▪️6▪️

20 7 2
                                    

DUA PULUH TAHUN YANG LALU

Sakit. Aku melihat betisku yang terluka karena cakaran kucing sialan itu. Tadi ketika aku mau beranjak dari kursi ini untuk meminta mama mengantarkanku kembali ke penginapan, tidak sengaja aku menginjak ekor kucing itu dan dia pun langsung mencakarku. Siapa suruh tidur dibawah tempat aku duduk? Dasar kucing sialan. 

Aku merasa jengkel sekali. Aku menghentak-hentakkan kedua kakiku. Ingin rasanya aku menangis dan berteriak karena terlalu jengkel tapi aku tidak mau ditertawakan teman-teman dan aku juga tidak mau bu guru melaporkanku kepada mamaku lagi. 

Tadi pagi sebelum masuk ke bus untuk berangkat ke Danau Batur aku mendorong Tasya, temanku, hingga dia terjatuh, sebenarnya dia yang memulai duluan dengan mendorongku ke genangan air di depan penginapan tempat kami menginap selama tamasya di Bali ini. Karena kesal aku dorong Tasya dari depan sewaktu dia mau masuk ke dalam bus, dia pun menangis dan melapor ke bu guru, akhirnya aku yang kena marah mama dan tidak diperbolehkan naik bus, padahal aku ingin sekali naik bus itu. 

Akhirnya tadi aku naik mobil sendiri bersama mama. Selama perjalanan tidak hentinya mama menasehatiku, tidak boleh berbuat jahat kepada teman kata mama. Waktu aku bercerita kalau yang memulai Tasya, mama tidak membelaku, bahkan mama memarahiku lagi karena bertingkah seperti anak kecil. Selama perjalan itu pula adikku yang duduk di kursi depan bernyanyi lagu "Jangan Marah" milik trio Kwek Kwek berulang-ulang dengan suara lantang yang membuatku making kesal. Aku menendang kursi adikku dan berteriak agar dia berhenti bernyanyi, tapi itu menyebabkan mama makin marah dan menamparku. Benar-benar menyebalkan. Aku benci acara tamasya sekolah kali ini. Aku benci adikku. Aku benci tamparan mama.

Jadi di sinilah aku duduk sendirian di kursi taman, masih merasa jengkel. Sebenarnya aku ingin duduk di tepi danau dan mencelupkan kaki di dalam air, tapi tidak berani karena nanti pasti dimarahi mama lagi, kata mama air di sebelah sini sangat dalam. 

Aku melihat kucing yang mencakarku sedang tidur dibawah pohon. Setelah melukaiku seenaknya saja dia tidur tanpa perasaan bersalah. Aku melihat sekeliling, aku melihat dari jauh teman-temanku sedang berlari-larian berkejar-kejaran di sekitar meja piknik, mereka tampak sedang bersenang-senang, terdengar sampai sini suara mereka yang penuh dengan canda dan tawa

Aku ingin ikut bermain bersama mereka, tetapi Tasya juga ada di sana. Aku benci sekali dengan Tasya. Dia anak baru di kelasku, tapi entah kenapa dia selalu menggangguku. Diam-diam dia menarik rambutku, mendorongku di taman bermain, ketika aku ingin ikut bermain dia selalu menolak, dia selalu mengejekku memanggilku si kutu buku, sok pintar katanya, tapi yang paling aku benci dia membuang buku kesayanganku di kolam sekolah. Bukuku jadi basah dan setelah kering jadi berkerut jelek tak berupa. Oleh karena itu, aku benci sekali dengan Tasya. Aku ingin Tasya pergi dari sini, pergi yang jauh dan tidak menggangguku lagi. Sebelum dia datang, aku selalu bermain dengan teman-temanku, sekarang tidak ada yang mau bermain denganku.

Bosan aku sendirian di sini, tapi aku tak mau bermain dengan Tasya. Aku melihat kucing itu dan mendadak aku merasa kesal lagi. Aku mengambil batu dan memukulkannya ke kaki kucing itu. Kucing itu mengeong dengan sangat keras karena kesakitan, dia berusaha lari tapi aku sudah memegang lehernya dan memukul kakinya yang lain. Dia mulai mencakar-cakar tanganku dan aku terus memukuli kakinya yang lain, semakin dia mencakar, semakin keras aku memukuli kucing itu.

Tiba-tiba ada yang mendorongku, aku pun jatuh tersungkur. Kucing itu lepas dari tanganku tapi tidak bisa lari karena kakinya sudah hancur, dia hanya bisa mengeong dengan lemah.

Aku LatikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang