Aku memandang liontin yang beberapa hari ini berada di leherku. Setiap kali aku membuka liontin itu, perih seketika menyergap dadaku. Sungguh, aku tidak mengerti. Perasaan apa ini.
Ponselku berbunyi, panggilan dari Athala membuatku menghentikan aktivitasku.
"Hallo Ta, kenapa?"
"Langit telfon lo, kenapa nggak diangkat?"
"Nggak penting," jawabku malas
"Langit mau berangkat ke Jerman sekarang. Susul dia atau lo bakal nyesel"
"Nggak bisa Ta," Suaraku bergetar tiba-tiba.
"Nggi, diri lo butuh kejelasan. Temui Langit sekarang, katakan apa yang lo rasain selama ini, mumpung masih ada kesempatan."
Panggilan terputus, logikaku berjalan cepat. Aku bersiap dengan baju berwarna biru muda, hatiku mungkin bertolak belakang dengan warna cerah yang aku kenakan. Karena semenjak kecelakaan itu aku seperti lupa bagaimana cara tersenyum kembali.
Aku berlari masuk ke dalam bandara, menoleh kesana kemari, mencari sosok itu. Bahkan aku tidak tahu pesawat jenis apa yang akan dia tumpangi. Jadi melihat jadwal keberangkatan pun aku rasa percuma.
"Kamu cari aku?"
Aku menoleh dan menemukan warna mata itu, warna yang pernah menjadi favoritku.
"Kamu kapan ke Jerman? Kita harus secepatnya kesana untuk beradaptasi."
"Lang?"
Suara dibalik tubuh Langit membuat aliran darahku membeku seketika, hatiku seakan ditampar oleh kenyataan. Dia membawa tas beserta koper besar ditangannya. Sepertinya memang benar, berapa kali pun aku memberi kesempatan pada Langit, Jingga tetaplah warna yang tidak bisa luput dari hidupnya.
"Kalian lagi ngobrol ya? Maaf ganggu, aku kesana dulu deh."
"Berhenti disitu," ucapku menghentikan langkah Jingga menjauh.
Aku kembali menatap Langit, dia ingin memberikan penjelasan namun apa yang aku lakukan berhasil membuatnya bungkam. Liontin itu aku lepas.
"Aku lepasin kamu Lang, sama kaya liontin ini. Aku akan tetap di Indonesia, menunggu Angga sampai dia bangun."
Langit mengepalkan tangannya kuat, "Jangan pernah menyiksa diri kamu sendiri, Anggita. Aku tahu kamu bohong, buktinya liontin itu masih ada sama kamu."
Aku memejam, menguras air mata lebih banyak lagi untuk sanggup melanjutkan kalimat.
"Bertahan sama kamu itu sama aja menyiksa Lang! Cukup, Aku emang masih cinta sama kamu, tapi Angga jauh lebih berharga daripada perasaan ini."
"Kamu ngorbanin hubungan kita cuma buat Angga?"
"Iya! Niat awal kamu deketin aku udah nggak baik Lang, jadi jangan salahin aku, kalau cara aku mengakhiri juga nggak baik."
Aku menatap ke arah Jingga, dia menunduk. Aku tahu dia pasti merasa menjadi benalu dalam hubunganku dan Langit. Aku meraih tangannya, ku berikan liontin itu pada Jingga.
"Kamu sudah dengar semuanya kan? Kalo sebenarnya aku masih ada rasa sama Langit," Jingga mendongak, kemudian mengangguk, "Jaga liontin ini, aku titip Langit ya. Semoga di Jerman nanti kamu bisa menikmati pemandangan kota tua, berdua, sama Langit."
"Nggi, aku sama Langit Elang cuma sahabatan. Nggak lebih."
"Aku tahu kamu adalah perempuan baik, Jingga. Tapi aku nggak bisa terus-menerus berdiri disisi orang yang masih terbayang sama masa lalu nya. Aku sangat percaya jika Langit masih memeliki rasa sama kamu begitu pula sebaliknya. Lagi pula Angga lebih membutuhkan aku, sekarang kan Langit udah ada kamu," jawabku sambil tertawa setelah mengucap kalimat di akhir.
Aku menggenggam tangan Jingga kuat, "Langit membutuhkan Mega untuk meletakkan warna Jingganya. Dan itu semua ada di kamu, Salsabilla Mega Ajingga" perlahan aku melepas genggaman tanganku, "Kalian berdua, semoga bahagia di Jerman."
"Kamu jangan bodoh, Anggita!" ucap Langit saat aku ingin berjalan pergi.
"Tidak ada yang bisa dipertahankan, sejak dari Puncak, dan sampai detik ini semuanya udah jelas. Aku udah nemuin titik temu dari kata 'kita yang masing-masing dulu'. Kita usai."
Detik berikutnya suara interupsi pesawat yang akan berangkat meninggalkan bandara. Aku dengar Jingga berbisik itu adalah pesawat yang mereka tumpangi.
Aku berbalik, berjalan meninggalkan mereka berdua. Tepat pada hari ini, semuanya telah selesai.
***
Langit POVPesawat yang aku tumpangi telah pergi meninggalkan bandara. Aku dan Jingga sama-sama diam. Sampai beberapa menit kemudian, Jingga membuka suara.
"Aku tahu sebenarnya kedatangan Anggita tadi bukan untuk mengakhiri hubungan kalian. Kalau aja aku nggak menghampiri kalian tadi—"
"Ini salahku sendiri, jika dari awal aku mencintainya dengan tulus tanpa ada niatan balas dendam, mungkin semuanya nggak mungkin berakhir seperti ini."
Aku menghela napas dalam-dalam, memandang gumpalan awan dari jendela. "Lagi pula hubungan kita yang berawal baik-baik, bisa berakhir seperti itu. Apalagi hubungan yang dimulai dengan tidak baik? Semua memiliki jalan masing-masing bukan?" kataku sambil tertawa, ironis.
"Mestinya kamu mengejar Anggita tadi, dan membatalkan penerbangan ini."
Aku menatap Jingga, iris matanya yang teduh membuat aku kembali ke masa lalu "Jerman adalah mimpiku, mungkin Tuhan sedang berencana. Dan mengikutsertakan kamu didalamnya."
"Lang, kau tahu bagaimana perasaanku? Jangan bicara seakan kamu masih mencintaiku."
"Ya, kamu benar. Aku masih mencintaimu."
***
Aku memandang map biru yang kini sedang terbuka di depanku. Pikiranku menerawang jauh, ternyata secepat ini waktu berjalan. Aku bukan lagi murid International high school sky blue.
"Anggita, kamu yakin dengan pembatalan ini?"
Suara itu membuyarkan lamunanku, aku kembali fokus dengan tujuan kenapa aku berada disini. Aku mengangguk pelan tanda memang benar-benar setuju.
"Saya sangat menyayangkan keputusan kamu, Anggita. Apa kamu benar-benar yakin?"
Aku menghela napas berat, "Keputusan saya sudah bulat, dan saya percaya pilihan ini adalah yang terbaik untuk kehidupan saya kedepan," tatapanku kosong, aku tidak berani menatap lawan bicaraku.
"Baik, kalau begitu saya terima surat pengunduran diri kamu dari Universitas Jerman."
***
Satu kata buat Langit? Dan satu kata buat Jingga?
aku saranin play musik di mulmed ya, biar kalian tahu gmn rasanya jd anggita 😭😭😭
Hehehe, part selanjutnya udah masuk ke judul ya
vote dan komen jgn lupa
masih mau next kan? hehe
Blue sky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vlinder
General FictionTerima kasih sudah mampir ke sini, budayakan vote dan komen ya 💙🦋 Sekuel from Elang Vlinder dalam bahasa Belanda artinya kupu-kupu Kupu-kupu adalah hewan bermetamorfosis bukan? Sama seperti kisah kita yang memilki perjalanan menuju titik dimana ki...