Ospek Kedua

300 27 0
                                    

Kamera sudah tergantung dilehernya, sejak adzan subuh selesai dikumandangkan. Niatnya adalah satu. Temukan gadis itu dan ambil gambarnya sebanyak-banyaknya.

Para maba sudah mulai berdatangan, dengan gerakan gesit dia menjalankan tugas mengambil foto maba yang sedang mengantri dibundaran. Matanya mencari-cari keberadaan gadis itu, tapi tak kunjung ia temukan.

Hingga tepukan dibahu membuatnya berhenti mencari. "Geser bro ke tempat pemandu, maba disini biar gue yang foto."

Hela napas berat terdengar, dia mengangguk dan berjalan menuju tempat pemandu. Mungkin pagi ini belum rezekinya.

David POV

Matahari perlahan naik, para maba sudah berkumpul dengan gugus dan pemandu masing-masing. Dimana dia? Sepertinya aku sudah berkeliling dari gugus pertama sampai terakhir, tapi tak kutemukan keberadaannya. Padahal sebentar lagi mereka semua digiring menuju gor untuk menyuarakan yel-yel masing-masing fakultas.

Aku berjalan mendahului mereka menuju lapangan, tempat penyebrangan untuk sampai ke gor. Aku berdiri tepat pada perbatasan antara paving block gor dan lapangan. Memandang satu persatu maba demi mengambil gambar gadis itu.

Puluhan Maba sudah lewat, dia belum juga melintas didepanku. Demi Tuhan, ini benar-benar membuatku pusing. Mataku harus bergerak kesana kemari untuk memastikan gadis itu atau bukan.

Dan keberuntungan berpihak kepadaku, setelah sekian lama menunggu. Dia melewatiku, tidak sia-sia rasanya. Aku segera mengambil gambarnya. Dapat!

Aku mengikutinya, dia duduk di tribun atas. Sayangnya ditengah-tengah, jadi aku agak susah mengambil gambarnya. Tapi tidak masalah, yang penting aku punya fotonya.

Anggita POV

Melelahkan. Setelah teriak-teriak menyerukan yel-yel di gor, dipanasin buat koreo, dan disuruh latihan untuk pentas akhir ospek nanti, rasanya tubuhku seperti dihempas karang.

Aku berjalan gontai menuju tempat parkir, sambil merogoh saku almet. Saku kanan tidak ada, tanganku beralih merogoh saku kiri. Saat hampa yang ku sentuh, mataku lekas membulat sempurna. Jantungku berdetak hebat.

Mampus! Kunci mobil hilang, mobilnya Kak Adel lagi.

Aku mulai kelabakan mencari, sepanjang jalan yang aku lalui, tempat-tempat yang aku singgahi, tapi kesialan ini tidak mau di akhiri.

Aku berjalan didepan gedung kuliah satu, berjongkok di dekat pot-pot bunga. Semoga ada disini, karena sebelum menuju ke gor tadi aku sempat menaruh totebag ku disamping pot.

Pot bunga sudah ku obrak-abrik, tapi kuncinya tidak juga ketemu. Senja semakin naik, bulan sudah melambai lambai tanda kini gilirannya berjaga. Demi apapun, tolong kembalikan kunci mobil Kak Adel.

Aku masih sibuk mencari, lalu sebuah kunci dengan gantungan sama persis seperti milik Kak Adel berada tepat didepan wajahku. Aku mengikuti arah tangan pemegang kunci itu.

Napasku tercekat, kerongkonganku kering kerontang. Seseorang didepanku memang berwajah malaikat, tapi pita merah dilengannya menandakan dia adalah utusan iblis untuk membunuh manusia. Terutama kaum lemah sepertiku.

Aku mengembalikan fokusku, cukup. Sepertinya hiperbolaku tidak perlu dibahas sekarang. Mataku kembali pada sebuah kunci yang dipegangnya. Cobaan apalagi ini?

"Punya kamu?" tanyanya dengan nada dingin ditambah muka datar.
Aku mengangguk, sambil menunduk. dalam hati aku merutuk. Kenapa harus ditemu SPK sih kuncinya.

"Kasih saya alasan, kenapa saya harus menyimpan kunci ini?!"

"Karena kakaknya bertanggung jawab sama keamanan juga." Keamanan parkir maksudnya, SPK kan markasnya diparkiran. Tapi nggak tau juga sih, benar apa salah jawabanku.

"Kamu pikir SPK satpam?! Kalo kunci ini ditemu sama orang lain dan mobil kamu diambil, kamu mau nyalahin siapa?!"

Aku diam tidak merespon apapun, jantungku terlalu bergetar untuk berani mengangkat pandangan.

"Panitia kan yang disalahin?!"

Dia diam beberapa menit, itu pun aku tidak tahu dia berekspresi seperti apa. Aku ingin cepat pergi dari situasi ini.

"Ikuti saya!"

Langkahnya cepat, aku sedikit kesusahan mengikutinya. Sudah sepatu pantofel kekecilan, dari tadi disuruh jalan cepat, sekarang pun iya. Rip kakiku.

Dia berhenti tepat didepan toilet. Tangannya menunjuk ke arah toilet. "Bersihkan cepat! kalo udah selesai ganti ke toilet sebelahnya."

Aku melongo beberapa saat, bersihin toilet cewek sama cowok sendiri? Mimpi apa aku semalam Tuhan.

"Terserah kalo kamu nggak mau kuncinya balik!"

Dia pergi meninggalkanku, berjalan menuju pintu keluar. Aku mengumpulkan sisa-sisa tenagaku, dalam hitungan ketiga. Satu, dua, tiga.

"DASAR SPK SIALAAAAAAAAN."

Kalo aja aku berasal dari keluarga yang ngeluarin duit kaya buang sampah. Aku nggak bakal ambil tuh kunci.

Beberapa jam berlalu, membersihkan toilet ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Awas aja tuh SPK, aku doain semoga kena batunya.

Tinggal tiolet cowok yang belum dibersihkan, aku mulai mengepel lantainya. Pintu toilet terbuka. Malu sekali rasanya.

"Anggita ya?" Aku menoleh dan menemukan dia yang waktu itu di rooftop.

"Kak Dave? iya kan?"

Dia tertawa kecil, manis sekali tawanya. "Iya, ngapain ngepel toilet cowok?"

"Disuruh Kak, sama SPK nya. Gara-gara kunci mobil hilang terus ditemuin sama dia."

Kak Dave tertawa lagi, jenis tawa meledek yang membuatku kesal seketika. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya, entah kenapa tiba-tiba aku mengerucutkan bibirku.

"Yaudah semangat." Kak Dave menepuk pundakku dan berlalu.

Waktu menunjukkan pukul enam tepat, akhirnya kelar juga. Aku berjalan menuju toilet cewek karena tas dan keperluan ospek lainnya ku taruh dekat wastafel. Saat tas ku angkat, mataku menangkap sebuah roti dan susu tergeletak disana.

Ada notes kecil tertempel, tulisannya rapi, bisa terbaca. Curiga bukan anak fakultas ini yang menulis.

Semangat, and good luck.

Siapa pengirimnya? Apa mungkin Kak Dave? Aku tersenyum melihatnya.

***

David POV

Aku menguap beberapa kali, rapat evaluasi sudah berlangsung dua jam. Kopi yang berada didepanku bahkan tidak menggiurkan sama sekali. Aku rindu kasurku, rindu seprai motif bola-bolaku. Dan yang paling ku rindu adalah rebahan.

Ponselku menyala, tanda notif dari instagram. Mungkin maba lagi. Beberapa kali layar ponselku menyala, bejibun notif dari maba minta follback. Malas sekali rasanya.

Ponselku menyala lagi, entah ini untuk keberapa kalinya. Bams yang merasa terganggu menyenggol lenganku, memberi kode untuk mematikan ponsel saja.

Aku mengambil ponselku, dan mataku melebar seketika.

Anggitaadelia_ started following you

Anggitaadelia_ wants to sent you a massage

Aku membuka profil instagramnya terlebih dahulu, memastikan memang benar gadis itu. Dan benar, itu orangnya.

Aku mengikutinya balik, lalu beranjak menuju dm. Aku kira dia minta follback tapi ternyata bukan.

Makasih kak kiriman roti sama susunya :)

Jariku menyentuh kolom balasan,

"Koor Sie PDD hari terakhir bisa selesai after movie nya?"

Aku mendongak, dan mendapati semua panitia menatap ke arahku. "Gue sama anak-anak PDD usahakan selesai."

***

Mau next?

blue sky.

VlinderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang