Nana dan Sarah memasuki kelas sambil tertawa geli. Tak biasanya Nana masuk kelas bersama Sarah. Biasanya Nana selalu bersama Maria.
Pemandangan ini menarik perhatian tiga laki-laki yang sudah berada di kelas terlebih dahulu. Laki-laki itu Ananda, Aldi, dan Fatih. Laki-laki yang terdekat dengan Maria.
"Maria nggak masuk?" Ananda yang begitu penasaran menanyakan perihal Maria kepada Nana.
"Masuk. Dia lagi kena hukuman sama Bu Halimah hahahaha. Udah seminggu lebih dia nggak nyetor hapalan. Jadi, dilarang ke kelas sebelum selesai hapalannya. Hahahaha!" Nana tertawa begitu lepas di atas penderitaan sahabatnya itu.
"Lah, terus gimana?", tanya Aldi.
"Kata Bu Halimah 'Udah nggak apa-apa nggak ke kelas dulu. Nanti ibu yang ngabarin sama guru yang ngajar. Kelasnya siapa sekarang? Nanti ibu yang chat, ibu bilang pamit Maria nggak boleh balik ke kelas dulu, harus selesai dulu hapalannya.'", cerita Nana sambil meniru gaya berbicara Bu Halimah yang super lembut.
"Hahahaha kocak banget Maria." Erza yang ikut mendengarkan cerita Nana tertawa terbahak-bahak membayangkan wajah Maria.
Berbeda dengan yang lain, Fatih tidak bisa ikut tertawa sama sekali. Ia khawatir kepada Maria. Walaupun Bu Halimah terkenal lemah lembut, beliau benar-benar guru yang tegas. Maria tidak akan bisa keluar dari masjid kalau belum memenuhi target yang ditentukan oleh Bu Halimah.
***
Jam pelajaran sudah habis. Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Maria belum juga masuk kelas. Fatih segera menuju masjid.
Biasanya, setiap istirahat pertama, Fatih memang selalu ke masjid untuk menunaikan Sholat Dhuha. Tetapi, tujuan Fatih kali ini berbeda. Ia mau melihat Maria. Jangan-jangan masih di sana sama Bu Halimah, pikirnya.
Betul saja perkiraan Fatih. Maria masih di sana, duduk saling berhadapan dengan Bu Halimah. Fatih segera menghampiri Bu Halimah dan Maria.
"Assalamualaikum, Ibu.", sapa Fatih sambil mengambil tangan Bu Halimah untuk disalimi.
Bu Halimah guru yang sudah tua. Fatih tidak merasa tidak enak kalau harus mencium tangannya. Sementara itu, Maria benar-benar kaget melihat Fatih.
"Waalaikumsalam, Fatih. Udah istirahat pertama, ya?", tanya Bu Halimah lembut pada Fatih.
"Iya, Bu. Ini baru bel. Maria kenapa di sini, Bu?", tanya Fatih pura-pura tidak tahu. Maria menundukkan kepalanya karena malu pada Fatih.
"Maria hapalannya jauh dari target. Semester ini udah mau habis. Semester depan udah ada ujian hapalan. Kalau dia nggak ngejar target dari sekarang, kapan mau muroja'ahnya. Bisa-bisa ujiannya berantakan nanti.", keluh Bu Halimah kepada Fatih.
"Oh. Tapi habis ini pelajarannya Bu Wina, bu. Mau ada ulangan. Kalau sama Bu Wina, kalau ulangannya nyusul, walaupun betul semua nggak bisa dapat seratus. Kata Bu Wina berarti nggak profesional sama waktu yang sudah dijanjikan. Gimana, ya, Bu? Kasian kalau Maria sampai ketinggalan ulangan.", jelas Fatih pada Bu Halimah.
"Gitu, yah? Terus gimana ini. Ibu juga nggak mau Maria tertinggal begini hapalannya."
"Saya bantu Maria menghapal. Sebelum hari Ahad Maria sudah di track hapalan. Sama kayak yang lain. Gimana, Bu?" Fatih berusaha menawar pada Bu Halimah.
Fatih melirik pada Maria yang menggeleng-gelengkan kepalanya, menandakan ia tak setuju. Hapalan Maria memang banyak yang tertinggal. Maria tidak percaya diri akan selesai sebelum hari Minggu.
"Masa laki-laki ngajar perempuan?"
"Insyaa Allah ibu bisa percaya sama saya. Supaya nggak berantakan, kan, ujiannya nanti?"
Bu Halimah berpikir sejenak. Akhirnya, ia mengiyakan tawaran Randi dengan syarat terakhir hari Sabtu Bu Halimah sudah menerima hapalan Maria. Kalau belum juga, maka mereka berdua akan dipotong jadwal liburannya dan harus menghapal di depan Bu Halimah.
Bu Halimah pergi meninggalkan Fatih dan Maria sambil memberi peringatan kepada mereka.
"Fatih, kenapa janji begitu, kalau nggak bisa gimana? Bu Halimah kalau udah begitu serem tahu. Kalau hapalan kamu disuruh tambah juga gimana?", cecarku pada Fatih.
Maria tak ingin menambah beban Fatih. Ia benar-benar tak mau merepotkannya. Walaupun Maria suka dengan hukumannya, yang artinya dia bisa bersama lagi dengan Fatih. Bersama dalam hukuman tidak begitu menyenangkan.
"Maria nggak percaya sama aku? Aku percaya Maria pasti bisa? Insyaa Allah, kita bisa sama-sama, ya!"
Hati Maria nyeri mendengarkan kata-kata Fatih. Serasa jantungnya jatuh menyentuh perutnya.
Maria benar-benar menyukai cara Fatih menyebutkan namanya, menenangkannya, percaya padanya. Tetapi, semua itu Fatih lakukan tanpa melihat ke arahnya. Hal itu yang membuat hati Maria sakit. Fatih tidak pernah berdekatan dengan perempuan. Tetapi, sekali lagi Maria menjadi fitnah terbesar bagi Fatih.
***Tanpa mereka berdua tahu. Ada dua orang lainnya yang sejak tadi mendengarkan percakapan Fatih dan Bu Halimah. Walaupun terlambat, Ananda dan Aldi berada di balik dinding dan mendengarkan sebagian besar percakapan mereka.
Ananda dan Aldi juga berniat untuk membantu Maria. Akan tetapi, saat mereka keluar dari kelas Pak Iwan memanggil mereka. Mereka berdua lalu membantu Pak Iwan sebentar baru selanjutnya menuju masjid.
Ananda terlambat untuk membantu Maria melepaskan diri dari Bu Halimah. Dulu, Ananda juga terlambat untuk berkenalan dengan Maria. Ananda terlambat untuk masuk ke hati Maria. Fatih sudah lebih dulu menduduki bagian terdalam. Ananda selalu terlambat dibanding Fatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Kita
Подростковая литератураKamu menjadikanku ratumu, tetapi bukan kamu rajaku. Salahku. -Maria Malahayati- Aku mencintaimu tanpa izinmu. Salahku. -Ananda Zainal- Dia lebih tepat bagimu. Salahku. -Fatih Ghani-