Jangan Tinggalkan Aras

303 21 17
                                    

Halo semua, setelah sekian lama nggak update, hari ini aku bakalan mulai update cerita ini lagi. Aku update versi baru yang bakalan bikin kalian lebih gregetan lagi.

.

Happy reading and jangan lupa tinggalkan jejak ya

Aku tunggu vote dan komennya;)

^-^

Suara pecahan kaca terdengar nyaring di telinga gadis kecil dengan rambut kuncir kuda yang tengah menangis di pojok lemari. Beberapa kali, gadis itu harus menutup telinganya dengan kuat agar tak mendengar lagi pertengkaran, juga suara petir yang kian memekakkan telinga.

Gadis kecil itu memeluk tubuhnya yang gemetar ketakutan. Napasnya sudah terengah-engah, bersamaan dengan dadanya yang sudah naik turun tak beraturan. Hawa dingin menusuk kulitnya yang tak dibalut jaket itu, hingga membuat sekujur tubuhnya berdesir kedinginan.

Lagi. Suara pecahan kaca kembali terdengar. Pertengkaran antara ayah dan bundanya sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun kali ini, gadis kecil berusia lima tahun itu tak bisa lagi menahan ketakutannya. Ia terus menangis meski tak bisa didengar siapa pun.

Pertengkaran antara ayah dan bundanya tak bisa lagi dihentikan. Bahkan, sang nenek yang tinggal satu rumah hanya bisa mendengarkan dari dalam kamar. Anak dan menantunya itu terlalu sering bertengkar hanya karena masalah sepele.

"Gue nggak pernah minta lo buat nafkahin gue!" pekik sang istri.

Napas wanita itu menderu. Matanya memerah menahan marah dan air mata. Bahkan, tangannya sudah mengepal kuat, siap untuk memukul sang suami jika berbuat macam-macam.

"Tapi kamu dan anak kita tanggung jawab aku, Nez! Aku ayahnya. Aku suami kamu!" balas sang suami penuh penegasan.

"Anak itu anak lo! Lo yang bersikeras buat pertahanin dia!"

"Tapi dia lahir dari rahim kamu. Dia anak kamu juga!" bentak pria itu seraya menarik tangan istrinya

Namun, wanita itu menepisnya keras. Ia sudi jika harus dipegang pria sialan di hadapannya. Pria yang membuat dunianya hancur. Pria yang merusak masa depannya bertahun-tahun lalu.

"Gue nggak pernah mau anak itu lahir!" sergah Inez. "Sekarang pergi dari sini dan bawa anak sialan itu!"

"Aku nggak akan pernah pergi!" tolak pria muda bernama Zidan itu.

"Gue bilang pergi, Zidan! Gue benci sama lo! Gue muak sama semua ini. Gue benci kalian berdua!" pekik sang istri dengan air mata yang sudah menetes.

Sudah kesekian kalinya wanita bernama Inez itu mengeluh pada Zidan, jika ia membenci hidupnya, membenci Zidan dan putri mereka. Membenci semua orang yang selalu menghinanya. Inez tak pernah menginginkan hidup sepeti sekarang, menikah hanya karena kesalahan yang sudah diperbuat.

"Ini udah Takdir Allah, Nez. Kita udah ngelakuin hal yang salah, tapi jangan sampai Aras merasakan getahnya," ucap Zidan menenangkan.

Inez menatap Zidan tajam, meski air mata terus mengalir tetapi tatapan Inez benar-benar mematikan. "Dia harus merasakan gimana hancurnya gue. Karena anak sialan itu, gue nggak bisa gapai cita-cita gue! Gara-gara lo, Zi!" teriaknya di depan wajah Zidan.

"Jangan pernah salahin Aras!" bentak Zidan yang sudah tersulut emosi.

"Dia salah! Karena dia hidup gue hancur. Karena dia hubungan kita berantakan. Karena dia lahir, hubungan kita makin hancur, Zi! Semua salah anak sialan itu! Gue ben---"

Laras: Never Be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang