Trouble Maker

63 12 6
                                    

BAB 11

"Aras, bangun!"

Aras yang masih bergulat dengan selimutnya, sama sekali tak mendengar teriakan bundanya. Ia masih setia menutup mata dan menikmati mimpi indahnya. Akibat menangis semalaman, Aras merasa lelah dan butuh waktu banyak untuk beristirahat.

"Aras!" teriak Inez dari depan pintu kamar.

Inez mengetuk pintu dengan keras, tetapi tak membuat Aras terbangun. Semakin lama, teriakannya semakin kencang dan ketukannya berubah menjadi pukulan keras di pintu.

"Laras Maulida Rinjani!" murka Inez yang langsung membuka matanya.

Aras membuka mata karena mendengar teriakan sang bunda. Netranya mendapati sang bunda tengah berdiri di sampingnya, bersedekap dengan wajah yang terlihat begitu marah.

"Bunda?" panggil Aras dengan suara seraknya.

"Dasar kebo! Bangun sekarang. Lo harus sekolah. Jangan sia-siain duit gue!"

Aras bangun dan duduk di tepi ranjang. Sebenarnya percuma saja ia pergi ke sekolah. Toh, ia masih dalam hukuman. Di skors selama seminggu ke depan. Namun, ia tak mungkin mengatakannya pada Inez. Bisa-bisa ia dimarahi dan disiksa lagi.

"Aras izin dulu ya, Bun. Aras mau istirahat," katanya berbohong.

Inez menoyor kepala Aras membuat gadis itu mengernyit menahan sakit. "Sekolah atau libur selamanya!" tegasnya.

Aras menghela napas pelan. Mau tak mau, ia harus berangkat ke sekolah meski itu akan membuang waktu dan uangnya. Aras bangkit dan beranjak menuju kamar mandi. Bersiap untuk ke sekolah agar tak diomeli sang bunda.

Selang beberapa menit, Aras selesai bersiap dan kini sedang menata rambut panjangnya di depan cermin. Aras kembali merasakan sakit di pipi dan juga sudut bibirnya. Bahkan, ia menyadari jika pipinya masih memerah.

"Tamparan bunda kayaknya keras banget. Sampe membekas gini, bikin bibir berdarah lagi," katanya seraya mengusap pipi kirinya.

"Lo kuat, Ras. Tahan."

***

Aras berjalan menyusuri koridor sekolah. Tujuannya saat ini adalah rooftop. Keadaan koridor sudah mulai ramai. Sepanjang berjalan, Aras selalu mendengar orang membicarakan tentangnya, menghina seperti biasa, apalagi setelah kejadian kemarin yang membuatnya semakin dipandang gila.

Aras terus berjalan dengan santai, menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Bahkan, Aras tak sadar jika dirinya sudah sampai di depan kelas. Gadis itu menoleh sebentar, melihat kelasnya yang sudah ramai lewat jendela.

Saat hendak melanjutkan langkahnya, Aras mendengar namanya dipanggil. Ia berbalik dan mencari siapa yang memanggilnya. Akhirnya, netranya mendapati sosok pria muda berbadan tegap dengan kemeja maroon dan tas jinjing di tangan kanannya.

"Tunggu dulu," kata pria itu.

Aras menatap pria itu tanpa ekspresi dan menunggu.

"Ikut ke ruangan saya sekarang!" tegas pria bernama Bima yang sudah berdiri di depan Aras.

Aras memutar bola matanya jengah. Tanpa menolak dan tetap patuh, Aras mengikuti Bima dari belakang. Bima adalah guru BK di sekolah dan setiap Aras membuat masalah, ia akan bertemu dengan pria itu.

"Bikin masalah lagi? Nggak ada kapoknya banget, padahal masih di skors!"

"Ya ampun. Nggak ada akhlak banget emang. Bikin malu!"

"Hukuman yang kemarin aja masih berlaku, udah bikin masalah lagi aja!"

"Semoga anak gue kelak nggak kek si gila itu!"

Laras: Never Be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang