(author pov)
Alin mengetuk-ngetuk kamar adiknya itu. Ia berniat mengajak Alan untuk makan bersama dengannya di luar. Alan membuka pintu kamarnya dan menatap kakaknya dengan wajah yang masih mengantuk.
"Kenapa kak? Udah shubuh ya?"
Alin mengusap wajah adiknya kasar, "mana ada shubuh, masih jam setengah 8 lewat ini."
"Loh, kirain dah pagi," Alan cengengesan, jiwa nya masih setengah terkumpul.
"Udah sholat isya belom?"
"Belom."
"Sholat dulu gih, abis itu siap-siap, gua mau ngajak lu keluar."
"Kemana?"
"Udah siap-siap aja, ntar juga tau," Alin mendorong adiknya masuk ke dalam kamar dan menyuruh nya untuk segera bersiap.
—————————————————————————–—
"Kak, kita ngapain sih disini?" Alan celingukan melihat sekitarnya.
"Makan lah, lu emang mau cuci piring disini?" Alan melihat daftar menu makanannya.
"Idih, masa mie ayam seporsinya mahal banget," Alan memincingkan matanya.
Alin tertawa kecil, "kata temen gua mie ayam disini enak, gua wajib coba katanya."
"Tapi ini mahal banget anjir."
"Udah coba aja dulu," Alin memanggil mbak-mbak yang bertugas.
"Ada yang bisa saya bantu kak?"
"Em, saya pesen mie ayam yang paling best seller disini ya, minumannya es jeruk aja. Lu mau pesen apa?" Tanya Alin pada Alan.
"Best seller kedua disini aja mbak, minumannya es teh manis ya," setelah memeriksa kembali pesanannya, mbak-mbaknya pergi untuk membuatkan pesanan Alan dan Alin.
"Kak, kan mahal kak," Alan berbisik pada Alin.
"Tenang aja, kemaren gua lagi ikut try out banyak dan menang, hadiah nya lumayan besar," Alin menaik turunkan alisnya.
"Enak bener ye jadi orang pinter, lah gua apa? Pinter kagak, berbakat juga engga, bodoh iya, nakal pun iya," Alan terus-terusan mendumel.
"Heh, semua orang itu gaada yang bodoh, Allah udah kasih kelebihan masing-masing. Kalo semua orang pinter dan berbakat cuman dari akademik doang, seniman pasti pada ngga ada, gamers juga gaada, atlet juga gaada, jadi hambar. Ga beragam. Tapi bukan berarti seniman, gamers sama atlet ga pinter yaa.. cuman perumpamaan."
"Iyasii... tapi gua aja gatau bakat gua dimana."
Alin tampak berpikir, "lu kan suka ngegame tuh, kenapa ga lu manfaatin skill ngegame lu buat ngehasilin duit?"
"Caranya?"
"Ya ikut turnamen, atau lu bisa ngeyoutube kan?"
"Iya juga ya, kok gua ga kepikiran ya?"
"Bukannya ga kepikiran, lu nya gamau mikir," Alin melempar tisu yang sudah teruntal pada Alan. Alan hanya cengengesan.
"Silahkan dinikmati," mbak-mbak petugas membawakan pesanan mereka. Ternyata porsi nya sangat banyak, pantas harganya juga mahal.
Alin melihati mangkok berisi mie ayam itu, kemudian menatap Alan.
"Iya ntar kalo ga abis gua yang abisin," Alan sudah bisa tebak apa yang akan kakaknya bicarakan padanya. Alin memang selalu seperti itu jika dengan sang adik, walau ujung-ujungnya pasti habis dimakan oleh dirinya sendiri.
"Tumben peka."
"Gue mah emang peka," Alan memeletkan lidahnya.
—————————————————————————–—
"Hahhh, makasih ya kak buat hari ini, ternyata harga nya worth it buat mie ayam sebanyak itu dan se-enak itu."
"Ga nyesel kan, makan di situ," Alin tersenyum, Alin sangat berterima kasih pada Sonya karna telah merekomendasikan tempat makan itu padanya.
"Iyaa," Alan tersenyum senang.
"Yaudah gua mau ke kamar dulu ya mau ganti baju," Alan berjalan ke kamarnya. Alin melirik Alan yang sudah menjauh, ia tersenyum tipis.
Brakk.
Alan menutup pintu kamarnya.
"Satu... dua.... ti—"
"KAKKKKKKKK," Alin tersenyum kecil.
"Apaan sih Lan, berisik dah malem," Alin sibuk dengan ponselnya.
"Ini apaan ini, nyasar apa begimana?" Alan menyodorkan paperbag berwarna hitam.
"Emang isinya apaan?"
"PS 5, bukan punya gua nih, mahal banget, mana sanggup gua beli. Punya lu kak?"
"Menurut lu emang mungkin gua beli buat diri gua sendiri?"
"Engga si.. ngajak lu main PS aja gua mesti mandi kembang 7 hari 7 malam dulu biar lu mau."
"Lebay," Alin menatap adiknya dengan tatapan yang mengartikan 'freak banget lu'
"Terus ini punya siapa?"
"Emang di situ gaada nama yang punya?"
"Ada, masa atas nama gua. Aneh banget," Alan memasang wajah polosnya.
"Ada suratnya ga?" Alin sudah sangat jengkel dengan adiknya.
"Bentar," Alan mengeluarkan PS itu dari kotaknya dan menemukan sepucuk surat di dalam paperbag nya.
"Selamat karna udah masuk 5 besar?" Alan membaca surat itu. Ia terdiam sejenak, kemudian menatap Alin dengan mata yang berbinar.
"Lemot banget," ucap Alin menyindir Alan, ia masih fokus pada ponselnya. Alan langsung memeluk kakaknya erat.
"Ini kan mahal banget kak!" Alan menatap kakaknya kesal.
"Udah kebeli," ucap Alin acuh.
"Dapet darimana lo kak?"
"Jual ginjal."
"Ngelawak mulu," Alan menatap kakaknya datar. Alin hanya tertawa kecil.
"Itu buat perjuangan lo karna udah berhasil masuk 5 besar," Alin mengacak-ngacak rambut Alan. Alan kembali memeluk Alin erat. Hah... kakaknya ini sudah terlalu baik padanya. Ia sangat bersyukur karna mempunyai kakak seperti Alin. Kakaknya ini limited edition.
"Udah sana istirahat, besok harus sekolah," Alan menganggukkan kepalanya, kemudian Alan pergi ke kamarnya dengan senyum lebar sambil memeluk erat PS 5 nya layaknya anak kecil yang senang mendapatkan mainan baru.
Alin menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum simpul.
![](https://img.wattpad.com/cover/255215828-288-k482601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alin & Alan (selesai)
Teen Fictionkisah tentang kakak beradik yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. tapi itu yang membuat mereka menjadi melengkapi satu sama lain. kalo penasaran, lanjut baca aja. siapa tau jadi suka hehe. thankyou, happy reading !