Dalam hati aku selalu bertanya-tanya, pantaskah aku memiliki perasaan yang seperti ini pada orang itu. Dia sepertinya jauh di atas gunung sana. Sementara aku, bagai kuda yang tak mampu memanjatnya.
Orang itu tampan, cerdas, fleksibel, ditambah lagi nilai keimanannya yang jauh di atasku. Aku hanyalah satu butiran pasir di pantai. Apalah aku, Yaa Rabb.
Kalau untuk mencintainya aku harus memantaskan diri, apa aku bisa? Aku bisa belajar sekuat tenagaku. Tak bisa menyamainya pun tak apa. Aku hanya ingin berusaha tak begitu jauh dari levelnya.
Wajahku tak begitu buruk rupa. Tak sedikit laki-laki yan sudah menjatuhkan pandangannya padaku. Bahkan sudah lebih dari lima orang yang mengirimkan surat cinta untukku. Aku tak terlalu khawatir akan hal itu.
Tetapi, bagaimanakah dengan akhlakku. Aku tak begitu baik. Jauh dari baik. Aku jauh dari kesan perempuan muslimah yang mungkin pantas disandingkan dengannya. Jilbabku tak begitu panjang, hapalanku tak begitu banyak, sholatku hanya sebatas lima waktu. Apalagi hapalan, aku ngos-ngosan mengejar target. Tak ada yang bisa kubanggakan.
Penampilan fisik bisa kuubah. Hapalan bisa kutambahkan. Namun, sholatku harus kuapakan? Kutambahkah? Akhlakku harus kuapakan? Kuperbaiki kah? Karenanya kah?
Yaa Ilahi, ampuni hambamu ini yang dengan berani memantik cinta yang lebih besar daripada kecintaan pada-Mu dan Rasul-Mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Kita
Teen FictionKamu menjadikanku ratumu, tetapi bukan kamu rajaku. Salahku. -Maria Malahayati- Aku mencintaimu tanpa izinmu. Salahku. -Ananda Zainal- Dia lebih tepat bagimu. Salahku. -Fatih Ghani-