Ketahuan

7 1 0
                                    

    “Air mata yang tulus selalu jatuh setelah maaf”

    Sinar mentari menyusup leawat sela-sela tirai kamarku, mataku menyempit saat sinar itu semakin terang. Aku mendongak dan melihat jam.

    “Kesiangan”

    Aku hendak bangkit namun kecemasanku luruh ketika kulihat wajah Mamah tertidur pulas. Dia masih saja cantik walaupun umurnya sudah tiga puluhan, sepintas pernyataan muncul dalam pikiranku, mungkin ini alasan Ayah tidak suka Mamah berpergian tiap waktu. Kalau saja Mamah mau mendengar sedikit saja penjelasan Ayah mungkin mereka tidak harus selalu salah paham seperti sekarang ini, tetapi apapun yang dikatakan Ayah mamah selalu mengaanggapnya itu adalah bentuk penolakan dari keinginan besarnya, lalu ia emosi dan sebagainya yang tidak aku sukai.

    Sesaat juga aku teringat kata-katanya tadi malam, “Of course” ketika aku meminta untuk membuatnya sarapan, seperti yang selalu Ayah ingini, sarapan pagi dengan keluarga. Tetapi melihatnya nyenyaak tertidur, seakan janji yaang semalam kami buat tidak akan aku dapat pagi ini.

    Aku bangun dengan gerakan pelan sebisa mungkin agar mamah tidak terbangun, aku tahu dia kelelahan jadi aku tidak tega membangunkan dirinya.
Aku berlari ke tepi jalan karena aku sudah melihat mobil hitam milik Kak Bayu sudah terparkir disana sejak sepuluh menit yang lalu.

    “Sendalku aku taro di mobil kakak dulu ya” kataku tergesa-gesa, sedangkan tanganku sibuk memakai kaos kaki.

    “Mukamu pucet banget sih” Tangan Kak Bayu berpindah ke dahiku.

    “Kamu demam dek?” Tanyanya.
Kuperhatikan Kak Bayu mulai gelisah, dia memang selalu seperti itu setiap menyadari aku sakit.

    “Cuma puyeng, nanti siang paling sembuh”

    “Nih” Kak Bayu menyodorkan sekotak
wadah nasi.

    Aku membukanya, ternyata nasi goreng yang masih hangat dengan telur mata sapi, dua iris tomat dan seiris mentimun kesukaanku.

    “Harusnya kita pacaran aja deh Kak..” Ungkapku bercanda dengan nada kegirangan sedangkan Kak Bayu masih terkekeh dengan gombalanku.

    “Aku makan ya..”

    “Padahal mukamu itu pucet banget, aneh jadinya liat kamu makan lahap begitu” katanya.

    “Hehe.. aku gampangan ya?” Kutanya.

    “Kalo ke gue sih iya” katanya, “Nih” ia menyodorkan satu kotak kecil benda persegi.Aku membukanya ternyata jepit rambut, cantik sekali.

    “Bilangin makasih ke Tante Tika..” Aku tahu itu pemberian dari Ibunya, oh ya mamah keluar negeri kemarin bersama Tante Tika.

    “Nanti minum obat loh ya”

    “Iya loh”

    Aku hampir terlambat, aku punya waktu sepuluh menit sebelum bel sekolah untuk sampai dikelas. Aku berlari memsuki gerbang, dan langkahku merem mendadak. Kulihat serombongan Asraf ada di dekat lapangan futsal. Sumpah ya aku takut bertemu Keenan disana.

    Aku tahu apa yang sedang aku pikirkan ini terdengar konyol, tetapi aku tidak punya pilihan dari pada hari melintas melewati mereka. Aku berputar kebelakang melewati labolatorium kimia, dan tempat pembuangan sampah, semua ini aku lakukan hanya karena aku takut bertemu Keenan, namun untuk beberapa detik aku merasa terkejut teringat perkataan Catherine di mall.

    “Ngapain coba gue kudu muter-muter, mereka kan gak mungkin bareng!” ucapku kesal.

    Aku berjalan kesal sambil menyelesaikan arah jalan yang kurencanakan ini. langkahku terhenti lagi, sungguh menyebalkan aku sudah berjalan memutar namun kini sosok Keenan ada di depan mataku, kami saling mentap karena terkejut, kebetulan ini sungguh membuat emosiku dipagi hari semakin meningkat.

Ini Kisah Tentang Cinta MonyetkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang