empat belas

23 4 0
                                        

(author pov)

Alan sedang berguling-gulingan di atas kasurnya. dia mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"ARGHHH ILANG KEK ILANG, MUNCUL MULU LU," Alan memukul-mukuli kepalanya.

Gadis itu benar-benar membuat nya kacau. Gadis dengan lesung di pipinya itu terus saja muncul dalam fikirannya.

"Lan," Alin berdiri di depan pintu kamar adiknya itu dengan kening yang berkerut.

"Apa?!"

"Ke rumah sakit yu."

"Ngapain ke rumah sakit? Emang lu sakit kak? Kenapa lagi lu?"

"Ngga, gua sehat."

"Terus?" Alan mengkerutkan keningnya.

Alin menghampiri Alan dan memegang kening adiknya itu.

"Tuh kan bener," gumam Alin. Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Apaansi yang bener? Gajelas banget lu," Alan bingung dengan sikap kakaknya.

"Siap-siap sana cepet, kayaknya lu butuh ke psikiater."

Alan membelalakkan matanya, "maksud lu gua gila gitu?!"

"Gua ga ngomong, lu yang ngomong," ucap Alin enteng.

Alan benar-benar ingin memakan Kakanya itu. kalau kalian pikir kakak laki-laki adalah yang paling menyebalkan, kalian salah. Nyatanya, dirinya memiliki kakak perempuan yang sama menyebalkannya dengan para kakak laki-laki.

Alin duduk di tepi kasur dan menatap adiknya tanpa berbicara apa-apa.

"Kenape lu?" Alan memandang kakaknya bingung.

"Harusnya gua yang nanya."

"Lah emang gua kenapa? Orang gua gapapa."

"Kayak cewe gapapa mulu."

"Kan arwah kita ketuker kak."

Alin memandang adiknya itu malas. Emang dikira dirinya itu tidak peka apa dengan sikap adiknya?

"Keluarin aja."

"Apa yang di keluarin? Perut kotak-kotak gua?"

"Bukan."

"Ya terus apa Maimunah, kebiasaan ye ngomong sepotong-potong."

Keduanya sama-sama hanya diam. Alan sibuk dengan pikirannya, begitu juga dengan Alin.

Setelah diam-diaman cukup lama, Alan membuka pembicaraan.

"Kak."

"Hm?"

"Jadi kemaren ada temen gua curhat, dia cewe, yang pasti bukan si Anna."

"Dia cerita, katanya dia tuh lagi kangen sama seseorang, yang dia kangenin itu cowo. Nah si cowonya ini udah pergi jauh. Tapi si temen gua ini bukan siapa-siapanya, terus dia katanya ga pernah suka sama tuh cowo, tapi tiba-tiba kangen."

"Dia minta saran gua gimana, ya gua kan mana tau yak."

"Dia bukan gasuka, dia gasadar aja sama perasaannya sendiri. Dia baru sadar pas orang nya udah pergi jauh. Padahal dia tau kalau dia udah mulai suka sama tuh cowo, cuman dia ngelak, dan kekeh kalo dia gasuka sama cowonya."

"Itu yang ngebuat dia jadi keinget terus dan malah jadi kepikiran."

"Bilangin, suruh ikutin kata hatinya. Tapi logika nya juga harus tetep jalan. Jangan cuma ngandelin perasaan. Hati dan logika itu harus seimbang."

"Kalo dia mikir 'kan gua cewe, masa gua confess duluan?' ya dia akan terus stuck disitu aja. Dan akhirnya dia malah kesel sendiri karna cowonya gapeka."

"Laki-laki juga manusia biasa, dia bukan super hero yang bisa baca pikiran orang. Kalo suka ya bilang aja, gaada salah nya perempuan untuk confess duluan. Urusan di bales perasaan nya itu urusan belakangan."

"Palingga si cowo udah tau perasaannya si cewe. Jangan gengsi aja di gedein, ntar kalo udah di ambil orang lain baru nyesel. Tapi ga berlaku kalo orang yang dia suka udah punya pasangan, itu di larang keras."

"Oiya 1 lagi, jangan berekspetasi terlalu tinggi. Itu yang ngebuat hati lo jadi sakit kalo cinta nya di tolak. Kita kan gabisa ngatur kalo kisah cinta kita akan selalu berakhir dengan happy ending."

"Kita punya dua ending. Happy ending dan sad ending atau bahkan middle ending, ga seneng banget, tapi ga sedih juga. Jadi jangan maunya happy ending mulu."

"Oke sekian pidato dari saya, sekian terima gaji," Alin kembali mengatup bibirnya rapat-rapat.

Alan mengangguk-anggukan kepalanya. Perkataan kakaknya benar-benar menohok hatinya.

"Gua keluar ya," pamit Alin. Alan hanya menganggukkan kepalanya.

Sebelum menutup pintu, Alin kembali berbicara, "kalo suka ngomong, ntar keburu di ambil sama bule aja, nangis lu di pojokkan. Lu cowok, jangan cemen," Alin langsung melenggang pergi dari kamar Alan.

"BUKAN GUA KAKKK!!!" Alan mendengus kesal.

—————————————————————————–—

Malamnya, Alan sedang menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan yang kosong.

Dia benar-benar di buat bingung dengan gadis itu.

Alan mengacak rambutnya kesal. Ia menghampiri kamar kakaknya dan memeluk kakaknya yang sedang belajar.

"Kesambet apaan?"

"Tante kunti," ucap Alan asal.

Alin melepas rangkulan tangan Alan yang berada di lehernya. Ia menatap adik satu-satunya itu.

"Gua gabisa tidur, gua tidur sini ya, sama lu."

"Ga."

"Ayolahhh, plissss," Alan memohon kepada kakanya.

"Ogah."

"Plis plis plis plis," Alan terus menganggu Alin yang sedang belajar.

"Ganggu lu," Alin menatap adiknya sinis. Ia membereskan buku-bukunya dan menyusul adiknya yang sudah di tempat tidur.

"Gua peluk yaa?" Tanya Alan.

"Awas lo brother complex, gua bunuh."

"Sadis banget punya kakak," Alan menatap kakaknya sinis.

Alan memeluk Alin dengan erat dan tentu saja itu pelukan hangat. Alin juga mencari posisi nyaman di dada bidang milik Alan.

Alin mengusap-mengusap punggung laki-laki itu dan berharap adiknya itu bisa tidur dengan nyenyak.

Taklama kemudian, dengkuran kecil dari keduanya mulai terdengar. Nafas mereka pun sudah mulai teratur. Mereka berdua sudah terlelap dan sudah memasuki alam mimpi.

Alin & Alan (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang