RIDDLE 2 : [S]emangat Pedekate

3.9K 848 436
                                    


Tidak mungkin adalah dua kata yang tidak ada di kamus Cassandra. Dewa selalu percaya Cassandra cewek yang keras kepala, tapi dia baru menyadari kalau lama-lama pusing juga mengikuti kemauan cewek itu. Apalagi ketika Dewa sudah bisa menebak hasilnya.

Ketika Cassandra bilang akan meyakinkan para anggota Noktah untuk menerima Dewa, dia benar-benar bermaksud seperti itu. Contohnya siang tadi, dia sengaja mengajak Sellina makan di meja yang sama dengan Dewa. Tentu hasilnya bisa ditebak, Sellina langsung melenggang pergi.

Sebagai cowok yang selalu dikejar-kejar cewek di seluruh sekolah—dari mulai junior, teman seangkatan, sampai kakak kelas, harga diri Dewa sedikit tercoreng dengan penolakan Sellina. Maksudnya, nggak ada yang bisa menolak pesona seorang Dewangga—meski Cassandra dan para anggota Noktah adalah pengecualian.

Kalau udah sayang mau disuruh jalan kayang mundur sambil naik tangga ke lantai tiga kayaknya gue jabanin juga deh, batin Dewa.

Akan tetapi, setelah usaha Cassandra mengajaknya ngobrol sama Sellina gagal untuk kesekian kalinya, Dewa kembali berpikir kayang mundur sepertinya jauh lebih mudah.

"Cass, udahlah. Percuma, kayaknya Sellina ada dendam sama gue jauh sebelum gue lahir," cibir Dewa, mulai lelah melempar senyum palsu. "Nggak ada ruginya kok kalau gue nggak gabung. Lagian lo emang harusnya izin mereka dulu sih."

Cassandra bersungut-sungut mendengarnya—yang bagi Dewa terlihat imut dan menggemaskan. "Tapi gue pengen lo gabung! Gimana dong?"

"Kenapa sih?" Dewa kesulitan menahan senyum melihat Cassandra memberengut. "Jangan-jangan lo naksir gue ya?"

"Nggak sih, bukan itu."

Sial. Dewa barusan mendengar suara benda pecah—tapi bukan kaca, dari dalam dadanya.

"Kan sayang orang berotak cemerlang disia-siakan hanya karena bermuka playboy. Bukan berarti dia nggak pakai otaknya. Gue mau nunjukkin itu!" sahut Cassandra berapi-api, lupa kalau barusan nggak sengaja menginjak hati Dewa yang sudah pecah berkeping-keping.

Telak. Dewa mangkel abis. Pecahan hatinya remuk di lantai, berserakan. Sekarang, malah makin terinjak jadi serpihan. Menyedihkan. Dewa menelan ludah, berusaha tidak terlihat kesal maupun nelangsa.

Jarang-jarang dia beneran suka sama cewek, sekalinya suka langsung diluluhlantakkan seperti ini. Rasa-rasanya dia merasa kelebihan hormon karena puber. Jadi sensitif kayak cewek lagi ngambek sama cowoknya, nggak jelas maunya apa.

"Terus gimana kalau kayak gini terus? Lo nggak kasihan apa ngeliat gue ditolak mentah-mentah sama Sellina, temennya Sellina, dan bocah telat puber itu?"

"Namanya Orion, bukan bocah telat puber. Dan yang satu lagi namanya Vanka, bukan temennya Sellina." Cassandra berkacak pinggang, masih tetap memberengut. "Besok Kamis ikut lagi deh, gue ada rencana."

"Ngapain lagi, astaga!" Dewa menangkupkan tangannya di depan Cassandra. Dia cuma ingin pedekate sama Cassandra, bukannya mencari ribut.

Sayangnya, Cassandra menutup telinga atas permohonan Dewa yang sudah mulai menyerah. Baginya, semua hal itu mungkin, termasuk perubahan keputusan Sellina yang nanti membiarkan Dewa bergabung dengan Noktah. Di sisi lain, usaha Cassandra yang terang-terangan itu membuat teman-teman Dewa mulai merecoki cowok itu.

"Eiiii, ada bucin datang!" seloroh Ian ketika melihat Dewa tiba di warung depan sekolah seusai jam pelajaran terakhir.

Dewa melengos dan masuk ke warung bertuliskan Warung Tegal Echonomist untuk memesan teh botol ke Mang Koko, sang pemilik warung bernama alay itu. Dewa pernah protes pada lelaki yang lebih tua lima belas tahun darinya itu. Kenapa menamai warung makannya dengan nama sok berbahasa Inggris, tapi jatuhnya malah norak?

Throwback Thursday [EDITED VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang