▪️2▪️

49 12 5
                                    

DUA TAHUN YANG LALU

Membosankan. Pesta pernikahan ini benar-benar membosankan. Letaknya memang di roof-top di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, tetapi mulai dekorasi sampai hiburan sangat membosankan, warna coklat muda dipadu dengan emas seharusnya terlihat elegan, tetapi disini malah tampak tidak menarik. Lantunan lagu dari pengiring musik pun membuatku mengantuk. Kalau bukan asistenku, Erna, yang menikah aku tidak akan datang. Andai saja aku bisa pulang sekarang. Aku sudah telanjur berjanji kepada Erna untuk tinggal sampai acara pelemparan bunga. Erna juga meminta secara khusus untuk berfoto bersamaku di akhir acara. Jadi disinilah aku berdiri sendirian di atas gedung di dekat infinity pool, jauh dari kerumunan, menatap keramaian dari kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan Jakarta di bawah sana.

"Halo Latika," kata seseorang di belakangku dengan suara yang sangat familier dan amat sangat aku benci.

"Halo Rian," jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari kendaraan di bawah sana, aku butuh waktu untuk mempersiapkan ekspresi dan emosiku sebelum bertatap muka dengannya.

"Bagaimana kabarmu?" Rian bertanya.

"Baik."

"Aku mengirim pesan kepadamu berkali-kali, tetapi sama sekali tidak ada balasan."

"Sibuk."

"Bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan halo? Sesibuk itu kah dirimu?" desak Rian.

"Aku sibuk sekali," kataku sambil mengangkat bahu.

"Teleponku juga tidak kamu terima."

"Aku benar-benar sibuk."

Mendengar dia menghela nafas panjang, aku berharap dia berbalik dan segera pergi menjauh.

"Kamu datang kesini sendiri atau bersama seseorang?"

Sekarang aku benar-benar menyesal datang ke pesta ini, kalau aku tahu bahwa Erna mengundang Rian, pasti aku tidak akan datang, aku hanya akan mengirim hadiah yang besar untuk Erna. Lebih baik menguras uang untuk hadiah dari pada harus bertemu dengan Rian yang pada akhirnya pasti akan menguras energiku.

"Bukan urusanmu," jawabku dengan ketus.

"Bagaimana kalau aku buat itu menjadi urusanku?" tanyanya dengan tegas.

"Kamu sudah tidak punya hak untuk melakukan itu," jawabku sambil menahan amarah yang mulai timbul. Berani-beraninya dia berkata seperti itu kepadaku. "Apa kamu sudah lupa kalau kamu sudah menjadi pria yang beristri?"

"Kamu tahu benar bahwa aku tidak menginginkan pernikahan itu."

"Kamu ingin atau tidak, itu tidak merubah fakta bahwa kamu sudah menikah," jawabku dengan datar, aku tidak ingin menunjukkan bahwa perbincangan ini mempengaruhi emosiku.

"Aku masih mencintaimu." Rian berkata dengan lembut.

"Kamu pasti tahu bahwa aku tidak akan pernah percaya lagi dengan kata-kata yang keluar dari mulutmu."

"Aku bersumpah Latika. Sumpah Demi Tuhan, bahwa aku masih mencintaimu," kata Rian dengan bersungguh-sungguh.

"Sudah lupa kah dirimu bahwa kamu juga bersumpah untuk setia kepada istrimu ketika mengucapkan janji suci sehidup semati dengannya?"

Aku LatikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang