Masih Terjadi Setelah Sekian Lama

109 13 14
                                    

Happy reading❤
.
.
Jangan lupa vote and comment

^-^

Sepuluh tahun berlalu ....

"Eh ibu-ibu, kok anak itu masih tinggal di sini? Bukannya udah pergi nyari bapaknya?"

"Katanya balik lagi. Soalnya nggak ketemu."

"Nggak dianggap anak itu mah!"

"Dih, mau bikinnya aja. Giliran ngurusnya nggak mau!"

"Kayaknya gedenya bakalan jadi pelacur, tuh. Kayak ibunya!"

"Denger-denger, tuh anak bikin onar lagi di sekolah. Bikin anak orang masuk rumah sakit."

"Bibit-bibit psikopat nih, kayaknya. Kita harus jauhin dia dari anak kita."

"Iya bener. Apalagi Haikal, awas tuh Jeng anakmu kepincut sama dia."

"Haikal nggak bakalan suka sama cewek gila itu!"

"Hati-hati, Jeng. Kita orang tua nggak tau gimana kelakuan anak di belakang kita."

Gadis yang tengah dibicarakan orang-orang itu tak peduli dengan celotehan mereka. Ia menulikan semua pendengarannya dan memasang wajah datar tanpa ekspresi. Hujatan ibu-ibu komplek terlalu pasaran sampai membuatnya bosan mendengarnya.

"Udah mau malem masih aja ngegosip, nggak ada kerjaan lain apa?" batinnya. "Lagian siapa yang bakalan mau sama Haikal? Cowok fake gitu!"

Laras Maulida Rinjani. Gadis berusia enam belas tahun yang harus hidup dengan penuh cacian dan hinaan dari semua orang, bahkan dari keluarganya sendiri. Gadis dengan masa lalu yang kelam dan penuh luka, juga air mata. Tak pernah ada kebahagiaan dalam hidupnya, bahkan tanpa cinta dan kasih sayang, yang ada hanyalah kesedihan.

Aras sampai di depan rumahnya yang sederhana. Rumah yang menjadi tempat menyeramkan, yang membuat hidupnya bagai di neraka. Tak ada kehangatan dan cinta. Sebelum masuk, ia memejamkan mata sembari menarik napas dalam-dalam, dan berdoa. Berharap tak ada lagi isak tangis malam ini.

"Kuatkan Aras, Ya Allah," batinnya.

Dengan perlahan, Aras membuka pintu lalu masuk. Ia berharap tak ada sang bunda di dalam. Namun sayang seribu sayang, harapannya kandas. Saat ia menutup pintu, tiba-tiba hatinya merasa tak enak. Ada hawa mencekam yang membuatnya merinding.

"Diam di situ!"

Aras terperanjat mendengar bentakan wanita berusia tiga puluh enam tahunan itu. Ia berbalik, patuh dan diam di tempatnya. Menunggu wanita yang selalu ia panggil 'Bunda' datang menghampiri dengan raut penuh amarah. Mata sang bunda sudah memerah dan rahangnya pun menegas.

Dengan tenang Aras menunggu sang bunda sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket. Aras menebak dalam hati apa yang akan dilakukan sang bunda padanya. Benar saja dugaannya, satu tamparan mendarat di pipi kirinya begitu sang bunda berada tepat di depannya.

"Mau sampai kapan lo terus-terusan bikin hidup gue nggak tenang, ha?" bentak sang bunda, Inez Rinjani.

Aras bungkam. Tak berniat menjawab dan tak peduli dengan rasa panas di kedua pipinya. Ia sudah terbiasa dengan perlakuan dari sang bunda.

"Lo gebukin siapa lagi, ha?" geram Inez. "Mau berapa kali lagi kepala sekolah panggil gue karena ulah lo? Gue bosen tiap hari denger omongan orang soal kenakalan lo di sekolah! Nggak bisa apa, sekali aja bikin gue seneng, ha?"

Lagi. Inez kembali menampar pipi kiri Aras ketika gadis itu sama sekali tak menyahut. Aras masih bersikap tenang menghadapi sang bunda, meski nyatanya pipinya sudah sakit.

Laras: Never Be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang