Part 7

2K 282 63
                                    


Knot



Hari itu langit sangat cerah. Matahari senja di bulan april bersinar terang, membuat sekumpulan awal kecil yang berada di langit mulai berubah merah. Angin berhembus cukup kencang, membawa ombak bergelombang dan menabrak pelan kapal pesiar yang tengah berlayar di tengah laut.

Suasana di atas kapal itu terlihat hiruk pikuk. Musik mengalunkan nada-nada ceria yang membuat suasana terlihat begitu hidup. Makanan dan minuman yang tampak mewah nan berkelas tersaji di meja bertaplak warna putih. Hiasan pita beraneka warna menghiasi dek kapal yang tengah diisi oleh orang-orang yang berpesta pora. Semua orang terlihat bergembira. Kecuali seorang gadis muda yang kini menampilkan ekspresi kaku, duduk di sebuah meja bundar yang berada agak jauh dari orang-orang itu.

"Tersenyumlah. Ini kan liburan keluarga pertama kita." Seorang wanita paruh baya yang duduk di sampingnya menepuk pelan pundak si gadis muda. Wajahnya yang teduh beralih pada suaminya yang sibuk menghabiskan makanannya dan tampak tidak peduli. Melihat itu, pandangannya lantas beralih lagi pada seorang pemuda yang juga duduk di sana, tengah sibuk dengan ponselnya sendiri. "Bagaimana menurutmu liburan kali ini, Sayang? Apa kau suka?"

Si pemuda yang ditanyai itu tidak menyahut. Wajah datarnya bahkan sama sekali tidak beralih dari layar smartphone-nya.

"Seharusnya kita tidak perlu melakukan ini." Lelaki paruh baya yang semula sibuk dengan makanannya itu akhirnya angkat bicara. Dia menatap tajam kedua perempuan di hadapannya di sela aktivitasnya mengunyah makanan. "Kau terlalu memaksakan kehendakmu."

"Ayolah. Lyanna butuh sedikit hiburan, Sayang. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi. Kupikir ini akan menjadi hal yang bagus bagi kita untuk sedikit bernapas sejenak. Benar kan, Lyanna?"

Si gadis muda mencengkeram pisau dan garpu di kedua tangannya kuat-kuat. Dia menunduk dalam, tidak mau menatap wanita di sampingnya yang seakan menanti jawabannya. "Namaku adalah Lea. Bukan Lyanna." Geramnya pelan. Namun cukup bisa di dengar oleh semua orang yang ada di sana.

"Hah! Begitu kah caramu berbicara pada ibuku setelah dia berusaha menyenangkanmu?" pemuda yang usianya dua tahun lebih tua dari si gadis akhirnya membuka suara. Dia menatap si gadis dengan pandangan mencemooh. "Dasar tidak tahu diri."

"Sean!" wanita yang dipanggil ibu itu menghardik anak lelakinya dengan nada rendah. "Jaga ucapanmu. Ini di tempat umum."

"Kenapa? Itu kan, kenyataan. Lagipula semua orang juga sudah tahu sebusuk dan sejalang apa dirinya itu."

"Sean, Ibu mohon jangan merusak liburan keluarga kita." Sang Ibu masih berusaha merubah suasana yang kini menjadi tegang.

"Ayolah, Ibu. Jangan munafik. Aku tahu Ibu juga sudah tahu semuanya." Sean menyeringai dan menatap Lea yang menunduk. Tak berani menatap mata Sean yang seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. "Apa aku juga harus mengatakan siapa saja yang sudah mencicipinya?"

"Aku selesai." Sang Ayah bangkit. Wajahnya yang tegang terlihat menghindari tatapan ketiga pasang mata yang kini menatapnya.

"S-Sayang. Sean tidak sungguh-sungguh mengatakannya." Sang Ibu turut bangkit, mencoba menahan suaminya yang kini berjalan menjauh menuju kabin. "Kau akan pergi sekarang? Pestanya baru akan dimulai."

Sang Ayah berbalik. Dia menatap istrinya itu sinis. "Urus anakmu itu baik-baik. Kelakukannya semakin hari semakin busuk!" mata tajamnya lantas beralih pada Lea dan Sean yang masih duduk di tempat mereka masing-masing. Lea kembali menunduk, berbanding terbalik dengan Sean yang justru menatapnya dengan berani seolah tengah menantang. Hal itu membuat dadanya kian panas. "Tidak dia, tidak pula anakmu, mereka sama-sama menyedihkan."

BOND |Book 1: Serendipity| (Maze Runner Fanfiction) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang