Kebetulan

16 3 0
                                    

Setelah beberapa hari aku berpikir ulang, pantaskah kuberikan rekaman pembicaraan mereka pada Asraf, atau menghapusnya saja dari handphone ku.

Ya, percuma sih karena Intan sebenarnya sudah memindahkannya ke flashdisk yang baru ia beli kemarin. Ya Tuhan, aku sungguh tidak akan berniat seburuk ini kalau saja dia tidak membuatku merasa terusik.

Semua teman kelasku tahu aku tipikal orang yang sering mengabaikan sesuatu, lantas kenapa aku harus berbuat sejauh ini. Sudah jelas bukan, bahwa apa yang ia lakukan jauh melebihi apa yang bisa aku tahan.

Kurasa aku berdiri terlalu lama di samping pintu ruangan olahraga, Intan sedang mengambil flashdisk itu yang tertinggal di mobilnya. Setelah beberapa menit akhirnya Intan datang dengan setengah berlari dan kini ia menatapku dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

“Kenapa?” Kutanya.

“Gue gak bisa nemenin” Jawabnya langsung berdiri tegak. Aku hanya menampakan raut yang seolah berkata

“hah?”

“Iya, ini mah serius, Bunda udah di depan, gue gak inget weekend ini gua ada acara keluarga di Jakarta. Maaf ya Nay, Dadaa” Ungkapnya tanpa menunggu tanggapanku.

“Ehh, tapi...” Intonasiku menurun lalu kulanjutkan dalam hati. Apa gak usah aja ya?.

Baiklah berhenti berbasa-basi. Aku melangkah pelan, Saat anak-anak Ekskul futsal sedang asik bermain, aku menyelinap masuk keruang ganti karena aku yakin disana lah mereka menyimpan tas dan barang-barang mereka. Aku mencoba mengingat-ingat tas Asraf, meskipun sejak kemarin aku sudah menghafal warna, bentuk, dan merk tas Asraf terkadang aku menjadi lupa ketika melihat tas yang serupa.

Setelah beberapa menit berkeliling mencari tas Asraf akhirnya aku menemukan bayangan tas yang ada di kepalaku, sebelumnya aku membuka isi tasnya terlebih dahulu untuk memastikan itu benar-benar tas milik Asraf.

Setelah yakin akan tas Asraf aku langsung memasukan flashdisk kedalam tasnya, sengaja ku buatkan bandul kunci boneka agar Asraf menyadari ada benda asing di tasnya.

Ketika hendak keluar ruang ganti, suara bising mulai terdengar gemuruh. Aku mulai merasa gugup takut kalau-kalau ketahuan. Dan kakiku tersentak ketika segerombol laki-laki masuk, parah nya ada yang sudah membuka baju dan membiarkan dadanya telanjang dengan bentuk kotak-kotak simetris, mereka juga melongo melihat ada seorang wanita di ruang ganti, mendadak keringat keluar didahiku, aku sungguh tidak tahu apa yang harus aku lakukan, kakiku semakin bergetar hebat ketika suara canda dan godaan mulai keluar dari mulut mereka.

Aku masih berdiri diam tak bergeming, aku sungguh bingung. Lalu aku beranikan berjalan melewati mereka tetapi mereka kini justru menghalangi jalanku, dan salah satu dari mereka terlihat menggodaku, ada yang menarik-narik tanganku, menyentuh pundakku, aku berusaha memberontak namun tiba-tiba sesuatu jatuh diatas kepalaku.

Ya ada handuk menutup penuh kepalaku juga menghalangi pandanganku, ketika tangan kananku hendak meraih untuk menyingkirkan handuk tersebut lenganku ditarik oleh tangan seseorang, lalu kurasai seseorang merangkul pundakku dan memepetkan kepalaku di ketiaknya. Aku hendak memberontak lagi namun aku dibuat bungkam dengan suaranya. Tangannya menepuk-nepuk kepalaku, aku hanya merasakan getaran hebat dari balik handuk.

“Udah gue bilang tunggu diluar” Ucapnya terdengar melindungiku.

Aku langsung diam, sambil menerka-nerka, benarkah ini suaranya? Aku tidak pernah mendengar suaranya begitu dekat. Lalu aku mengikuti arah kakinya, berjalan mengikuti gerakannya, karena pundakku masih memangku tangan kanannya. Setelah kurasa berjalan sedikit jauh, ia melepas tubuh ku, dan aku langsung membuka handuk yang menutupi kepalaku, kemudian aku menoleh dan menatapnya, dia juga balik menatapku, seperti biasanya. Tapi ini pertama kalinya kami bertatapan dengan jarak begitu dekat.

Ini Kisah Tentang Cinta MonyetkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang