Aku bisa membawamu terbang ke tempat paling indah, lebih dari pantai, gurun, dan lembah.
***
Paginya Angga menemukan pemandangan yang begitu menenangkan matanya, sebenarnya ia sudah biasa melihat Anggi memasak di dapur rumahnya bersama ibunya, tapi itu dulu sebelum perempuan itu menjadi istrinya. Sekarang gadis itu sudah menjadi nyonya Wijaya walaupun sebelum dan sesudah menikah kondisi keduanya tidak jauh berbeda.
Jika Angga menggambarkan hidupnya saat ini, Angga merasa sebagian dari dirinya terisi penuh oleh warna-warni yang belum sempat ia ciptakan dalam dirinya sendiri. Tentunya ada tokoh utama yang berperan penting dalam proses pencampuran warna itu. Dan tokoh utama itu ia jatuhkan pada sahabat kecilnya. Anggita Adelia Rinjani.
Bagi Angga waktu sepuluh tahun itu cukup lama untuk memikirkan matang-matang langkahnya ke depan. Ia bekerja keras agar bisa membuat calon istrinya bahagia, di sisi lain cowok itu juga memiliki perasaan cemas ketika usia gadis itu semakin bertambah. Angga selalu berpikir waktunya terbuang untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah sedangkan perempuan yang dicintainya mungkin saja hampir dimiliki oleh orang lain. Beruntungnya semesta berpihak kepadanya, ia datang pada titik yang tepat. Gadis itu ternyata mampu menunggunya. Sebuah hal yang sesungguhnya cukup sulit untuk dipercaya.
"Kamu buat sarapan kaya buat makan siang, Nggi. Banyak banget." Angga memperhatikan Anggi yang sedang menata makanan di meja. Biasanya cowok itu hanya sarapan apa adanya, jadi ia cukup kaget dengan paket sarapan komplit yang Anggi buat.
"Mumpung kamu belum kerja." jawab gadis itu singkat.
Mereka berdua duduk bersebelahan sambil menikmati sarapan dan sesekali melakukan obrolan ringan yang begitu hangat untuk pagi itu. Angga tersenyum ketika suapan pertama begitu memanjakan lidahnya, cukup lama Angga tidak merasakan masakan Anggi dan pagi itu rasa rindunya seakan terobati.
"Besok kalo aku udah kerja, kamu nginep aja di rumah Mama nggak apa-apa." Angga menoleh, mengamati istrinya yang sibuk dengan sarapannya. "misal kamu takut sendirian."
"Enggak ah, aku di rumah ini aja nunggu kamu pulang."
Angga mengusap kepala istrinya dengan lembut, "maaf ya, aku nggak bisa kasih kamu banyak waktu."
"Lagian kenapa jadi pilot sih, bukannya jadi pilot itu cita-citanya Rafael van Djik?" goda Anggi yang sukses membuat Angga tersenyum.
"Cita-citanya Angga juga."
Anggi menuangkan air ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada Angga, "habis ini kita mau ngapain?"
"Hah?"
"Kita mau ngapain?"
"Ngapain gimana maksudnya?" tanya gadis itu sedikit was-was.
"Ya mau ngapain? Jalan-jalan kek atau mau nonton ke bioskop, aku masih punya waktu dua hari ke depan buat berdua sama kamu."
Gadis itu bernapas lega, ia kira pertanyaan Angga sebuah ambigu yang menjurus pada hal yang tanda petik, pikirkan sendirilah. Mengingat semalam memang belum terjadi apa-apa diantara keduanya.
"Boleh, tapi kamu bantu beres-beres rumah dulu ya."
"Kenapa nggak mau pake ART, nggak capek emang kamu pulang dari rumah sakit terus beres-beres?"
"Ya enggaklah, Anggi kan wonder woman, pasti kuatlah." ucap gadis itu lantas mulai membereskan piring-piring. Tak lama ponsel gadis itu berdering tanpa panggilan masuk.
"Hallo, dok."
"...."
"Iya, saya di rumah aja ini, kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vlinder
General FictionTerima kasih sudah mampir ke sini, budayakan vote dan komen ya 💙🦋 Sekuel from Elang Vlinder dalam bahasa Belanda artinya kupu-kupu Kupu-kupu adalah hewan bermetamorfosis bukan? Sama seperti kisah kita yang memilki perjalanan menuju titik dimana ki...