masjid, Farhan menyuruh Atha untuk meminum pil pereda nyeri. Pemuda tampan itu menurut begitu saja tanpa meletakkan rasa curiga pada ayahnya. Menurutnya, apa pun yang dianjurkan oleh Farhan, pasti itu yang terbaik.
Pemuda berkopiah putih itu menatap pria paruh baya yang statusnya akan menjadi mertua. Dia menjabat tangan Kiai As'ad dengan berbagai ucapan doa yang diucapkan dalam hati. Sesaat pikirannya tertuju pada calon istri yang mungkin telah menunggu kedatangannya. Memang, Adiba tidak mengikuti acara ijab kabul karena kehadiran pengantin wanita bukanlah salah satu rukun nikah.
"Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka Adiba Syakila Dinata Binti As'ad Husain alal mahrimajmueat min 'adwat alsalat wasurat alrahmin."
Atha menarik napas panjang, lalu berujar, "Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq."
"Sah?" sahut Penghulu yang berada di antara Atha dan Kiai As'ad.
"Sah ...."
Semua orang yang berada di sana pun mengucap syukur, tak terkecuali Farhan yang larut dalam keharuan atas kebahagiaan putranya. Entah di dalam hati, dia merasa Adiba adalah kebahagiaan Atha di dunia maupun di akhirat kelak.
Di sisi lain, Adiba menyaksikan siaran langsung yang kebetulan direkam oleh salah satu santriwan itu hingga menitikkan air mata. Di saat tanggung jawab ayahnya beralih ke tangan suami. Di saat itu pula surga yang berada di kaki Fatimah, beralih pada keridaan suami.
"Hei hei ... jangan menangis, Sayang!" ujar Fatimah sambil mengelus punggung anaknya dengan lembut penuh kasih sayang.
"Adiba bahagia, Umi. Syukron katsir atas segalanya yang Umi sama Abi berikan kepada Adiba."
Wanita paruh baya itu menggeleng seraya tersenyum. "Mulai saat ini, kamu sudah sah menjadi istri Gus Atha. Turuti semua perintah dia karena pahalanya surga. Jadilah istri yang baik, ya, Sayang!"
Gadis berkebaya putih itu mengangguk seraya bangkit untuk memeluk sang ibu. Namun, semuanya terhenti di kala seorang santriwati mengetuk pintu dengan sopan. Dia adalah utusan Kiai As'ad untuk memanggil Adiba serta Fatimah karena pengantin lelaki telah tiba.
***
Atha telah duduk di kursi pelaminan dengan ulasan senyum pada bibirnya. Pandangannya menyapu seluruh penjuru dekorasi pelaminan dengan takjub. Sebetulnya yang dia inginkan adalah pernikahan sederhana, tetapi itu semua terjadi karena Farhan yang membiayai semua dengan diam-diam tanpa memberi tahu anaknya itu.
Tatapannya tertuju pada seorang gadis cantik yang mengenakan gaun pengantin dengan hijab yang menutupi rambut, yakni istrinya yang dituntun oleh Fatimah dan Hisyam. Akhirnya pasangan pengantin itu pun dipertemukan. Adiba mengecup punggung tangan suaminya, sedangkan Atha mengecup singkat dahi Adiba dengan penuh perasaan.
"Assalamualaikum, Zaujati," bisik Atha tepat di telinga Adiba.
Wajahnya bersemu, lalu berujar, "Waalaikumussalam, ya Zaujii."
"Ar-Rahman?" Adiba menagih maharnya dengan suara yang pelan karena kegiatan mereka tidak luput dari pandangan kamera serta tamu undangan.
Atha tersenyum seraya bangkit dari duduknya untuk mengambil sebuah mikrofon yang telah disiapkan. Setelah itu dia melantunkan surah Ar-Rahman dengan suara yang merdu.
NB :
Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka Adiba Syakila Dinata Binti As'ad Husain alal mahrimajmueat min 'adwat alsalat wasurat alrahmin, artinya aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, putriku Adiba Syakila Dinata Binti As'ad Husein dengan mahar seperangkat alat salat dan surah Ar-Rahman, dibayar tunai.
Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq, artinya aku terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan dan aku rela dengan hal itu. Semoga Allah selalu memberikan anugerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ar-Rahman Untukmu, Zaujati (Sudah Terbit)
RomanceKhitbah, seorang pria tengah dilanda kegugupan. Seketika udara terasa sangat dingin dan keringat bercucuran, mengingat dirinya akan mengkhitbah seorang gadis yang berhasil memenuhi pikirannya beberapa hari ke belakang. "Waalaikumussalam warahmatull...