(author pov)
Alan sedang belajar di kamarnya, dan sekarang sudah menunjukkan pukul 2 pagi.
Alan memijat pangkal hidungnya. matanya sudah sangat lelah, namun dirinya masih belum juga ingin berhenti.
"Hoammm," Alan menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Karna merasa semakin tidak konsen, Alan memutuskan untuk pergi ke dapur dan membuat minuman.
Alan mengintip sedikit dari celah pintu kamar kakaknya. Ternyata Alin juga masih belajar di dalam sana. Gadis itu terlihat sangat fokus dengan buku-bukunya.
Setelah selesai mengecek keadaan kakaknya, Alan kembali berjalan ke arah dapur untuk membuatkan minuman untuk dirinya dan juga sang kakak.
—————————————————————————–—
PRANGG.
Alin yang mendengar suara pecahan beling langsung keluar kamarnya dan mencari darimana asal sumber suara itu.
Saat sampai di lantai bawah, Alin langsung mengecek semua ruangan, dan semua nya nihil. Tidak terjadi apa-apa.
Akhirnya Alin memutuskan untuk pergi ke dapur. Dan Alin menemukan Alan yang sedang bertopang pada pintu kulkas.
Alin langsung menghampiri Alan dan membantunya berjalan ke meja makan.
"Lo kenapa?" Alin mengelap keringat yang bercucuran di pelipis adiknya dengan tangannya.
Alan hanya memejamkan matanya dan menggeleng.
"Bohong dosa," Alan menatap kakaknya dan tersenyum kecil.
"Orang gapapa," jawab Alan dengan suara yang lirih.
Keduanya sama-sama terdiam. Alin bingung dengan sikap adiknya. Ia yakin adiknya sedang tidak apa-apa.
"Shhtt," Alan berdesis pelan, berharap kakaknya tidak mendengar keluhannya itu. Namun sayang, Alin mendengarnya.
"Jujur Lan," ucap Alin dingin. Jika Alin sudah berbicara seperti itu Alan sudah tidak lagi berani berbohong.
"Perut gua sakit.." Alan berbicara dengan suara yang kecil. Ia sudah tidak tahan, perut nya benar-benar sakit sekarang.
"Ayo ke rumah sakit," Alin ingin pergi ke kamarnya untuk mengambil handphone dan dompetnya. Namun tangannya di tahan oleh Alan.
"Gausah, ke kamar aja ya.." Alin menatap adiknya sebentar kemudian menghembuskan nafas pasrah.
Alin merangkul adiknya dan di bawanya ke dalam kamar.
Sesampainya di kamar, Alan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Alin mengambil minyak angin dan di olesi nya di perut sang adik. Wajah Alan benar-benar pucat.
Alin berdiri dan berniat untuk mencuci tangannya.
"Disini aja kak..." ah Alin benar-benar tidak tega saat mendengar suara adiknya itu yang terdengar lesu.
"Gua mau cuci tangan, tadi kan abis megang minyak angin. Sekalian bersihin pecahan beling."
"Maaf ya kak gua jadi ngerepotin lo.."
"Gapapa Alan, lo adik gua, dan lo sama sekali ga ngerepotin gua," Alin keluar kamar Alan dan pergi ke dapur untuk membersihkan pecahan beling yang tadi Alan pecahkan.
—————————————————————————–—
Setelah membersihkan semuanya, Alin kembali ke dalam kamar Alan untuk menemani adiknya.
Alin mengambil kursi belajar Alan dan di taruhnya di samping tempat tidur. Alin mengusap-ngusap rambut Alan dengan lembut. Keringat masih bercucuran di pelipis laki-laki itu. Bibirnya pun pucat.
Alan mengambil telapak tangan Alin dan di taruhnya di pipinya.
"Uhuk uhuk."
"Uhuk uhuk."
Alin melepas genggamannya dari Alan dan pergi keluar kamar untuk mengambilkan minum untuk Alan.
Taklama kemudian Alin balik lagi dengan membawa segelas air putih hangat untuk Alan.
"Uhuk uhuk."
"Minum dulu Lan," Alan membuka matanya dan duduk di tepi kasur.
"Makasi kak."
"Masih sakit?" Alan hanya mengangguk lemah.
"Yaudah tidur lagi ya."
"Maunya di tidurin," Alan tersenyum mesum. Alin menatap adiknya malas. Sedang sakit seperti ini masih bisa-bisanya berfikiran seperti itu.
"Gua aduin mamah papah baru tau rasa."
"Jangan kak," Alan memasang wajah cemberut.
Alin mengusap-ngusap punggung dan rambut Alan. Sesekali Alin juga mengelus-ngelus perut Alan saat adiknya itu meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.
—————————————————————————–—
Paginya Alin sedang membeli bubur untuk Alan di tempat langganannya.
"Hoamm," Alin terus-terusan menguap sejak tadi. Semalaman ia tidak bisa tidur dan terus terjaga.
"Makasi ya mang," Alin memberikan uang kepada si mamang dan pergi pulang.
Sesampainya dirumah, Alin langsung pergi ke kamar Alan dengan membawa sekantong plastik berisi bubur dan segelas air hangat.
"Makan bubur dulu yaa," Alan menggeleng.
"Pait mulutnya."
"Harus di isi biar ga sakit lagi perutnya. Sedikit aja, ya..?" Alan menghembuskan nafas dan mengangguk pasrah.
Alin menyuapi sedikit demi sedikit bubur ke dalam mulut Alan. Sesekali Alan meminta untuk berhenti sejenak, karna mulutnya benar-benar terasa pait.
Alin juga izin tidak kuliah dan bekerja hari ini untuk menjaga Alan.
Di tengah-tengah makannya Alan tiba-tiba meringis kesakitan, Alan duduk di tepi kasur sambil memegangi perutnya.
"Tambah sakit ya?" Alin benar-benar panik.
Alan hanya mengangguk, kemudian ia berlari keluar kamar dengan terburu-buru. Alin langsung mengikuti Alan.
"Hoek hoek," Alan memuntahkan semua isi perutnya di toilet. Alin memijit-mijit tengkuk leher Alan.
"Hoek, uhuk uhuk," Alin mengusap-ngusap punggung Alan.
Merasa sudah cukup, Alan membasuh mukanya dengan air. Ia bertopang pada wastafel sambil memejamkan matanya. Nafasnya tersenggal-senggal.
"Ke dokter ya?" Bujuk Alin lembut.
Alan menggeleng. Laki-laki itu menghampiri kakaknya dan memeluknya. Alin mengusap-ngusap punggung Alan.
"Lan.. kedokter yu.." tak ada sahutan dari Alan.
"Lan.." masih tidak ada sahutan.
"Alan?" Alin merasa pundaknya terasa semakin berat.
"Lan? Alan?" Alin mendorong tubuh Alan, dan ternyata laki-laki itu pingsan.
Alin merogoh kantong celananya dan mengambil ponsel. Alin menopang dirinya di pintu kamar mandi.
Alin mencoba menghubungi seseorang untuk membantunya.
"Halo?"
"....."
"Bisa bantu gue ga?"
"....."
"Alan pingsan."
![](https://img.wattpad.com/cover/255215828-288-k482601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alin & Alan (selesai)
Teen Fictionkisah tentang kakak beradik yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. tapi itu yang membuat mereka menjadi melengkapi satu sama lain. kalo penasaran, lanjut baca aja. siapa tau jadi suka hehe. thankyou, happy reading !