Lvnz Chapter (24)

259 37 118
                                    


****

"Lika-liku hidup tiada yang namanya beban."

vote sebelum membaca, typo ingatkan okei.

Aku harus pergi - Adera 🎶

****

Dua Minggu kemudian.....

Hari ini adalah, tepat di mana Devan akan berangkat ke London. Tempat negara asing yang akan Devan datangi untuk perpindahan pelajarnya itu. Kedua orangtua Devan meminta Venza untuk mengantar Devan sampai bandara Soekarno. Karena ia tidak bisa menolak, mau tak mau Venza mengiyakan ajakan Ratih, mengantar keberangkatan lelaki itu.

Kedua orang tua Venza tidak bisa ikut karena sedang ada kesibukan yang padat. Jadinya, dirinya lah yang mewakilkan. Ke-empatnya kini sudah sampai di bandara, Devan membawa beberapa koper yang berisikan pakaian untuk ia gunakan di sana.

"Dev, inget ya. Kalo lo pulang, bawa oleh-oleh buat gue," bisik Venza saat bersebelahan dengan Devan.

"Hm."

"Loh, kalian kenapa bisik-bisik gitu?" tanya Ratih heran melihat keduanya.

"E-eh, enggak kok, Tan," jawab Venza gelagapan karena malu ketahuan.

"Aduh, dasar ya anak muda. Devan, kamu ada yang ketinggalan lagi gak?" tanya Ratih, menanyakan pada Devan.

"Gada, cukup."

Ratih menganggukan kepalanya, lalu tak lama terdengar informasi bahwa pesawat yang akan Devan naiki akan segera lepas landas. Lalu, Devan pamitan dengan papah, mamah, dan juga Venza.

Devan memeluk mamahnya, kemudian beralih ke Setya papahnya. Saat hendak berpamitan dengan Venza, ia hanya bersalaman karena tak mungkin jika ikut berpelukan seperti dirinya ke orang tuanya.

"Jangan kangen, kalo lo kangen gue. Telpon aja," ujar Devan mengatakan seperti itu pada Venza.

"Geer lo! Siapa coba yang mau kangen!" ketus Venza.

"Kamu jaga kesehatan di sana, sering kabarin papah, sama mamah. Hati-hati ya, sayang," ucap Ratih kembali bersuara, dengan air mata yang sudah mengalir di pelipisnya.

"Iya, Mah. Jangan nangis, Pah, Mah, Venza. Aku berangkat dulu. Assalamualaikum," ujar Devan, lalu meninggalkan ke-tiganya yang masih berdiri di lobby bandara.

Devan semakin jauh dari pandangan, Ratih mengusap air matanya. Venza berusaha menenangkan agar tidak menangis lagi. Ia dititipkan oleh lelaki itu, untuk menjaga Ratih, dan Setya di sini. Venza akan usahakan itu, meskipun sedikit tak yakin.

Setelah keberangkatan Devan, mereka kembali pulang ke rumah. Venza tidak membawa mobil, ia di jemput oleh supir keluarga Devan saat hendak ke bandara. Jadi, ia akan mencari taksi untuk pulang.

Sudah sampai dekat parkiran, Venza ingin memisahkan diri dari Setya dan Ratih. Namun, ia langkahnya terhenti saat Ratih memanggilnya.

"Venza! Lho, kamu mau kemana?"

"Aku, mau cari taksi, Tante." jawab Venza.

"Gausah naik taksi dong, kan kamu ke sini karena permintaan Tante juga. Kamu, bareng kita aja ya. Ayo, masuk ke mobil." ajak Ratih, menggandeng lengannya.

"Gak ngerepotin, Tan?"

"Enggak, sayang. Udah, yuu!"

***

Venza tidak ada pilihan lain, ia pun tak mungkin menolak ajakan Ratih begitu saja. Perjalanan hari ini, cukup padat. Banyaknya pengguna kendaraan mobil dan motor berlalu lalang.

Lavenza [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang