▪️5▪️

26 6 2
                                    

SEKARANG

"Siapkan BMW ya pak," permintaanku kepada Pak Singgih, sopirku, sesampainya kita di rumah. Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan, aku butuh melepas penat. Suara-suara di kepalaku yang mulai samar-samar terdengar menunjukkan bahwa level stresku sangat tinggi.

"Mau ke mana mbak? Saya saja yang mengantar," tawar Pak Singgih.

"Tidak usah pak, saya mau ke gym untuk ikut kelas yoga, setelah itu ada acara kumpul-kumpul sama teman, pastinya bakal sampai malam."

"Tidak apa-apa mbak, saya antar, nanti kalau sudah selesai, mbak tinggal telepon, nanti saya jemput."

Ah kenapa hari ini semua orang mendadak jadi menyebalkan? Kenapa mereka tidak bisa membiarkanku melakukan apa yang aku mau? Sudah tipis kesabaranku. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, berusaha menahan emosiku.

"Tidak usah pak. Lagi kangen banget menyetir, sudah lama aku tidak membawa BMW kesayanganku itu mengelilingi ibukota."

"Baiklah, mbak, akan saya siapkan."

"Terima kasih pak," jawabku sambil berlari masuk rumah.

Aku segera menuju lantai atas, masuk ke kamar, kemudian mandi secepat kilat, nanti setelah pulang aku kan mandi lagi menikmati bath-up ku, untuk sekarang mandi sekedarnya saja. Aku memilih pakaian serba hitam untuk kukenakan, ku ikat rambutku diatas kepala, kupakai sepatu lariku, kuambil perangkat kesayanganku yang tersimpan rapi di laci tempat tidurku, kuambil amplop kiriman sopir Rian dari tas kantorku dan kumasukkan semua itu ke dalam backpack bersama ponsel dan dompetku dan aku pun siap bersenang-senang melepas penat.

Aku lari turun ke dapur, mengambil air mineral dari kulkas dan langsung keluar menuju BMW kesayanganku. Bagi orang yang melihat sekilas, mereka pasti akan mengira aku akan pergi ke gym, tidak akan ada yang mencurigaiku.

"Hati-hati di jalan, mbak," kata Pak Singgih ketika aku masuk ke dalam mobil.

"Oke. Terima kasih pak."

Aku pun melaju keluar dari rumahku menuju kepadatan lalu lintas Jakarta di malam hari. Aku memasukkan alamat yang diberikan sopir Rian tadi ke GPS dan mulai mengikuti petunjuk arah yang diberikan. Jantungku berdebar kencang membayangkan hal-hal yang akan aku lakukan. Tidak sabar aku untuk segera sampai di tempat tujuan. 

Lalu lintas yang padat membuatku membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke tempat tujuan. Aku berhenti tepat di depan rumah wanita lain itu, ya, rumah pelacur yang tadi siang bermesraan dengan Rian.

Aku mengeluarkan ponselku dan menghubungi Rian.

"Halo, Rian," sapaku ketika Rian menerima teleponku.

"Halo, sayang," jawab Rian sambil sedikit berteriak, terdengar suara keramaian dari tempat Rian berada. Sopir Rian tidak berbohong, dia sedang kencan dengan wanita itu.

"Pergi bersenang-senang tanpaku?" tanyaku.

"Ha ha ha ha, tidak ada yang menyenangkan kalau tidak ada kamu sayang," jawab Rian sambil tertawa.

Aku memutar mataku. Mulutnya otomatis mengeluarkan kata-kata manis bila ada wanita di dekatnya, memuakkan dan membosankan lama kelamaan.

Aku LatikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang