My Destiny

45 6 3
                                    

Malam itu, tidak ada yang lebih indah dari namamu dan namaku yang senada di atas kapal.

***
Anggita POV

Sore itu jadwalku tidak terlalu padat jadi aku bisa pulang dan menikmati malamku untuk menonton series atau membaca buku. Sejak aku menjadi dokter, waktu luang untuk bersantai semakin berkurang apalagi waktu berkumpul bersama keluarga, aku jarang mendapatkannya lagi. Meskipun begitu aku tetap senang menjalankan tugas ini. Tidak semua orang bisa menjadi doker, aku sangat beruntung bisa mendapatkan profesi ini.

Saat aku melewati ruang tamu, mama sedang membaca majalah di sana, sangat fokus sampai mama tidak menyadari kehadiranku. "Assalamualaikum, Ma. Anggita pulang." sapaku mendekat ke arah mama lalu mencium tangannya.

"Waalaikumsalam, tumben udah pulang sayang?"

"Iya nih, Anggita naik dulu ya."

"Nggak mau makan dulu? Mama masak makanan kesukaan kamu loh."

"Nanti aja Ma," ucapku lalu mulai menaiki tangga.

"Sekarang aja nanti keburu dingin nggak enak loh, ayo turun, ke meja makan cepetan."

Aneh, tidak biasanya mama menyuruhku segera makan. Biasanya mama membiarkanku mandi terlebih dulu baru makan malam, kenapa kali berbeda? Aku tidak membantah, menuruti apa kata mama. Dengan langkah santai aku menuju meja makan. Ketika tudung saji kubuka, aku menemukan sebuah surat di sana.

Dear Anggita

The day is coming!

I can't wait to see you Anggita

Wear your best dress and meet me in Senandika Park.

With Love
Rangga Putra Wijaya

Mataku terbelalak seketika, apa ini sungguh terjadi? Apa benar hari ini  penantian panjangku akan berakhir? Kira-kira kejutan apa yang akan Angga berikan padaku, jangan-jangan dia ingin memperkenalkanku dengan pacarnya, atau mungkin calon istrinya? Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengenyahkan pikiran itu. Tapi jika hal itu memang terjadi harusnya tidak masalah bagiku karena aku sudah melatihnya selama sepuluh tahun agar tidak terlalu mengharapkan kebahagiaan berlebih untuk kedatangannya, bagiku melihatnya kembali sudah lebih dari cukup.

"Ma, malam ini Angga mau ketemu aku."

"Kenapa sedih?" tanya mama yang melihat mataku berkaca-kaca.

"Enggak, Ma." jawabku menguatkan diri. Mama segera memelukku, menguatkan perasaanku yang tiba-tiba tidak dapat dieja.

"Mama paham, kamu yang kuat ya, apapun yang terjadi nanti itulah yang harus kamu hadapi."

Setelah adegan melankolis bersama mama, aku beranjak menuju kamar, memilih gaun yang kira-kira cocok, tapi semua gaunku bagus, aku bingung. Sungguh, satu jam lebih aku berkutat dengan gaun dan riasan seperti apa yang akan aku kenakan. Kenapa jadi seribet ini? Padahal hanya bertemu dengan Angga, harusnya dress simpel sudah cukup bukan?

Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada dress dengan perpaduan dua warna, putih dan abu-abu. Sedangkan untuk riasannya, aku sungguh tidak pandai berdandan. Jadi seperti biasanya saja saat pergi ke pesta-pesta. Aku menatap diriku dari pantulan cermin, semoga penampilanku tidak terlalu buruk di depan Angga nantinya.

Aku segera bergegas menuju taman yang dimaksud Angga, tentu saja aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Aku bahkan berkeliling taman itu untuk menemukan Angga, sayangnya sampai kakiku lelah, cowok itu tidak juga terlihat. Aku duduk di sebuah kursi untuk menunggu Angga, sepertinya aku memang bersemangat karena itu aku rela berkeliling taman demi menemukan Angga.

VlinderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang