Scene Romance

8 1 0
                                    

Weekend.

      Aku mengintip Mamah membuka tirai kamarku, kemudian ketika dia berbalik ke tempat tidur aku pura-pura terpejam, dalam hati aku tersenyum.

      “Bangun lagi udah siang!” bentak Mamah.

      “Ngantuk Mah” mendengarnya membentakku kurasa keadaan mulai membaik.

     “Ayahmu pulang tuh” katanya dengan suara melemah.

     Yes! Kalau Mamah sudah menjauh dari kamarku aku yakin aku sudah berteriak senang. Sekarang aku hanya perlu lelet, biar Ayah dan Mamah menungguku di meja makan dengan kecanggungan yang luar biasa dasyat. Aku sudah tahu rasanya kemarin.

     Aku berjalan santai ketika suara Ayah mendadak mengeras ketka menyebut namaku. Ia memburu-burui langkahku. Asal kalian tahu, aku akan sangat suka dengan kejutan ini.

     “Masak apa Mah” Tanya Ayah setelah mendiami Mamah tanpa sepatah katapun, pahamilah itulah alasan dia memanggilku tadi.

     “Kemarin mampir beli gudeg..” jawab Mamah singkat, aku sih hanya cengingisan melihat tingkah mereka, lalu kulihat Mamah seperti ragu-ragu untuk berbicara.

     “Beli ditempat langganan Ayah” ungkap Mamah, dan kulihat Ayah mesem lalu menyodorkan piring yang dihadapannya ke tangan Mamah.

     Aku menikmati makananku tanpa berbicara sedikitpun, aku tahu mereka tidak sedang mengabaikanku, mereka hanya sedang mengembalikan suasana yang mereka kacaukan minggu lalu.

     “Adek gimana udah baikan?” Tanya Ayah.

     “Udah”

     “Harusnya Ayahmu itu pulang dari kemarin, pasti kamu cepet sembuh” sambung Mamah.

     “Kan Ayah udah bilang banyak kerjaan di kantor Mah”

     “Masa iya?..”

    Sekarang mereka mulai mengobrol, membicarakan ini dan itu termasuk Ayah yang kemudian penasaran dengan kegiatan Mamah di luar negeri. Kulihat senyum di wajah Mamah ketika membicarakan tentang baju berwarna dongker yang di padukan dengan tas merk Dior menyelipang dari bahu kanan, lalu sendal flat simple berwarna kuning nyentrik yang membuat paduan itu sempurna. Dia sungguh penuh kebahagian menceritakan apa yang telah dlihatnya.

     Ayah lalu menanyakan suasana bulan Maret di Korea dan mendadak Mamah semakin bersemangat untuk bercerita.

     “Hampir semua berwarna kuning Yah” katanya.

     Aku memangku daguku dengan sebelah tanganku sambil menunggu warna kuning yang dia maksud itu.

     “Bunganya mekar semua dek.. bukan cuma bunga Canola yang mekar, aleva juga buat semua lahan harum mewangi, Adek harus ikut Mamah yah lain waktu” Pintanya terdengar penuh gairah.
Raut wajahku mendadak kaku, demi apapun aku ingin tertawa saat melihat Mamah begitu semangat mengajak aku pergi bersamanya, namun karena alasan lain hatiku seperti tak sengaja teriris mendengar dongengnya yang penuh warna itu.

    “Adek nanti keluar ya”

     “Kemana?” Tanya Ayah.

     “Main sama temen Adek”

     Sebetulnya aku tidak memiliki rencana kemanapun. Aku hanya ingin memberi ruang sempit untuk kedua orang tua ku, biar sebengis apapun pertengkaran mereka, mereka harus tetap utuh, mungkin aku egois saat aku berpikir tentang kebaikan dan kebahagianku dan aku sungguh tidak pernah sanggup membayangkan hidup apabila mereka berpisah.

Ini Kisah Tentang Cinta MonyetkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang