BAB 15
"Tunggu!"
Aras terus berlari sekuat tenaga karena pria itu mengejarnya. Meski lelah dan dingin, Aras tak menyerah. Ia tak akan membiarkan dirinya ditangkap pria itu. Aras harus bisa lolos agar besok bisa kembali pada sang bunda.
"Aras, tunggu. Ini saya, bukan penculik!"
Kaki Aras berhenti berlari. Ia tertegun mendengar pengakuan penculik itu. Keningnya berkerut, bibirnya terbuka sedikit dan otaknya terus bertanya-tanya. "Emang ada, ya, penculik yang ngaku?" gumamnya.
Sedetik kemudian, ia dikagetkan oleh tepukan pelan di pundaknya. Seketika itu ia terbelalak dan napasnya tercekat. Jantung Aras mendadak berhenti, dan tubuhnya menjadi kaku.
"Akhirya!"
Aras mengerjap beberapa kali dan mengembuskan napasnya pelan. Perlahan ia menoleh dan berbalik. Betapa terkejutnya Aras saat tahu siapa yang ternyata mengejarnya. Aras dibuat semakin terkejut karena ternyata yang dianggapnya penculik adalah pria yang pernah membantunya.
Aras tak percaya jika pria itu berada di hadapannya, menemuinya di saat dirinya membutuhkan bantuan dan perlindungan. Seketika senyum Aras terbit, rasa senang dan bahagia bersarang di hatinya, mengalahkan egonya dan menguasai ekspresi wajahnya.
"Kamu ada-ada saja. Masa saya dikira penculik. Dasar, kamu ini," kekeh Ridwan sembari mengacak rambut Aras.
Aras tersenyum kikuk mendengarnya. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maaf ya, Om. Aras kira Om penculik," katanya dengan kekehan kecil.
Ridwan tertawa mendengarnya. Ia tak habis pikir jika Aras akan menganggapnya peculik. 'Memangnya saya pedofil? Suka sama anak di bawah umur,' batinnya.
"Kamu ada-ada aja, sih."
"Sekali lagi maaf ya, Om."
Aras benar-benar malu pada Ridwan. Namun, ia senang karena yang datang bukanlah orang jahat seperti Haikal, melainkan orang berhati malaikat seperti Om Ridwan.
"Aras, kenapa kamu masih di sini? Kamu nggak pulang ke rumah?" tanya Ridwan tiba-tiba.
"Nggak, Om."
Selesai. Aras hanya menjawab dengan satu kata itu. Senyum yang awalnya menghiasi wajah Aras, seketika memudar saat mendengar pertanyaan Ridwan. Wajahnya berubah masam dan tatapannya sendu.
Ridwan yang mendengar jawaban Aras, sama sekali tak terkejut. Ia tak banyak bertanya tentang alasan Aras tak pulang ke rumah. Ia justu menawarkan untuk mengantarnya, tetapi Aras menolak.
"Kalau gitu, malam ini kamu ikut Om aja. Di sini bahaya."
Aras terbelalak dan itu disadari oleh Ridwan. Pria itu terkekeh melihat ekspresi Aras. "Om nggak akan macem-macem. Tenang aja. Om hanya ingin membantumu."
Tak menunggu jawaban Aras, Ridwan langsung menarik tangan Aras dan membawanya masuk ke dalam mobil. Anehnya, Aras tak merasa takut ketika Ridwan membawanya. Nuraninya berkata, jika Ridwan adalah orang baik. Manusia berhati malaikat yang dikirim Allah untuk melindunginya.
***
Malam ini, Aras terpaksa tidur di apartemen Ridwan. Ia kini tengah menunggu Ridwan yang sedang keluar. Sambil menunggu, Aras memilih untuk mengamati apartemen minimalis milik Ridwan.
Nuansa yang disuguhkan membuat hati dan pikiran menjadi tenang. Kamar dengan perpaduan warna putih abu dan desain yang rapi dan menarik. Aras menyukai apartemen Ridwan, tempat tidurnya berada di belakang lemari seolah tengah bersembunyi. Di dekat jendela tersimpan sofa dan di sampingnya ada meja kerja. Sungguh menarik menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laras: Never Be Alone
Teen FictionLahir sebagai anak yang tak diharapkan membuat Aras selalu mendapat perlakuan buruk dari sang bunda. Bahkan, saat kecil Aras harus kehilangan sang ayah. Dari dulu, Aras selalu sendiri karena semua orang menganggapnya hina. Bunda yang menjadi satu-s...