DUA PULUH TAHUN YANG LALU
"Papamu pasti marah besar ini," kata mama sambil menggigit jari, kebiasaan buruk mama ketika khawatir.
Kita sedang di dalam mobil di tengah kemacetan dalam perjalanan menuju rumah dari bandara setelah tamasya ke Bali selama satu minggu. Aku tidak ingin pulang. Ingin terus tinggal di Bali, ingin selalu bermain dengan teman-teman dan yang paling penting jauh dari papa. Aku tidak ingin bertemu papa.
"Bisa cari jalan alternatif lain pak? " tanya mama ke Pak Tono, sopir mama.
"Dimana-mana macet bu. Di GPS jalan alternatif merah semua."
"Ini semua gara-gara temanmu sialan itu," kata mama sambil mengomel.
Iya memang semua salah Tasya. Sudah mati pun masih merepotkan semua orang. Seharian semua mencarinya. Polisi pun dipanggil. Danau yang tenang mendadak ramai karena pencarian anak hilang.
Tidak ada yang mencurigai bahwa Tasya sebenarnya ada di dasar danau. Aku seharusnya berterima kasih kepada ibunya Tasya, dia yang menjauhkan semua orang dari kecurigaan bahwa Tasya tenggelam dengan mengatakan bahwa Tasya tidak mungkin dekat-dekat dengan air karena Tasya tidak bisa berenang.
Ibunya Tasya yang berteriak-teriak bahwa ada orang yang menculik Tasya. Semua orang pun mempercayainya. Sampai sekarang ibunya Tasya masih di Bali menunggu Tasya kembali. Aku merasa kasihan, tetapi seharusnya ibunya mengajarkan Tasya agar menjadi anak yang lebih baik. Tukang bully memang seharusnya tidak diperbolehkan hidup di dunia ini.
"Ah! Aku bisa gila gara-gara kemacetan ini," teriak mama.
Sakit kepalaku mulai muncul. Teriakan mama membuat semuanya semakin parah. Kepalaku serasa mau pecah.
"Papamu pasti sangat marah sekarang," kata mama.
Dari suaranya mama sangat khawatir dan ketakutan. Semakin mama terlihat khawatir semakin pusing aku. Aku tidak ingin pulang jika yang menyambut kami adalah kemarahan papa.
Aku hanya bisa menutup mata dan berdoa papa tidak ada di rumah. Semoga papa tidak sedang marah. Semoga papa pergi jauh. Semoga papa ditelan bumi. Semoga papa meninggalkan kita. Alangkah bahagianya aku jika tidak harus bertemu dengan papa lagi.
🔸️🔸️🔸️🔸️🔸️
Akhirnya kami sampai di rumah setelah beberapa jam terjebak kemacetan. Aku dan adikku bergandengan tangan memasuki rumah sambil menahan napas. Kami melihat sekeliling dan tidak melihat ada siapa-siapa, sepi senyap, aku pun mulai bernapas dengan lega. Hore! Papa tidak ada di rumah. Aku mulai merasa agak santai.
Aku dan adikku berlari ke lantai dua dengan penuh semangat, aku berencana menghabiskan waktu di kamar untuk membaca, aku ingin menghindari papa sebisa mungkin, aku tidak ingin bertemu dengan papa.
"Sudah puas bersenang-senang tamasya?" tanya papa.
Aku dan adikku serentak teriak terkejut. Papaku duduk di sofa di lantai dua, botol minuman berisi cairan kecoklatan yang berbau itu ada di tangan kanannya. Aku benci minuman itu, papa selalu marah-marah setiap meminum minuman itu.
"Sayang maaf. Ada kejadian mengerikan di Bali, jadi kami terlambat pulang dan harus menggunakan penerbangan selanjutnya," kata mama.
Aku hanya bisa mengangguk tanpa berkata apa-apa. Aku tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Takut dimarahi papa.
"Selalu saja pintar membuat alasan," kata papa sambil menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Latika
Mystery / ThrillerDia milikku..... Semua milikku..... Sampai semua direnggut dari tanganku.. Aku Latika. Aku sudah muak selalu menjadi orang yang dicampakkan. Akan aku rebut kembali semuanya. Tidak ada yang namanya keluarga, teman, maupun cinta. Semua akan menjadi m...