"Mar, hei, kamu kenapa?"
"Nggak tahu, nih. Kayakya aku nggak enak banget, Rul."
Semalaman, aku begadang mengerjakan tugas kelompok seni. Padahal, menjelang tidur aku baik-baik saja. Tetapi, sejak bangun shubuh rasanya badanku menggigil tidak karuan. Kepalaku rasanya terputar. Aku sulit berdiri tegap. Rasanya badanku seperti melayang.
"Ayo, aku antar ke klinik, yuk! Nggak usah sekolah dulu hari ini. Sini aku bantu berdiri.", kata Nurul dengan nada penuh kekhawatiran.
Aku berusaha bangun dengan sekuat tenagaku. Aku berusaha memfokuskan pandangan dan menguatkan kakiku. Tetapi, rasanya kakiku oleh dan.... Bruk!!
"Maria! Maria! Eh, tolongin, dong! Panggilin Bu Wanda cepetan!!"
"Lah, kenapa itu si Maria?!"
Sayup-sayup masih kudengar teman-temanku mengerubungiku dan banyak yang berteriak menyuruh ini itu. Selebihnya, aku sudah tak ingat lagi.
***
"Eh, kenapa tuh, asrama cewek rame-rame begitu?", tanya Aldi sambil menyikut Ananda.
Ananda langsung memusatkan perhatiannya ke arah asrama putri. Ananda tahu pasti terjadi sesuatu. Jarak asrama putra dan asrama putri tidak begitu jauh, namun juga tidak begitu dekat. Kedua asrama itu dipisahkan oleh asrama guru yang tepat berada di tengahnya.
Ada beberapa teman angkatannya yang berlarian di temani dokter Andi yang juga ikut berlari. Apa ada yang sakit?, pikir Ananda.
Para siswa yang tadinya sudah siap meninggalkan asrama menuju kantin sekarang ikut mempehatikan asrama putri.
Tiba-tiba dokter Andi keluar dengan menggendong seorang siswi. Ananda memperhatikan pakaian siswi itu lamat-lamat karena sepertinya ia mengenal pakaian itu. Ananda melihat Nurul berlari kecil mengikuti dokter Andi sambil membawa dua tas. Ananda tahu satu tas adalah milik Nurul. Ananda juga tahu betul siapa pemilik tas satunya lagi yang dibawa oleh Nurul.
Ananda segera berlari menjauh dari asrama putra lalu menuju ke klinik.
Dokter Andi sudah sampai duluan dan segera masuk membawa siswi yang berada dalam gendongannya. Nurul dan Bu Wanda, guru asrama putri, juga ikut masuk ke dalam klinik.
"Nana, eh, Nana!", Ananda berusaha menghentikan Nana, teman sekamar Maria, yang akan masuk ke klinik juga.
"Itu Maria? Kenapa dia?", tanya Nanda benar-benar khawatir.
"Loh, lo kok tau? Iya nggak tahu, nih. Tadi, abis pulang dari masjid dia langsung tidur. Terus dia menggigil gitu. Eh, pas mau kita ajakin ke klinik dia pingsan. Udah dulu ya ceritanya. Gue mau ngeliat Maria dulu."
Nana langsung berlalu meninggalkan Nanda yang berusaha mengintip keadaan di dalam, namun nihil. Maria sudah dibawa masuk dan Nanda tidak bisa melihatnya.
***
"Dokter, maaf boleh jenguk teman saya nggak, ya?"
Saat jam istirahat pertama tiba, Ananda cepat-cepat keluar dan menuju poliklinik. Ia sudah tidak bisa menahan rasa khawatirnya terhadap Maria.
"Kamu mau jenguk siapa?"
"Maria, dokter. Siswi kelas XI.
"Loh, masa siswa jenguk siswi. Nggak dibolehin sama Bu Wanda. Lagian anaknya masih istirahat."
"Oh, terus gimana keadaannya, dok?"
"Gejala tipes, tapi nggak apa-apa, sudah diinfus, sudah sarapan, sudah minum obat. Ya, kita liat dulu perkembangannya baru nanti ditentukan mau ambil tindakan apa. Siapa, sih? Kayaknya khawatir banget. Pacar, ya? Kan, di sini nggak boleh pacaran.", tanya dr. Andi sambil memicingkan mata dengan senyum mengejeknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Kita
Teen FictionKamu menjadikanku ratumu, tetapi bukan kamu rajaku. Salahku. -Maria Malahayati- Aku mencintaimu tanpa izinmu. Salahku. -Ananda Zainal- Dia lebih tepat bagimu. Salahku. -Fatih Ghani-